HARIANTERBIT.CO–Presiden Joko Widodo (Jokowi) mentargetkan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) 2018 dapat membagikan tujuh juta sertifikat tanah kepada masyarakat.
Target itu disampaikan Presiden Jokowi ketika memberikan sambutan sebelum menyerahkan 4.500 sertifikat tanah untuk masyarakat Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah di Desa Hatu, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Rabu lalu.
Ketika itu Presiden didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengancam, bakal mencopot Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil sebagai pembantunya jika yang bersangkutan tidak mampu memenuhi target, menyelesaikan tujuh juta sertifikat.
“Saya akan copot,” tegas Jokowi. Dan, ucapan Presiden itu disambut tepuk tangan riuh masyarakat dalam acara yang ditayangkan melalui siaran langsung televisi, berbagai media elektronik dan media sosial (medsos) itu.
Ya, memang memiliki sertifikat bidang tanah menjadi dambaan masyarakat sebagai bentuk dari kepemilikan mereka terhadap tanah air tercinta ini, apalagi kalau itu diperoleh dengan gratis. Namun, hal itu perlu dicermati dan diawasi dalam pelaksanaan sertifikasi tanah untuk rakyat.
Soalnya, Jokowi tidak hanya sekedar berjanji kepada masyarakat. Namun, perangkat termasuk anggaran untuk memenuhi target tujuh juta sertifikat tanah buat masyarakat itu juga sudah disediakan.
Komisi II DPR RI sebagai mitra kerja Kementerian ATR/BPN mendukung target itu dengan jalan menyetujui anggaran Rp 9,6 triliun. Itu adalah uang rakyat yang jumlahnya tidak sedikit. Pemanfaatannya harus diawasi DPR sebagai lembaga pengawas yang ditunjuk rakyat. Peruntukkannya harus sesuai yakni buat kepentingan dan kesejahteraan rakyat semata.
Keterangan yang didapat, dana sebesar itu sudah dicairkan dan dibagikan ke Kantor Wilayah (Kanwil) sesuai perencanaan kebutuhan penerbitan tujuh juta sertifikat tanah untuk rakyat, seperti janji Jokowi.
Menanggapi target tujuh juta sertifikat tanah buat rakyat seperti dijanjikan Jokowi, Ketua Umum Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan (Fakta), H Anhar Nasution kepada awak media, Sabtu (17/2) mengaku, mendukung langkah pro rakyat itu.
Namun, dalam pelaksanaannya perlu diawasi. Karena target tujuh juta sertifikat itu adalah proyek yang menelan biaya cukup besar yakni Rp 9,6 triliun, jauh lebih besar dari pada proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronika yang sempat membuat gaduh politik negeri ini.
Berkaca kepada kinerja Kementerian ATR/BPN belakangan ini, Anhar sangat tidak yakin walau sudah tersedia anggaran cukup besar, Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil bakal mampu menyelesaikan tujuh juta sertifikat sesuai target yang diucapkan Presiden Jokowi di depan masyarakat Maluku.
Ketidak yakinan Ketua Panitia Kerja (Panja) Pertanahan Komisi II DPR RI 2004-2009 itu sangat beralasan. Soalnya, tujuh juta sertifikat tanah seperti yang disampaikan Jokowi bukanlah jumlah yang sedikit.
“Bagaimana mungkin Kementrian ATR/BPN RI menyelesaikan tujuh juta sertifikat tahun ini, kalau tahun lalu saja dari lima juta yang ditargetkan hanyadiselesaikan tiga juta, jauh dibawah jumlah yang ditargetkan.”
Yang sangat memalukan tentu saja ketika Menko Perekonomian Darmin Nasution memberi keterangan saat penyerahan sertifikat buat masyarakat di Pontianak akhir 2017.
Darmin dengan bangga menyatakan, Kementrian ATR/BPN telah berhasil menyelesaikan lima juta sertifikat sepanjang 2017. Laporan tersebut tentu mendapat sambutan dan senyum bahagia dari Presiden Jokowi.
“Yang menjadi pertanyaan masyarakat, kenapa Darmin sebagai Menko melaporkan itu kepada Jokowi, bukan Menteri ATR/BPN RI. Ini kan aneh dan ada keganjilan karena laporan itu menyangkut masalah teknis di kementerian,” kata Anhar.
