Kadisnakertransgi Jakarta Hari Nugroho (kanan) memberi keterangan terkait kelangkaan gas elfiji 3 kg di Jakarta. (ist)

Kadisnakertransgi DKJ Ungkap Penyebab Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg di Jakarta

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Kadisnakertransgi) Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) Hari Nugroho menjelaskan sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya kelangkaan gas elpiji ukuran 3 kilogram di Jakarta. Salah satu penyebab susahnya ditemukan gas melon yakni kuota di Provinsi Jakarta yang lebih rendah dibandingkan dengan usulan awal.

“Sebagaimana diketahui, per tanggal 30 September 2024, realisasi penyaluran gas elpiji tiga kilogram di Jakarta mencapai 421.989 metrik ton atau 101,14 persen dari kuota yang ditetapkan. Oleh karena itu, Pemprov Jakarta mengajukan kuota sebesar 433.933 metrik ton untuk 2025. Namun, kuota yang disetujui hanya 407.555 metrik ton atau berkurang sekitar lima persen dari usulan tersebut,” ujar Hari, Selasa (4/2/2025), dalam keterangannya.

Hal itu dipercaya dengan kondisi lainnya seperti adanya libur panjang nasional di akhir Januari 2025 turut memperlambat distribusi. “Hari libur yang terjadi dari tanggal 25 sampai 29 Januari mengakibatkan penyaluran tabung gas elpiji terhambat. Sementara kami tidak diizinkan menambah distribusi untuk memenuhi kuota bulanan,” ungkap Hari.

Ia menjelaskan, faktor lain yang memperburuk kondisi adalah terjadi panic buying karena kabar negatif yang tersebar di medsos. “Hal ini terjadi setelah terbitnya aturan baru melalui Surat Dirjen Migas Nomor B-570/MG.05/DJM/2025 tertanggal 20 Januari 2025. Aturan ini mengharuskan seluruh distribusi tabung gas elpiji 3 kilogram dilakukan langsung oleh agen kepada rumah tangga, usaha mikro, petani dan nelayan, tanpa melalui pengecer,” jelas Hari.

Dengan kebijakan ini, pengecer tidak lagi bisa mendapatkan pasokan dari pangkalan, sehingga banyak yang memborong tabung gas melon sebelum aturan berlaku per 1 Februari 2025. “Kejadian panic buying semakin membuat gas tiga kiloan susah di pasaran,” tandas Hari.

Dari berbagai masalah tersebut, ditambah lagi soal Harga Eceran Tertinggi (HET) tabung elpiji 3 kg di Jakarta yang masih Rp16.000 sejak 2015 juga memicu persoalan. Sementara itu, daerah penyangga seperti Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi telah menaikkan HET menjadi sekitar Rp19.000 sejak 2019.

“Perbedaan harga ini mendorong sejumlah spekulan menjual gas melon ke daerah tetangga untuk mendapat keuntungan lebih besar, sehingga terjadi kelangkaan di Jakarta. “Penjualan ke daerah mempengaruhi ketersediaan elpiji 3 kilogram di wilayah Jakarta, seperti kuota Jakarta menyeberang ke daerah lain dengan HET yang lebih tinggi,” ungkap Hari.

Untuk mengatasi hal ini, Disnakertransgi bekerja sama dengan PT Pertamina dan Hiswana Migas berupaya menormalisasikan kembali distribusi gas melon melalui berbagai langkah yang sedang dirumuskan. (*/jodi)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *