HARIANTERBIT.CO – Pemerintah daerah (Pemda) masih banyak bergantung pada pemerintah pusat dalam hal pembangunan dan pengembangan fasilitas transportasi publik. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hendro Sugiatno dalam Forum Diskusi Sektor Transportasi dengan tema “Mendorong Peningkatan Peran Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan” yang digelar Institut Studi Transportasi (Instran) bekerjasama dengan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Selasa (11/7/2023).
“Kami sering menerima kunjungan dari pemerintah daerah untuk meminta bantuan dana pembangunan transportasi massal,” kata Hendro.
Hal ini diakui menjadi salah satu kendala dalam hal pengembangan dan pembangunan fasilitas transportasi publik, utamanya di daerah.
Selain persoalan ketergantungan Pemda terhadap pemerintah pusat, minimnya perencanaan pembangunan transportasi publik berbasis jalan juga menjadi kendala lain yang tak kalah peliknya. “Semua ingin membangun, tetapi begitu saya tanya mana roadmap-nya untuk 5 tahun, 10 tahun, semuanya angkat tangan. Tidak ada yang bisa menunjukkan konsep perencanaan pengembangan transportasi publik di daerahnya,” lanjut Hendro.
Padahal, Hendro menuturkan Kemenhub juga tidak memiliki anggaran yang mencukupi untuk pembangunan infrastruktur transportasi nasional. Dalam rencana strategis (Renstra) Kemenhub 2020-2024, kebutuhan biaya untuk menggarap transportasi sebesar Rp711 triliun. Sementara itu, alokasi anggaran yang disediakan oleh APBN pada rentang waktu yang sama adalah Rp340,16 triliun.
Tidak hanya itu, menurut Hendro, pemerintah daerah yang telah memiliki layanan transportasi publik juga belum dapat mengelolanya dengan baik. Sebagai misal, kebijakan bantuan bus kepada Pemda yang telah dilakukan Kemenhub sejak 2004. Faktanya, hingga saat ini tidak ada satu pun daerah yang mampu mengurusnya. Bahkan, beberapa BUMD datang ke Kemenhub untuk meminta tambahan anggaran guna memperbaiki atau merawat armada-armada bus tersebut.
“Ketika diberi barang dan dikelola oleh badan usaha daerah, seharusnya kalau dikasih dua akan menjadi tiga atau lebih. Kalau meminta uang lagi (untuk perbaikan), pemasukan selama ini larinya ke mana?” ujarnya.
Subsidi angkutan umum massal berbasis bus yang diberikan Kemenhub dengan skema Buy the Service (BTS) sudah dilakukan di 11 kota, yaitu Medan, Palembang, Solo, Yogyakarta, Bali, Bandung, Purwokerto, Surabaya, Makassar dan Banjarmasin. Sedang bantuan dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek diberikan kepada Kota Bogor.
Langkah Pemerintah Pusat memberikan subsidi tersebut dilatarbelakangi belum banyaknya Pemda yang berinisiatif secara mandiri membangun sistem angkutan umum massal perkotaan di wilayahnya akibat keterbatasan anggaran, kapasitas sumber daya, dan minimnya komitmen politik untuk menyelenggarakan angkutan umum massal.
Karena itu, lanjut Hendro, Kemenhub akan mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan skema pendanaan kreatif atau creative financing. Model kerjasama seperti ini harus diupayakan menjadi praktik umum dalam pengembangan fasilitas transportasi massal. “Mungkin bisa kerjasama dengan badan usaha, melalui CSR swasta, dan lainnya. Tinggal kreativitas dari daerah saja, kami akan dmenorong,” tegasnya.
Selain Hendro Sugiatno, diskusi public tersebut juga menghadirkan pembicara Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Restuardy Daud, Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru Yuliarso, Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, dan Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno.
Urat Nadi Mobilitas Warga
Diskusi public terkait transportasi ini dilatarbelakangi adanya fakta bahwa transportasi memiliki peran penting sebagai urat nadi mobilitas masyarakat dan perekonomian, khususnya di perkotaan. Data Bappenas pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 56,4% masyarakat tinggal di wilayah perkotaan sehingga menimbulkan kepadatan penduduk dan kemacetan di kota itu sendiri.
Kompleksitas tata kota dan penyelenggaraan transportasi perkotaan perlu didukung oleh Pemerintah Daerah (Pemda) melalui penyelenggaraan angkutan umum massal. Jika tidak, maka akan berdampak pada lumpuhnya perekonomian dan menurunnya kualitas hidup masyarakat perkotaan itu sendiri akibat kemacetan oleh kendaraan pribadi.
Salah satu cara paling efektif untuk mendorong Pemda memprioritaskan penyelenggaraan angkutan perkotaan adalah apabila penyediaan angkutan umum massal perkotaan menjadi bagian dari janji politik seorang calon kepala daerah. Tahun 2023 ini dapat menjadi momentum yang tepat untuk menguatkan perspepsi calon kepala daerah dalam berkomitmen menyelenggarakan angkutan perkotaan. Di sisi lain, untuk mendorong komtimen Pemda dalam menyelenggaraan angkutan umum massal juga perlu diiringi dengan penguatan masyarakat sipil guna mendorong Pemda menyelenggarakan angkutan umum massal perkotaan