SAATNYA ONLINE?

Posted on


Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

DALAM dunia persilatan kecepatan menjadi salah satu kekuatan. Demikian halnya di dalam kehidupan sosial di era digital, kecepatan akan menjadi bagian penting dalam membuka sekat ruang dan waktu. Sistem online menjadi jembatan di masa pandemi Covid-19. Mau tidak mau sistem physical distancing harus dilakukan, dan sistem online menjadi pilihan dari work fron home (WFH) sampai pray from home (PFH). Jasa layanan virtual menjadi sangat penting dan mendasar.

Pelayanan umum internet menjadi penghubung dalam konteks pelayanan publik yang secara online semua menggunakannya. Sistem aplikasi berbasis ‘artificial intellegence’ menjadi bagian untuk ‘recognize’ dan inputing data. Pelayanan publik di bidang administrasi, keamanan, keselamatan, hukum, informasi maupun pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan lainnya pun memerlukan sistem online.

Dalam membangun sistem online diperlukan data. Data menjadi dasar dan pemenuhan ‘supply and demand’. Tatkala pergerakan dibatasi, maka sistem online menjadi media yang mampu menjembatani pemenuhan kebutuhan.
Pada sistem pelayanan publik secara online diperlukan adanya:

  1. Back office sebagai pusat data atau pusat komando pengendalian, sistem komunikasi, koordinasi dan informasi.
  2. Application sebagai bentuk sistem layanan virtual yang berbasis pada ‘artificial intellegence’ untuk inputing data dan ‘recognize system’ pelayanan secara prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses).
  3. Network sebagai jejaring yang menghubungkan satu sama lainnya secara terintegrasi atau berbasis internet atau iot (internet of things).

Teknologi dalam bentuk aplikasi semakin kreatif yang menarik dan mudah diakses. Sistem ini sudah banyak dilaksanakan sebenarnya seperti: 1. Google, 2. Youtube, 3. Waze, 4. WhatsApp, 5. Facebook, 6. Telegram, 7. Tweeter, 8. Line, 9. Zoom, 10. Grab, 10. Berbagai pelayanan ridehiling (go..) dan sebagainya mengubah tatanan sosial. Hal tersebut mau tidak mau secara politik pun harus mendukung terimplementasinya sistem-sistem pelayanan online. Pertanyaannya, tatkala semua bisnis online ini buatan luar negeri, apakah bangsa ini tetap mampu berdaulat? Apakah secara ‘intelegen’ kita sudah di-‘maping’ atau malah sudah dikuasai atau buruknya lagi sudah dijajah secara virtual? Kalau jawabannya iya, maka secara algoritma bagaimana, apakah masih dapat dikatakan berdaya tahan?

Teknologi menjadi andalan sekaligus kekuatan. Tatkala kita semua diumpan yang gratis-gratis tetapi secara data disedot dan dijadikan barang dagangan baru olahan baru? Online menjadi kebutuhan namun berdaya tahan mandiri dan berdaulat menjadi suatu keharusan. Bagaimana menciptakan ‘back office application’ dan ‘network’ sendiri yang tidak lagi bergantung kepada tetangga, dan sadar data ini menjadi bagian dari pembelajaran.

Online bukan semata-mata proyek baru, namun harus dibangun secara politik agar bangsa ini tetap berdaya tahan berdaulat secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sekaligus pertahanannya. Online pelayanann publik akan mampu menjembatani bagi negara kepulauan yang membuka tabir sekat ruang dan waktu. Secara teknis memang harus berusaha mandiri agar mampu berdaya tahan berdaulat berdaya saing dan tidak terus-menerus menjadi komoditi pasar dan bida bertahan walau dalam kondisi ekstrem sekalipun. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *