HARIANTERBIT.CO – Mau cari keadilan di Indonesia, di mana? Katanya pengadilan adalah tempat masyarakat dapat mencari keadilan di Indonesia?. Masa sih?
Coba tonton link video nomor 1 di bawah. Selama proses sidang berlangsung, Terdakwa yang mati-matian berusaha membela diri melalui ‘pledoi’ yang dibacakan oleh penasihat hukum dari LQ Indonesia Lawfirm, malah ditanggapi oleh hakim yang terus bermain telepon seluler (ponsel) dan perhatian fokus ke bawah melihat dan memainkan ponselnya, Selasa (20/4/2021).
Kasus Sidang Morowali inilah yang menguak dugaan keterlibatan pejabat Kejagung bintang dua dan oknum lawyer yang menyebut bahwa nama ‘Kapolri’ sudah mengatensi kasus agar dibantu Kajati Jawa Timur.
Apa spesialnya terdakwa Christian Halim sehingga kasusnya diatensi dan set up oleh oknum-oknum? Ternyata bukan Christian Halim yang hebat, melainkan sang pelapor yang adalah anak pemilik Kapal Api Group, Christeven Mergonoto, Direktur PT Santos Jaya Abadi, bisnis raksasa di Surabaya.
Anggota DPR Komisi Fraksi tiga, dalam link video nomor dua: juga menyebut nama Soedomo, ayah dari Christeven sebagai terduga markus yang banyak bermain di Surabaya.
Selain pelapor kasus di Surabaya, ternyata Christeven Mergonoto adalah komisaris di PT Kahayan yang melaporkan direktur dan lawyernya bisa menyuruh oknum Brimob eksekusi pabrik tanpa surat perintah dan surat tugas apa pun. Hebatnya, pengaruh golongan atas yang mampu menyuruh aparat penegak hukum, seperti Brimob bahkan untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturan undang-undang.
Kali ini LQ Indonesia Lawfirm berhadapan dengan para oknum, di mana ketika perkara masih dalam proses penyidikan di kepolisian, sudah diketahui siapa jaksa yang akan menangani kasus, yaitu Dhini selaku kasubsi Oharda. Dan Dhini menyebut hakim Ginting sebagai hakim yang akan menyidangkan ketika berkas perkara masih di kepolisian. Konon dalam pertemuan di Restoran Seribu Rasa, Plaza Indonesia yang membahas kasus Christian Halim, hadir pula seorang hakim agung, Prof AL, yang akan ke PN Surabaya dan bertemu majelis hakim yang menyidangkan.
Kasus Christian Halim bukan kasus pidana, melainkan kasus perdata di mana secara sepihak Christian disuruh berhenti bekerja dan ketika menagih haknya, malah dilaporkan ke polisi dan alat berat miliknya malah diambil oleh pelapor. Christian lalu ditahan dan dalam waktu tiga bulan sidang, sudah terjadi empat kali perubahan majelis hakim yang menyidangkan, bahkan di tahap akhir persidangan hakim diganti lagi.
Hakim yang menggantikan sama sekali tidak tahu duduk perkara dan hadir dalam tahap pemeriksaan terdakwa terlihat kebingungan dan tidak banyak bertanya dalam pemeriksaan saksi dan terdakwa.
“Sidang terlihat layaknya dagelan dan sandiwara, majelis tidak peduli dengan duduk perkara dan kebenaran materiil melainkan hanya mau cepat-cepat sidang selesai dan menghukum terdakwa,” kata Advokat Jaka Maulana SH dari LQ Indonesia Lawfirm dengan kecewa.
Buktinya apa? Lihat saja video ini di mana hakim di sebelah kiri terus bermain ponsel, tidak peduli dan tidak memperhatikam jalannya sidang? Kenapa? Karena jelas ujaran dari oknum aparat pejabat, mereka sudah punya putusan pesanan dan tidak peduli dengan isi pledoi dan kebenaran materiil. Info yang diperoleh dari pemeriksaan pejabat bintang dua di Kejagung adalah sudah ada putusan pesanan sehingga tidak perlu hakim mendengarkan dan memperhatikan pledoi apalagi mencari kebenaran materiil.
