HARIANTERBIT.CO – Pengacara Mukhlis Ramlan meminta Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara), terkhusus Ditpolairud, untuk menerapkan prinsip equality before the law dalam penegakan hukum.
Hal itu diungkapannya menyikapi tindakan yang dilakukan terhadap kliennya, AMI, yang telah ditetapkan tersangka oleh Ditpolairud Polda Kaltara yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait Pemberantasan dan Kerusakan Hutan.
Mukhlis mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan Ditpolairud Polda Kaltara dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka, meskipun dirasa janggal karena penetapan tersangka begitu cepat. “Yang menyita perhatiannya adalah sikap Ditpolairud Polda Kaltara, karena hanya kliennya saja yang ditangkap. Sedangkan sepengetahuannya, ada beberapa pengusaha kayu yang menjalankan usaha yang sama seperti kliennya,” kata Mukhlis, melalui keterangan tertulis yang diterima HARIANTERBIT.CO, Senin (1/5/2023).
“Terkait penetapan tersangka klien kami, kita berharap betul kepada Kapolda dan teman-teman Polairud, dalam konteks ini seluruh teman-teman kepolisian agar menerapkan asas equality before the law. Kurang lebihnya ada persamaan setiap warga negara di depan hukumnya,” ujarnya.
Kalau saudara AMI diperlakukan seperti itu maka kita juga berharap, ada juga yang berprofesi sama seperti AMI, kita mohon untuk ditindak, diperlakukan dan ditangkap secara sama dengan klien kami. Sepengetahuan Mukhlis Ramlan, mereka yang juga berprofesi pengusaha kayu yakni inisial AB, P atau TA, OM, MS, somel milik IL, PD dan SM.
“Bahkan usaha kayu milik BM berada di samping usaha kliennya yang telah digaris polisi. Namun justru masih beroperasi. Ini di-police line yang milik klien kami, sudah tersangka dan ditindak secara hukum seperti itu, tetapi persis di sebelahnya ini, masih beroperasi. Ini bersebelahan saja, tapi tidak ditindak. Ini kami mohon betul dengan teman-teman Polairud, maupun Ditreskrimum, Ditreskrimsus, untuk bergerak cepat menindak mereka-mereka yang melakukan hal serupa,” ungkap Mukhlis, sambil memperlihatkan bukti gambar usaha yang belum ditindak.
Sementara itu, Mukhlis juga meminta kepolisian menerapkan asas due process of law. Bahwa setiap warga negara harus dijamin hak konstitusinya atau memperlakukan hukum secara fair. Pasalnya, pihaknya menganggap kliennya mendapatkan perlakuan tidak adil, karena pengusaha yang seprofesi dengan kliennya tidak diproses hukum. Ia juga menyoroti proses penetapan kliennya sebagai tersangka yang begitu cepat. Padahal, mestinya kliennya dipanggil sebagai saksi terlebih dulu untuk diperiksa. Setelah itu memanggil saksi ahli sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Hal itu, Mukhlis mengungkapkan, kliennya melakukan usaha ini, juga untuk kemaslahatan warga Kaltara. Di mana, kliennya membeli kayu dari warga yang ingin bertahan hidup. Di sisi lain, kliennya juga melakukan usaha ini dengan izin resmi. Yakni memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sesuai jenis usaha yang ditekuni. “Ini ada badan hukumnya untuk melakukan kegiatan perdagangan seperti ini,” ucap Mukhlis, sambil memperlihatkan foto kopi surat izin tersebut.
Mukhlis menjelaskan, sebelum penetapan tersangka, kliennya pernah didatangi sekelompok orang, kemudian disekap di sebuah hotel dan dirampas handphonenya. Atas perlakuan tidak manusiawi yang dialami kliennya, Mukhlis Ramlan menegaskan, pihaknya akan melakukan upaya hukum karena dinilai tidak ada rasa keadilan bagi kliennya. “Ada langkah-langkah hukum kami lakukan,” tegasnya. (*/rel/dade)