Soalnya, temuan Fakta di lapangan, ungkap Anhar, ternyata tidak 100 persen dari target lima juta sertifikat itu diselesaiakan Kementerian ATR/BPN. “Hanya 60 persen dari target lima juta sertifikat itu terpenuhi. Itu artinya, hanya sekitar tiga juta lembar sertifikat,” ulang dia.
Sebagai pihak yang peduli keluhan masyarakat soal pertanahan, Anhar prihatin dengan kondisi itu karena ada pembantu Presiden Jokowi hanya bekerja Asal Bapak Senang atau ABS, bukan sungguh-sungguh melayani rakyat seperti yang diperlihatkan kepala negara tiga tahun merintah.
Anhar menduga, Kementrian ATR/BPN RI telah memanipulasi data serta membuat laporan palsu alias pembohongan publik. Dalam hal ini tentu saja termasuk Menko Perekonomian, Darmin Nasution dibohongi.
Pembohongan itu juga menjebak Presiden Jokowi untuk berkata bohong kepada publik dan rakyat Indonesia. Padahal, presiden hanya menerima laporan dari pembantu tidak profesional dan tak amanah menjalankan tugas negara yang diembankan kepada dia.
Yang sangat disayangkan, Fakta menduga, laporan itu hanya dibacakan saja Menko Perekonomian Darmin Nasution. Padahal kuat dugaan bahwa laporan itu disusun Lin Cen Wee, Tenaga Ahli Menko Perekonomian yang juga Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN RI.
“Bagaimana bisa satu orang menjadi tenaga ahli di dua kementerian. Kalau benar, itu berarti manusia super di negeri ini dan menerima dua kali gaji dari lembaga Pemerintah. Apakah itu bukan korupsi namanya?
Kalau benar Kementerian ATR/BPN berusaha memenuhi target tujuh juta sertifikat tahun ini, kata Anhar, harusnya mulai Pebruari seharusnya sudah dilakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yakni semacam penyuluhan kepada masyarakat.
Kenyataan di lapangan, jangankan PTSL, perencanaan untuk itu saja belum ada. “Karena itu, Fakta sangat tidak yakin keinginan dan niat tulus Presiden Jokowi bakal terwujud karena 2018 adalah tahun politik dimana pemerintah bakal disibukan dengan Pilkada Serentak dan Pemilihan Legislatif dan Pilpres 2019.”
Presiden Jokowi yang relatif masih muda dan merupakan ‘majikan’ Menteri ATR/BPN RI adalah tokoh politik yang sangat mungkin punya ambisi besar mengikuti jejak seniornya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden dua periode. “Namun, melihat kenyataan yang ada, sangat tidak mungkin sertifikat tanah untuk rakyat ini menjadi salah satu biduk Pak Jokowi pada Pilpres 2019.”
Apalagi, lanjut Anhar, saat ini jajaran Kementerian ATR/BPN berada dalam kondisi tidak solid untuk mendukung kinerja Sofyan Djalil sebagai Menteri. Soalnya, tidak sedikit para senior Kementrian itu yang terluka dan sakit hati karena perlakuan Sofyan Djalil yang mengusulkan kepada Jokowi agar jabatan Sekjen Kementrian ATR/BPN diisi kalangan profesional non PNS.
Itu artinya, sama saja Sofyan Djalil menganggap di lembaga yang dia pimpin tidak ada yang mampu dan profesional untuk menduduiki jabatan Sekjen. Padahal, Sekjen adalah jabatan karir yang didambakan setiap PNS karena itu adalah jabatan tertinggi seorang PNS dalam berkarir.
“Komplikasi dan kondisi kronis di Kementrian ATR/BPN yang membuat kami berkeyakinan bahwa ucapan Jokowi membagikan tujuh juta sertifikat 2018 tidak bakal terwujud.”
Untuk target tujuh juta sertifikat tercapai dan bisa menjadi salah satu biduk Jokowi menatap kekuasaan periode kedua, presiden perlu mengambil langkah antisipasi dengan melakukan evaluasi ke Kanwil seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, NTT, Kalsel, Kalbar dan daerah lainnya.
“Kami dari Fakta menduga daerah itu terjadi penggelembungan laporan jumlah penerima sertifikat. Selain itu, juga perlu segera di audit laporan keuangan yang telah menghabiskan dana Rp 6,3 triliun guna menyelesaikan lima juta sertifikat. Padahal, kenyataannya hanya 60 persen tercapai,” demikian Anhar Nasution. [ART]