Ilustrasi: Warga Rempang berorasi saat memperingati satu tahun tragedi penggusuran paksa warga Pulau Rempang, pada 7 September 2024). (ist)

DPR Sebut PTPN Feodal dan Minta Penyelesaian Rempang secara Adil

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Politisi PAN, Abdul Hakim Bafagih, menyorot masih kuatnya budaya feodalisme di tubuh PT Perkebunan Nusantara (PTPN).

Budaya feodalisme itu dapat menghambat penyelesaian sengketa tanah ulayat, khususnya di Desa Gobah, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau.

Dirinya pun mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perilaku jajaran bawah PTPN yang dinilai belum sepenuhnya mengalami transformasi meski manajemen holding utama telah berbenah.

“Karakteristik feodalisme di tubuh PTPN itu masih kental. Di jajaran direksi utama memang sudah ada perubahan, tetapi perilaku di bawahnya masih seperti dulu,” kata Abdul Hakim, dalam Rapat DPU Komisi VI DPR  dengan Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) dan Masyarakat Desa Gobah Kecamatan Tamban di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).

Ia meminta para perwakilan dari AMAR-GB dan Masyarakat Desa Gobah Kecamatan Tamban segera menyerahkan data terbaru, termasuk putusan pengadilan dan temuan lapangan, kepada Komisi VI DPR RI dalam beberapa hari ke depan agar dapat dipelajari lebih lanjut untuk memperkuat upaya penyelesaian.

Bafagih juga mengingatkan pentingnya menjaga suasana kondusif dalam proses penyelesaian, mengedepankan kepala dingin, dan mencari titik tengah yang adil bagi semua pihak.

Dirinya menilai bahwa di tengah situasi ekonomi yang sulit saat ini, sengketa lahan harus diselesaikan dengan pendekatan kolaboratif agar dapat membuka peluang ekonomi baru di daerah tersebut.

“Kalau gontok-gontokan, tidak akan selesai. Syukur-syukur lahannya bisa dikembalikan atau diselesaikan melalui BPN, sehingga bisa membuka peluang baru bagi masyarakat,” ujarnya.

Terkait pengembangan kawasan Rempang, Hakim menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara investasi dan kepentingan lokal.

Ia mencontohkan pengalamannya di Lagoi, Bintan, yang meski maju secara pariwisata, namun sempat dianggap lebih menguntungkan wisatawan asing dibanding masyarakat lokal.

“Saya tidak ingin Rempang menjadi seperti Lagoi, Bintan, di mana orang lokal malah tersisih. Kita harus memastikan pengembangan Rempang tetap berpihak kepada masyarakat setempat,” tegas Hakim.

Dirinya pun juga menyayangkan adanya keterlibatan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang diduga memfasilitasi intimidasi terhadap masyarakat dalam proyek Rempang Eco City.

Temuan tersebut, menurutnya, bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan relokasi sudah diselesaikan. (lia)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *