HARIANTERBIT.CO – Komisaris Utama (Komut) PT Sinarmas Indra Wijaya dan Direktur Utama (Dirut) PT Sinarmas Securitas Kokarjadi Chandra dilaporkan ke Bareskrim Polri. Keduanya dilaporkan terkait kasus dugaan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengakui, bahwa pihaknya telah menerima laporan yang disampaikan seorang pengusaha asal Solo bernama Andri Cahyadi. “Benar, ada laporan tersebut,” kata Brigjen Rusdi, Minggu (14/3/2021).
Kedua petinggi PT Sinarmas itu dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Rabu (10/3/2021) dengan Nomor: STTL/94/III/2021/BARESKRIM.
Terkait rencana penyidik memeriksa Komut dan Dirut PT Sinarmas itu, Brigjen Rusdi mengaku belum mendapatkan jadwal pemeriksaan dari penyidik Polri terkait kasus dugaan TPPU yang melibatkan bos Sinarmas, yakni Kokarjadi Chandra dan Indra Wijaya.
Pelapor Andri Cahyadi adalah Komisaris Utama PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (PT EEI). Kasus ini bermula tatkala dirinya menjalin kerja sama dengan dengan PT Sinarmas terkait suplai batu bara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Menurut Andri, PT EEI selama ini bergerak di bidang pertambangan dan perdagangan batu bara serta pengembangan dan pembagunan tenaga listrik dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap.
“Perusahaan saya sudah lebih dulu bekerja sama dengan PT PLN untuk suplai batu bara sejak 2012. Saya pemilik perusahaan dan memiliki 53 persen saham di PT EEI,” kata Andri kepada wartawan, Sabtu (13/3/2021).
Seiring berjalan waktu sekitar 2015, lanjut Andi, pihaknya berkolaborasi dengan PT Sinarmas untuk suplai kebutuhan batu bara yang lebih besar. Dalam kerja sama itu, PT Sinarmas menempatkan seseorang yang bernama Benny Wirawansah yang akhirnya menduduki posisi direktur utama PT EEI.
Andri mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakberesan setelah kerja sama berjalan sekitar tiga tahun. Selain tidak ada profit berdasarkan kerja sama awal, dirinya justru mendapati fakta jika perusahaannya dibebani utang hingga mencapai Rp4 triliun.
Utang-utang itu disebut Andri juga didapatkan dari perusahaan milik Grup Sinarmas. Bukan cuma dibebani utang, bahkan saham yang dimiliki Andri dari 53 persen tinggal 9 persen.
“Jika dihitung kerugian dari hilangnya profit yang seharusnya saya dapatkan dari kerja sama itu mencapai Rp15,3 triliun,” ujarnya.
Berdasarkan kejanggalan itu, Andri lantas mengambil tindakan dengan tidak menandatangani laporan keuangan pada 2018. Dia juga meminta audit menyeluruh hingga membawa ke ranah hukum.
“Harapan saya ini bisa membuka segala hal. Supaya tindakan-tindakan yang merugikan baik pemegang saham hingga potensi merugikan negara bisa ditindak pihak berwajib,” tutur Andri.
“Semua berkas-berkas dan bukti-bukti sudah saya serahkan ke penyidik Bareskrim Polri,” tambah Andri. (omi)