APA MAKNA JOKOWI AKAN COPOT MENTERI YANG TIDAK CAPAI TARGET?

Posted on

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) yang mendapat amanah rakyat pada pemilu 2014 hampir pada setiap kesempatan menemui atau menyerahkan sertifikat tanah kepada masyarakat di daerah selalu mengatakan, bakal bertindak tegas terhadap pembantunya bila tidak becus mengurus kepentingan rakyat.

Pernyataan Jokowi yang disebar luaskan media elektronik, cetak termasuk media sosial itu tentu saja membahagiakan rakyat. Paling tidak, mereka yang punya asumsi, Jokowi adalah presiden amanah, peduli kepada rakyat dan tegas termasuk kepada para pembantunya.

Ya, memang sudah menjadi kewajiban pengemban amanah melaksanakan apa-apa yang telah dimandatkan rakyat sebagai pemberi amanah kepada dia. Apalagi di Indonesia karena presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Dalam Islam, jika seseorang diberi amanah, yang menerima mandat harus menjalankan atau melaksanakan. Jika tidak, tentu ada konsekuensi yang harus dia pertanggungjawabkan nantinya.

Bahkan disebutkan, haram surga tatkala seorang anak cucu Adam tidak melaksanakan amanah dan kepercayaan yang diberikan kepada dia. Apa lagi kalau amanah itu dibarengi imbalan harta dan tahta, maka wajib dia menunaikan janji karana ini merupakan Perintah Allah Sang Maha Pencipta.

Selaku mantan wakil rakyat di parlemen, pengiat pertanahan, tentu saja saya berharap ucapan yang keluar secara tulus dari hati sanubari Presiden Jokowi benar-benar dilakukan sehingga menjadi kenyataan.

Terkait dengan janji Presiden Jokowi kepada rakyak yang mentargetkan untuk menyerahkan tujuh juta sertifikat 2018 tentu disambut gembira oleh rakyat sebagai pemegang tunggal kedaulatan di negeri ini.

Tahun lalu saja, pemerintah melalui Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang dikomandani Sofyan Djalil diberi target menyelesaikan lima juta sertiikat tanah gratis untuk rakyat.

Namun, dibalik niat tulus Presiden Jokowi memberikan jutaan sertffikat tanah gratis kepada rakyat, muncul pertanyaan khususnya tentang begitu dahsyatnya prestasi yang dihasilkan Kementerian ATR/BPN.

Padahal Kementerian ATR/BPN yang dipimpin Sofyan Djalil tersebut awalnya hanyalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang tugas dan wewenangnya hanya sebagai pencatat administrasi pertanahan dalam negeri.

Pada pemerintahan Jokowi, lembaga ini berobah menjadi Kementerian serta ‘dipaksa’ menertbitkan sertifikat tanah untuk dibagikan kepada masyarakat secara gratis. Dan, jumlahnya sangat spetakuler.

“Alhamdulillah berhasil. Rakyat tentu bahagia. Dan, tentu ini yang harus serta patut diteruskan,” kata Presiden Jokowi bangga setelah menerima laporan Kementrian ATR/BPN yang diwakili Menko Perekonomian, Darmin Nasution di Pontianak, Kalimantan Barat beberapa bulan lalu.

Namun, dibalik itu sebagai pihak yang sering mengadvokasi rakyat dalam bidang pertanahan prihatin membaca berita banyaknya kasus penangkapan pejabat rendah di jajaran Kantor Pertanahan di daerah.

Katanya, pejabat itu tertangkap tangan. Terakhir ada berita kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Satgas Anti Korupsi atau apapun namanya terhadap pejabat rendah di Semarang yang merembet pada pejabat menengah,

Apa betul hal itu merupakan OTT,?? Benar atau tidak, Wallahu A’lam Bishawab. Hanya saja, saya menjadi terusik dengan fenomena tersebut. Di satu sisi prestasi yang di hasilkan begitu membanggakan, sedangkan pada sisi lain, banyak pejabat kelas bawah dikatakan tertangkap tangan.

Sepertinya ada kebobrokan moral anak bangsa di tataran bawah. Ada apa dengan lembaga yang menjadi tumpuan rakyat untuk memperoleh hak-hak dasar mereka sebagai seorang warga negara di negeri tercinta ini.

Setelah saya dalami hal itu, ternyata hanya merupakan dana urunan sesama pejabat rendahan dalam rangka memenuhi kebutuhan dana taktis operasiol mereka yang akhir-akhir ini sangat dinamis dengan adanya program PTSL dan Perintah Kerja Kerja Sang Presiden.

Belum berapa lama berselang, Sang Presiden menyerahkan puluhan ribu sertifikat tanah yang dipusatkan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Hiruk pikuk kegiatan di Semarang membuat Kantor Pertanahan Kota Semarang memaksakan diri harus bebenah memperbaiki kinerja baik pekerrjaan rutin maupun pekerjaan tambahan.

Pekerjaan mereka semakin bertambah karena juga melayani kehadiran Sang Presiden yang diikuti dengan hadirnya sejumlah pejabat Kementerian ATR/BPN, termasuk beberapa pejabat Pemerintah Pusat yang mengikuti rombongan presiden.

Yang menjadi pertanyaan apakah kegiatan itu semua gratisan, dari mana sumber dananya? Mungkin saja dalam acara itu dana tidak terduganya jauh lebih banyak dari yang dianggarkan.

Yang menjadi perhatian saya, tentu karena ditangkapnya Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang, Sriyono. Kenapa itu bisa terjadi kepada seorang pejabat tingkat bawah yang baru saja mendapat pujian atas prestasinya?

Apa hal ini juga terjadi dan bahkan bisa terjadi kepada para pejabat BPN di tingkat bawah lainnya di seluruh pelosok tanah air? Jangan-jangan karena oknum yang berlabel Satgas Anti Korupsi sudah mencium jauh-jauh hari terjadi penyimpangan dan penggunaan anggaran pada setiap Kantor Wilayah yang mendapat giliran penyerahan sertifikat tanah oleh Presiden?

Dapat dipastikan akan ada bagi-bagi uang cukup besar yang entah dari mana sumbernya. Maklumlah yang akan datang adalah Sang Presiden. Ibarat kata pepatah ‘Di Mana Ada Gula Di Situ Pasti Ada Semut’.

Jika hal ini benar adanya, sebagai penggiat dan pemerhati pertanahan, saya tentu prihatin dan kecewa. Jangan sampai kebahagian, kebanggaan seorang Presiden berada di atas penderitaan orang lain khususnya petugas/Pegawai Rendahan Kementrian ATR/BPN ditingkat Daerah.

Untuk itu, patut dilakukan evaluasi dan kajian tentang Program PTSL ini agar tidak sampai disalah gunakan orang-orang tertentu khususnya pejabat tinggi di tingkat Pusat, mengingat program mulia yang digagas Presiden Jokowi ini dibiayai sangat besar oleh APBN yang berarti itu adalah uangnya rakyat Indonesia.

H Anhar Nasution
Ketua umum LSM FAKTA
Anggota DPR RI 2004-2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *