Penyair, Sastrawan, dan Wartawan Pulo Lasman Simanjuntak.

Pulo Lasman Simanjuntak: Menulis Puisi Tak Pernah Mati

Posted on

HARIANTERBIT.CO-Tak terasa proses kreatif Pulo Lasman Simanjuntak  dalam menulis puisi telah memasuki kurun waktu 40 tahun lebih (1980-2023).

Dimulai pada Bln Juli 1977 saat masih duduk di bangku SMP. Satu karya puisinya berjudul IBUNDA dimuat di Harian Umum Kompas.

Setelah itu mulai duduk di bangku SLTA sampai kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik (STP-Jakarta) karya-karya  puisinya dimuat di berbagai surat kabar harian (koran) dan mingguan serta majalah ibukota.

“Baru memasuki era  sastra digital tahun 2000-an sejumlah puisi saya mulai dipublish di berbagai media online dan majalah digital di Indonesia dan di Malaysia,” kata Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (61 tahun) di Jakarta, Kamis (09/03/2023).

Pada saat ini karya puisinya telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal dan 20 buku antologi puisi bersama para penyair seluruh Indonesia.

“Motto saya adalah menulis puisi memang tak pernah mati. Menulis puisi sampai maut menjemput,” tegas penyair, sastrawan, dan wartawan yang sedang bersiap menerbitkan buku antologi puisi tunggal ke-8 berjudul MEDITASI BATU.

Berikut di bawah ini 3 karya diantara puisinya.

Pertempuran Hari Terakhir

lewat matahari yang berputar dalam imaji-imaji liar

hari raya yang nyaris kelaparan dalam kesunyian abadi

tanpa tangisan bayi

binatang haram pun jadi santapan rohani

di mezbah batu warna biru

penuh amarah

tanpa dendammu berterbangan

di atas meja makan ini

 

tegur sapa jadi rajin menolak

sebungkus nyanyian mengerikan

dibuangnya di atas meja kasir

persis berhadapan dengan sekolah

layar lebar dan sulit tidur

di ranjang kematian

 

lalu kutulis puisi yang paling mengeras

sekeras hatimu perempuan berwajah katarak

doyan mengunyah tumbuh-tumbuhan hijau

rahimnya telah terluka masa lalu

berakar kepahitan dan penyakit kambuhan

dari pulau seberang lautan

Pamulang, Minggu 8 Mei 2022

 

Sandiwara Akhir Bulan

ketakutan apa

selalu menjelma

akhir bulan

mencium kepahitan

menari-nari dengan tiang api ketegangan

 

sepanjang mendaki bukit-bukit tulang belulang

sudah kucatat dalam buku kehidupan

bercengkerama dengan pengendara siluman

 

oi, selalu saja kunyanyikan lagu sion nyaman

aku tetap berenang di atas ranjang

pikiran jiwa yang rawan kematian

Jakarta, Minggu 25 September 2022

 

Kelaparan Akut Jadi Puisi

kelaparan akut akan kujadikan puisi

pagi hari menembus cuaca mati

bersama jantung matahari

di negeri tanpa kaki

dimulai dari upacara air tanah ini

diselesaikan dengan sebungkus nasi basi

 

kelaparan akut akan kujadikan puisi

bersiap untuk menghitung pecahan

mata uang rupiah dikalikan

bertubi-tubi

 

telah engkau katakan berulangkali

dengan tubuh radikal seperti air kali

yang mengalir lewat mata bank tipuan ini

 

maka kelaparan akut

telah mengalir deras

dalam payudara puisi

yang diretas

terjadi lagi

Jakarta , Minggu 14 Agustus 2022. (*/fs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *