IPW: TAK PERLU PANIK, JENDERAL POLISI JADI PIMPINAN KPK

Posted on
Neta S Pane

HARIANTERBIT.CO – Sejumlah pihak, terutama internal Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) tidak perlu panik dengan masuknya sejumlah jenderal polisi menjadi pimpinan KPK, bahkan menjadi ketua KPK sekalipun. Sebab masuknya jenderal polisi menjadi pimpinan KPK bukan hal baru.

“Dulu pernah ada Irjen Taufik Ruki dan ada Irjen Bibit Samad Rijanto. Bahkan di era kedua jenderal polisi senior itu, KPK solid dan tidak terbelah menjadi ‘polisi Taliban’ dan ‘polisi India’,”kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, dalam siaran persnya yang diterima HARIANTERBIT.co, Jumat (23/8/2019).

Dikatakan, IPW melihat adanya kepanikan sejumlah pihak dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Pernyataan internal KPK terlihat dari pernyataannya yang mempermasalahkan bahwa enam calon pimpinan (capim) KPK belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Pernyataan ini sangat aneh, mereka kan baru capim dan belum menjadi pimpinan KPK. Jika sudah menjadi pimpinan KPK bolehlah dipermasalahkan. Jika pun sudah menjadi pimpinan KPK, mereka tidak menyerahkan LHKPN sebenarnya tidak ada masalah karena tidak ada sanksi hukumnya,” ujar Neta.

“Sebab, ketentuan LHKPN itu tidak jelas untuk apa. Tapi anehnya ada pihak yang mempolitisasinya dan menjadikan LHKPN seperti hantu yang menakutkan,” sambungnya.

Menurut Neta, seharusnya pihak-pihak yang mempermasalahkan LHKPN itu menggugat KPK, kenapa status auditnya WDP (Wajar dengan Pengecualian), dan kenapa KPK menolak memberikan sejumlah dokumen yang dibutuhkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit keuangan lembaga antirasuah itu, seperti dokumen atau data-data barang sitaan tersangka korupsi, baik yang sudah dilelang maupun belum.

“Padahal menurut Ayat 1 Pasal 24 UU Nomor 54 Tahun 2004 menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana satu tahun enam bulan penjara atau denda Rp500 juta,” jelasnya.

Artinya, tambah Neta, dalam hal ini KPK harus berkaca bahwa dirinya saja tidak tertib administrasi hingga mendapat cap WDP, lalu kenapa pula harus mempersoalkan adanya enam capim KPK dari polisi yang belum menyerahkan LHKPN.

“Pansel KPK saja tidak mempersoalkannya. Dari sini terlihat bahwa ada internal KPK yang panik kuadrat tentang akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK,” ucap Ketua Presidium IPW ini.

Lebih lanjut dikatakan, padahal di era KPK pertama bisa disebut sukses karena dipimpin jenderal polisi Taufik Ruki. Saat menjabat pimpinan KPK, jenderal polisi ini juga tidak sungkan meringkus koleganya sesama polisi yang korupsi. Begitu juga dengan Irjen Bibit Samad Rianto, dan hingga kini Bibit terus aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi, meski sudah tidak di KPK, dengan cara mendirikan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK).

“Lalu kenapa ada internal KPK yang alergi dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Apakah mereka takut boroknya akan dibongkar kedua jenderal polisi yang akan menjadi pimpinan KPK tersebut,” tandas Neta. (*/oko)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *