
HARIANTERBIT.CO – Pada saat ada operasi kepolisian berkaitan dengan penegakan hukum yang dipermasalahkan selalu saja ancamannyalah, larangannyalah, dan sebagainya. Hal tersebut merefleksikan budaya yang hanya mengabaikan keselamatan. Lupa bahwa sumber daya manusia aset utama bangsa. Lupa bahwa hukum merupakan refleksi budaya bangsa, lupa bahwa lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan.
Hukum yang merupakan standar peradaban semestinya bangga mematuhi, justru diputarbalikkan menjadi hantu untuk mengancam menakut-nakuti. Media pun lebih senang mengulas ancamannya, enggan mencerahkan di bidang keselamatan. Bad news is good news? Kalau itu menjadi jualannya, betapa malunya kita sebagai bangsa yang beradab di era digital.
Goreng-menggoreng melempar isu yang tidak mencerahkan menjadikan opini-opini publik menjadi simpang-siur. Media yang mencerahkan akan berupaya:
- Memberitakan sesuatu yang menginspirasi.
- Berani menyatakan dan mengatakan kebenaran, bukan melakukan dan mencari pembenaran.
- Mendorong orang lain berbuat baik, ini ada transformasi ke arah pembudayaan.
- Memberikan hiburan, bukan menggaduhkan.
Keempat poin di atas memang sering dianggap tidak menjual. Kemanusiaan, keselamatan mungkin dianggap berita sampah, berita yang tidak menjual. Hal-hal yang kontroversial dan provokatif. Sesuatu yang biasa saja bisa dijadikan hal luar biasa walaupun malah memamerkan ketololannya. Ini tentu keselamatan dan membangun budaya tertib atas dasar kesadaran menajdi terabaikan, atau seakan-akan tidak dibutuhkan.
Hukum dijadikan hantu pelarangan dan pengancaman. Lupa bahwa hukum adalah peradaban yang dibuat untuk menyelamatkan, mencegah kecelakaan, mengatasi masalah kemacetan, membangun budaya patuh hukum, tertib berlalu lintas atas kesadaran, melindungi mengayomi pengguna jalan agar aman, selamat, tertib, lancar, agar ada kepastian penyelesaian masalah, dan menajdi bagian dari edukasi. (*)