HARIANTERBIT.CO – Seminar Nasional dan Call for Papers digelar Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Jakarta. Kegiatan yang mengusung tema, “Dengan Semangat Nasionalisme Kebangsaan Membangun Kolaborasi melalui Konsorsium” ini, dihadiri sejumlah perguruan tinggi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) di Indonesia antara lain, Untag Surabaya, Untag Samarinda, Untag Banyuwangi, Untag Semarang, dan Untag Cirebon.
“Kita ingin menyatukan kembali Untag se-Indonesia yang bukan tercerai-berai, tapi selama ini berjalan sendiri,” kata Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta Rudyono Darsono, dalam keterangan tertulis yang didapat HARIANTERBIT.CO, Kamis (21/11/2024).
Menurut Rudy, mereka ingin menyatukan kembali visi-misi Untag saat pertama kali didirikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. “Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya mencerdaskan bangsa, untuk bisa membebaskan bangsa dari penjajahan itu kita harus bisa mencerdaskan bangsa. Jangan kita lepas dari penjajahan lalu kita masuk dalam penjajahan baru,” ujarnya.
Ditambahkan Rudy, salah satu cara tercepat untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat yang miskin, sehingga menjadi kelas menengah atau masyarakat meningkat standar hidupnya, yaitu melalui pendidikan vokasi. Ia pun berharap pendidikan vokasi dapat terus ada. “Jangan dianaktirikan, dimasifkan. Itu kan pendidikan jangka pendek, supaya dapat pekerjaan secara langsung sangat efektif merubah dan meningkatkan kesejahterakan masyarakat miskin dengan peningkatan SDM nya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rudy meyakini akan ada banyak tantangan dalam upaya mencerdaskan bangsa melalui pembentukan konsorsium Untag ini. Sebab, menurutnya, ada juga pihak-pihak yang tak ingin masyarakat cerdas. Karena dengan rakyat yang tak pintar, mereka bisa dibodohi dengan ketidakpahamanya tentang perbuatan korupsi yang menjadi faktor utama memiskinkan mereka, di samping tentunya untuk kepentingan pemilu dalam mencuri kekuasaan, digiring untuk memilih calon tertentu, atau diimingi uang agar memilih calon yang korup tetapi mempunyai uang dengan membeli suara mereka untuk kekuasaan selama lima tahun. Rudy percaya, konsorsium Untag yang nasionalis murni mampu menghadapi tantangan-tantangan tersebut. “Tidak ada satu persoalan pun yang tidak bisa kita selesaikan. Apalagi begitu banyak orang-orang pintar di sini, para profesor, doktor,” tandasnya.
“Tidak akan mudah menggoyang kita kalau kita mau bersatu. Karena visi kita satu, sangat mulia, mencerdaskan bangsa,” imbuh Rudy.
Sementara itu, Rektor UTA ’45 Jakarta Rajes Khana menambahkan, pihaknya berharap ada kolaborasi antara perguruan tinggi Untag se-Indonesia melalui terwujudnya konsorsium. Misalnya dalam hal penerimaan mahasiswa baru, melalui pembentukan panitia bersama. Dengan begitu, apabila ada calon mahasiswa dari daerah lain yang ingin kuliah dengan jurusan tertentu, namun prodi tersebut tak ada pada Untag di daerah itu, lantas bisa menuju kampus Untag lain yang memiliki jurusan dimaksud. “Kolaborasi ini dibutuhkan untuk saling menguatkan,” ujarnya.
Selain itu, kebersamaan ini juga bisa untuk memenuhi syarat akreditasi. Di mana salah satunya harus berprestasi dalam kejuaraan tingkat nasional. Dengan diadakannya kompetisi sesama Untag se-Indonesia, kata Rajes, hal itu sudah dikategorikan sebagai perlombaan tingkat nasional yang sesuai ketentuan akreditasi. “Itu sudah masuk di kategori nasional,” ucapnya.
Dengan bersatunya Untag, kata Rajes, bisa meminimalisasi gangguan dalam hal apa pun terhadap masing-masing universitas tersebut. “Kita harus bersama-sama bergandengan tangan,” katanya.
Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta Bambang Sulistomo menilai, Untag dahulu hadir dengan semangat nasionalisme dan patriotisme. Dengan semangat tersebut, lembaga pendidikan dengan tujuan mulia dan ada di banyak lokasi di Indonesia, itu muncul. “Tanpa idealisme, nasionalisme, patriotisme kebangsaan nggak mungkin kita bisa mengembangkan pendidikan seperti ini,” tandasnya. (*/rel/dade)