Kinarya Anak Bangsa Gelar Pertemuan dengan Komunitas Lingkungan, Sosial dan Budaya Klaten

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Kinarya Anak Bangsa, yayasan yang menginisiasi Nandur Tuk Banyu/Menanam Mata Air/Water Spring Planting yaitu program merawat lingkungan dengan melakukan konservasi air, berkumpul bersama dengan puluhan komunitas peduli lingkungan, sosial dan budaya yang ada di Klaten, Jawa Tengah dan sekitarnya.

Pertemuan di Pendopo Rumah Komunitas Rowo Jember Bayat Klaten pada 27 Agustus 2024 itu digelar, guna silaturahmi sekaligus saling tukar pikiran dan bekerja sama. “Agendanya adalah silaturahmi dan penjajakan kerja sama dengan mitra-mitra relawan dan sesama pejuang sosial budaya dan lingkungan di wilayah Klaten dan sekitarnya,” kata Pendiri Kinarya Anak Bangsa Rosita Y Suwardi Wibawa, mewakili Ketua Yayasan Kharisma Insani Wibawa, seperti dikutip dari rilis yang didapat HARIANTERBIT.CO, Selasa (3/9/2024).

Acara itu mengundang Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Klaten, Sekber KP-SDA Klaten, Sekolah Sungai Klaten, Srikandi Sungai Klaten, Jogorojo Klaten, FKBS Klaten, Ecoenzym Klaten, Magot Klaten, LLHPB Aisyiah Klaten, dan Pusur Institute. Lalu, Komunitas Hidroponik Klaten, Komunitas Cah Kali, Komika, POSDAM, KPS Poitan, Yayasan Sungai Lestari Klaten, Ketua PBKS, KBK, MPA serta lainnya. Rosita pada kesempatan ini didampingi Dewan Pakar Kinarya yang berdomisili di Klaten yaitu Prof Suratman.

Dalam kesempatan itu, disampaikan visi dan misi serta kegiatan masing-masing komunitas. “Masing-masing menyampaikan visi dan misi, kegiatan mereka, guna mencari titik temu,” ujarnya.

“Harapan berkolaborasi, karena kerja sendiri kurang efektif. Bekerja sama apa yang bisa dilakukan sebagai ekosistem. Saling berkontribusi, karena sinergi itu lebih efektif,” ungkap Rosita.

Kinarya sendiri menyampaikan berbagai hal dalam acara tersebut. Salah satunya paparan soal Program Tiga Pohon Satu Pekarangan (Tiposape), yang bisa diaplikasikan baik di desa maupun di kota. “Pohon yang ditanam ini antara lain pohon penyangga air, pohon produktif, dan pohon pangan berkayu seperti kelor atau katuk untuk menambah nutrisi dalam rangka pengentasan stunting,” tandasnya.

Untuk pohon penyangga air, hal itu masih jadi catatan sebab masih dimintakan pendapat di Dewan Pakar Kinarya Anak Bangsa. Ini terjadi lantaran pohon penyanggah air yang ada seperti pohon beringin, aren dan gayam dinilai terlalu besar, di lahan rumah-rumah perkotaan yang terbatas. “Harus dicarikan alternatif pohon penyangga air yang cocok untuk area urban perkotaan,” imbuh Rosita.

Kinarya Anak Bangsa juga mengajak komunitas yang hadir untuk menanam pada balkon dan atap rumah di daerah tropis dengan istilah untuk memudahkan Alas Langit/Sky Forest atau Hutan Langit. “Sehingga permukaan tanah yang tadinya tertutup oleh bangunan, fungsinya sedikit tergantikan,” ujarnya. (*/rel/dade)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *