HARIANTERBIT.CO – Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ecky Awal Muharram mengingatkan pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan persoalan terkait pembangunan infrastruktur.
Pemerintah Jokowi, kata wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Barat III yakni Cianjur dan Kota Bogor itu, harus mengevaluasi dengan isu yang menghantui pembangunan infrastruktur yaitu utang, keselamatan serta tenaga kerja lokal.
Pembangunan infrastruktur, lanjut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang ekonomi tersebut, telah digadang-gadangkan sejak awal Kabinet Kerja berkuasa.
Dengan pembangunan infrastruktur tersebut, pemerintah yakin mencapai pertumbuhan ekonomi meroket (rata-rata 7 persen per tahun). Ini juga mencapai syarat agar konektivitas nasional semakin kuat.
Dijelaskan, memang infrastruktur dibutuhkan, karena ekonomi kita tidak berjalan efisien. Infrastruktur buruk menyebabkan high cost economy, sehingga daya saing kita jauh di bawah negara sekawasan.
“Namun, dalam perkembangannya, pembangunan infrastruktur tersebut tidak berjalan mulus. Pertama terkait dengan kecukupan dana. Sejak 2015 pemerintah telah memotong belanja subsidi dan menaikkan belanja modal.”
Namun, itu tak cukup memenuhi target pembangunan infrastruktur sebab kalkulasi pemerintah diperlukan sekitar Rp 5.000 triliun pembangunan infrastruktur 2015-2019.
“Pada 2018, secara total anggaran infrastruktur sebesar Rp 410 triliun. Tentu, ini masih jauh dari kebutuhan dan pada gilirannya mencetak utang dan keuangan negara makin rentan terpapar risiko fiskal,” jelas Ecky dalam rilis yang diterima Harianterbit.co, Sabtu (10/3).
Kedua, pembangunan infrastruktur juga terusik oleh maraknya kecelakaan kerja. Sepanjang 2017 misalnya, telah terjadi 7 kali kecelakaan pada Proyek Strategis Nasional (PSN) sedangkan pada 2018 sudah terjadi 5 kali kecelakaan.
“Kok seperti dikebut ya? sehingga muncul pertanyaan terhadap kualitasnya. Padahal infrastruktur harus dapat digunakan untuk jangka panjang ” papar Ecky.
Ecky juga menyoroti masalah rendahnya keterlibatan tenaga kerja lokal (Indonesia-red) pada proyek infrastruktur. Ini cukup dramatis, karena pemerintah sudah menggenjot proyek-proyek infrastruktur tetapi tenaga kerja lokal yang terserab minim.
“Kalau kita lihat data BPS, penyerapan tenaga kerja hanya 8,14 jutaan per Agustus 2017. Dan, justru turun 8,21 juta dari Agustus 2015. “Jadi, apa gunanya jika proyek-proyek infrastruktur tidak membuka lapangan kerja bagi rakyat. Masa pekerja kasar saja harus impor,” demikian Ecky Awal Muharram. (ART)