HARIANTERBIT.CO – Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dinilai penyebaran berita bohong atau hoaks semakin mengkhawatirkan.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Gabriel Sujayanto menilai, saat ini sebagian masyarakat cenderung mengabaikan fakta. Bahkan, banyak juga yang enggan melakukan verifikasi kebenaran atas isu yang beredar.
Masyarakat yang termakan hoaks, kata Sujayanto, lebih mengutamakan kepercayaan atau keyakinan pribadi daripada logika dan fakta. “Semua berdasarkan keyakinan dan ideologi sehingga emosi menjadi yang utama,” ujar Sujayanto dalam sebuah diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (23/2/2019).
Lantas, bagaimana agar masyarakat dapat menangkal hoaks yang telanjur marak beredar melalui media sosial?
Menurut Sujayanto ada empat cara yang bisa dilakukan masyarakat atau pengguna media sosial untuk meredam penyebaran hoaks.
1. Periksa sumber berita
Sujayanto mengatakan, hal pertama yang harus dilakukan untuk menangkal hoaks adalah memeriksa sumber berita atau unggahan yang dibagikan. Umumnya, hoaks tidak memiliki sumber yang jelas. “Sumber berita hoaks itu tidak jelas,” ujar Sujayanto.
Setelah itu, periksa tanggal dari berita atau postingan. Sebab, kata Sujayanto, isu yang disebar seringkali merupakan postingan lama yang telah diunggah tiga bulan lalu, bahkan sudah menahun.
2. Periksa siapa yang menulis
Hal ini dilakukan terkait persoalan bias, sehingga masyarakat memahami konteks dari isu atau substansi yang disuguhkan oleh penulis.
3. Jangan hanya baca judul
Menurut Sujayanto, hoaks cenderung memakai judul yang cenderung bombastis dan provokatif.
Oleh karena itu, jika hanya membaca judul dari berita bohong atau hoaks, masyarakat tidak dapat memahami suatu isu secara keseluruhan.
Setelah membacanya, Sujayanto meminta masyarakat juga melakukan verifikasi dari konten yang disebarkan ke pihak yang berwenang.
4. Ciri hoaks: mengandung unsur SARA
Hal lain yag harus diperhatikan yakni ciri dari hoaks itu sendiri. Sujayanto mengatakan, hoaks biasanya mengandung isu suku, agama, ras dan antargolongan.
Ciri lainnya yakni penggunaan huruf besar dan huruf kecil yang tidak semestinya. Kemudian, di akhir postingan terdapat kata ‘sebarkan’ atau ‘viralkan’. (**)