HARIANTERBIT.CO– Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengingatkan, urusan pemecatan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Mayjen Dr dr Terawan Agus Putratanto harus dibahas lebih dahulu di ranah profesi kedokteran.
“Kasus dr Terawan tidak boleh menyeret ornanem kekuasaan. Saya heran dengan sanksi pemecatan yang diberikan kepada Terawan,” ungkap Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) menjawab awak media soal nasib dokter Terawan Agus Putranto yang dipecat organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesai (IDI).
“Maksud saya, Terawan kan dokternya presiden dan Kepala RSPAD Gatot Soebroto pula. Artinya kalau orang dipecat nangani presiden gimana? Kan itu harus dianggap persoalan serius,” kata politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Karena itu, Fahri mengimbau agar persoalan dr Terawan direkonsiliasikan di IDI sebagai organisasi profesi dokter seperti mungkin juga di asosiasi lainnya seperti lawyer, misalnya Peradi atau lainnya. “Jadi, itu yang harus dilakukan IDI atau lembaga terkait yang memberi sanksi kepada Terawan.”
Karena itu, Fahri mendorong Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI buka-bukaan soal permasalahan yang menimpa dr Terawan. Apalagi ini sudah melibatkan dokter pribadi presiden.
“Jadi, harus duduk dong menteri kesehatannya, direkonsiliasi mau apa ini. Tidak boleh intervensi hal yang sifatnya scientific. Tapi maksud saya, kalau ini dianggap dua aliran pemikiran ya aliran pemikiran.”
Menurut wakil rakyat dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, keduanya harus dipanggil apakah metode itu yang diuji di IDI. Sebab yang dia dengar ada tiga lapisan penguji, setelah itu baru metode ini di bawah ke kedokteran Rumah Sakit Umum.
“Tapi, itu tidak dilakukan. Jadi, dia jualan bahkan jadi bermasalah. Kadang kala, sebuah riset yang sukses itu diekpose, tapi yang gagal malah tidak diekpose atau tidak diumumkan. Akhirnya, justru yang menanggung beban itu adalah dokter-dokter umum juga,” kata Fahri.
Kalau mau disinkronkan, ungkap Fahri, jangan menggunakan otoritas kekuasaan, mengingat ada dua pertentangan antara aliran pemikiran kesehatan. Pertama, aliran yang alternatif seperti dr Terawan dan aliran baku seperti organisasi profesi seperti IDI.
“Biarkan teman-teman dokter ini secara profesi untuk membangun dialog dengan standar etika yang mereka punya, tapi jangan terlalu dipaksa oleh negara yang kemudian dapat menghilangkan akademik mereka,” kata dia.
Fahri mengharapkan agar profesi kedokteran bersifat aspiratif dan fair dalam melakukan dialog supaya terbuka, dan masyarakat tahu di Indonesia memiliki standar kedisiplinan tinggi untuk menjaga praktek kedokteran.
Seperti diberitakan Terawan dikenal sebagai dokter yang memperkenalkan metode cuci otak yang disebut DSA dan diklaim berhasil menyembuhkan penyakit stroke.
Namun, metode ini masih menuai kontroversi sejumlah kalangan terutama bagi profesi dokter syaraf. Karena itu, 23 Maret lalu MKEK mengeluarkan surat pemecatan Terawan sebagai anggota IDI. (ART)