Ketika penasihat hukum meminta hakim agar mendengarkan keterangan saksi kunci, hakim menolak permintaan penasihat hukum dengan alasan jaksa tidak mau menghadirkan saksi padahal pasal 160 Ayat 1(c) KUHAP jelas mengatur kewajiban hakim ini. Majelis Hakim dalam perkara Christeven jelas sekali enggan mencari kebenaran materiil. Ini menambahkan keyakinan penasihat hukum bahwa sidang ini sudah diatur dari awal putusam vonisnya.
Terdakwa Christian Halim dalam persidangan membacakan pledoi pribadinya berkata, “Saya dari awal punya itikat baik. Jika saya mau menipu, saya bisa ambil uang Rp20,5 miliar dan bawa kabur seluruhnya. Untuk apa saya kerjakan proyek dan hasil audit, saya malah rugi Rp22 miliar pengeluaran padahal uang yang diberikan pelapor hanya Rp20,5 miliar, saya nombok Rp1,5 miliar menggunakan uang pribadi saya sendiri. Saya mohon keadilan”.
Keadilan yang dimohonkan, apa masih ada di Indonesia? Hakim yang adalah wakil Tuhan dalam persidangan kerjanya bermain ponsel dan tidak mau memperhatikan dalil dan pembelaan terdakwa.
“Lalu kata Ketua Majelis Hakim, tiga hari putusan yah. Memang hebat hakim di Indonesia. Senin pledoi, Kamis sudah putusan. Padahal, Selasa dan Rabu masih full sidang. Kira-kira apakah ketiga hakim punya waktu pelajari berkas, baca dakwaan, keterangan saksi, alat bukti surat, tuntutan dan pledoi, serta membuat pertimbangan hukum dalam waktu tiga hari yang padat jadwal?” tandas Advokat Natalia Manafe, SH dengan nada gusar.
“Apa gunanya sidang dan pemeriksaan saksi jika majelis hakim tidak mau bekerja dan mendengarkan jalannya sidang? Langsung saja berikan vonis. Bagaimana hakim mau dihormati masyarakat, apabila nasib orang tidak dipedulikan dan kerjanya mainan ponsel?” ungkap Advokat Jaka Maulana SH yang sebelumnya melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran etik, seperti dalam keterang tertulis yang diterima HARIANTERBIT.co.
Ditanya mengenai tanggapan atas pelaporan Komisi Yudisial, Jaka menambahkan, kami pesimis Komisi Yudisial mau menindak oknum hakim, mana ada jeruk makan jeruk? Aduan kami hingga hari ini tidak ditindaklanjuti, padahal surat aduan dan bukti-bukti sudah kami serahkan ke Komisi Yudisial.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD dan Ketua Mahkamah Agung, lihat dong situasi masyarakat yang ditindas jangan hanya pencitraan, bukti-bukti sudah kami berikan berupa video nyata dan jelas. Bahkan aduan dan laporan polisi sudah kami daftarkan tapi semua tumpul. Ini bukti ‘hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas’. Ketika yang dilaporkan adalah oknum kelas atas dan oknum pejabat, dijamin laporan mandek dan tidak ada tindak lanjut.
“Pak Mahfud yang terhormat, ini bukan hanya nama Kapolri, pejabat bintang dua kejaksaan Sesjam, kali ini ada oknum hakim agung terlibat dalam perkara dengan pelapor anak pemilik Kapal Api Group di Surabaya dibawa. Apa jadinya Indonesia jika pejabat tinggi aparat penegak hukum diisi oleh oknum-oknum markus? Apakah Pak Mahfud masih punya hati membersihkan tatanan hukum dan memberi keadilan bagi masyarakat? Tolong atensi dan copot para oknum aparat penegak hukum segera. Karena kerjaan mereka hanyalah menindas masyarakat,” ujar Advokat Leo Detri SH, MH, Co-founder LQ Indonesia Lawfirm dan mantan kakanwil Hukum dan HAM. (*/rel/dade)
LINK VIDEO 1:
– (HAKIM PN SURABAYA MAENAN HANDPHONE SELAMA SIDANG BERLANGSUNG)
https://youtu.be/YXTzL16n1cI
LINK VIDEO 2:
– ARTERIA DAHLAN, KOMISI 3 DPR MEMINTA KAPOLRI MENGATENSI SOEDOMO KAPAL APAI, AGAR JANGAN ADA POLISI BAYARAN.
https://youtu.be/BWt7kDlDTGs



