HARIANTERBIT.CO – Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia atau World Student Christian Federation (WSCF) melaksanakan Seminar Internasional World Student Christian Federation On Human Rights and Fundamentalisms.
Seminar internasional yang berlangsung di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta menghadirkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Prof Yasonna Hamonangan Laoly SH, MSc, PhD sebagai keynote speaker, dan Marcelo Leites, WSCF General Secretary sebagai speaker sesi pertama.
Dalam paparannya, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly menyampaikan pemikiran fundamentalis dan ekstrimisme memberikan ancaman terhadap hak asasi manusia secara global dan harus mendapatkan perhatian khusus oleh komunitas internasional.
Prof Yasonna menegaskan, penyelesaian konflik dilakukan dengan metode-metode seperti mediasi, dialog dan sebagainya. Terkhusus, diperlukan political will dan pendekatan komprehensif yang melibatkan pemerintah, unsur di luar pemerintah, serta stakeholder lainnya. “Dalam hal pelanggaran HAM, hukum harus ditinggikan menjadi norma yang berlaku untuk melindungi semua unsur masyarakat dari diskriminasi dan intervensi dari pihak mana pun. Sebagaimana di Indonesia, UUD RI 1945-lah yang menjadi dasarnya,” katanya, melalui rilis yang diterima HARIANTERBIT.CO, Senin (17/7/2023).
Menkumham mengatakan, seminar internasional human rights and fundamentalisms ini membuka pembahasan masalah yang dialami masyarakat Timur Tengah, dan menegaskan tentang dampak dari pemikiran fundamentalis terhadap hak asasi manusia. “Seminar ini dapat memberikan pertukaran pengalaman, pandangan, inovasi, dan strategi untuk menciptakan kedamaian dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal World Student Christian Federation (WSCF) Marcelo Leites mengungkapkan, sangat prihatin dengan tantangan yang ditimbulkan oleh kebangkitan fundamentalisme di berbagai bidang, termasuk agama, politik, dan ekonomi. “Kami mengakui keterkaitan fundamentalisme, yang dapat membatasi kebebasan individu, melanggengkan perpecahan sosial, dan menghambat kemajuan hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi,” paparnya.
Marselo mengatakan, untuk mengatasi tantangan ini, WSCF telah memulai sebuah program yang berfokus pada titik temu antara demokrasi, hak asasi manusia (HAM), dan kebangkitan fundamentalisme. Salah satu aspek penting dalam melawan fundamentalisme adalah menciptakan kontra-narasi yang mempromosikan inklusivitas, pluralisme dan keadilan sosial. “Dengan menghadirkan perspektif alternatif dan menyoroti manfaat dari nilai-nilai ini, menjadi mungkin untuk menantang narasi yang memecah belah yang disebarluaskan oleh ideologi fundamentalis,” tandasnya.
Selanjutnya, kata Marcelo, pendidikan dan program literasi media sangat penting dalam memberdayakan individu untuk mengevaluasi sumber informasi secara kritis dan mengidentifikasi pesan yang disebarkan oleh ideologi fundamentalis. “WSCF dan GMKI sebagai anggota WSCF di Indonesia berupaya membekali masyarakat dengan keterampilan memilah masalah yang kompleks dan berpikir kritis, sehingga menghasilkan pemikiran yang bijaksana,” paparnya.
Ketua Umum GMKI Jefri Edi Irawan Gultom menyambut baik kepercayaan WSCF kepada Indonesia termasuk dengan pemindahan kantor WSCF Asia-Pasifik ke Indonesia, serta memilih Indonesia menjadi tempat pelaksanaan WSCF event ini.
Jefri juga menyampaikan, saat ini Indonesia menjadi contoh dunia dengan masyarakat majemuk dan multikultural. “Indonesia adalah bangsa yang dihuni oleh beragam budaya, suku, bahasa, adat-istiadat, tata krama, dan agama. Di era yang maju sampai saat ini bangsa ini hidup rukun di dalamnya menjadi bukti bahwa Indonesia mampu menjadi contoh dunia,” tuturnya. (*/rel/dade)