HARIANTERBIT.CO– Ketua Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan (Fakta), H Anhar Nasution menilai, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil tidak paham atau kurang memahami persoalan penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (Hpl).
Itu dikatakan Anhar yang juga pimpinan Panitia Kerja (Panja) Pertanahan Komisi II DPR RI 2004-2009 kepada Harianterbit.co melalui WhatsApp (WA), Minggu (14/1) menanggapi permintaan Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan untuk membatalkan sertifikat HGB pulau reklamasi yang sudah diterbitkan Kementerian ATR/BPN.
Menyimak ucapan Anis ketika pelantikan Dewan Masjid Indonesia (DMI) oleh wakil Presiden Jusuf Kalla di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (12/1), kata Anhar, Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, sebelumnya dia sudah mengirim surat permohonan Pembatalan Sertipikat Pulau D kepada Mentri ATR/BPN RI Sofyan Djalil.
Bahkan Anis menjelaskan, sebelum mengirim permohonan pembatalan, dia sudah menjumpai dan berkonsultasi dengan Sofyan Jalil. Dalam pertemuan itu, Menteri ATR/BPN ini menyarankan agar Anis mengajukan permohonan pembatalan kepada Kementerian ATR/BPN.
“Jadi, atas saran dan arahan Sofyan Djalil, Anis lantas melayangkan surat permohonan itu kepada Kementerian ATR/BPN,” ungkap Anhar menirukan ucapan Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 tersebut.
Jika kita menyimak dengan cermat kasus ini, lanjut Anhar, bakal terlihat jelas bahwa pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabinet Kerja untuk Kementerian ATR/BPN tersebut kurang memahami persoalan atas penerbitan HGB diatas Hpl.
Selain itu, yang bersangkutan juga kurang paham etika pemerintahan atau mungkin ‘kalap’ atau bingung untuk menjawab surat resmi dari instansi pemerintah seperti yang dikirim Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang ditandatangani Gubernur Anis Baswedan.
“Buktinya, surat permohonan pembatalan HGB yang dikirim Pemprof DKI Jakarta sebagai instansi resmi pemerintah dijawab Sofyan Djalil dengan cara menggelar jumpa pers,” kata Anhar.
Namun, jelas wakil rakyat 2004-2009 dari Dapil Provinsi Aceh tersebut, ada dugaan jika Sofyan Djalil paham etika itu tetapi sengaja menjawabnya dengan melakukan siaran pers.
Hal tersebut kemungkinan dengan maksud bakal menimbulkan dampak politis dan membuat kegaduhan politik baru di tanah air dengan sasarannya Presiden Jokowi tidak mampu mengatur manajemen pemerintahan.
“Jadi, saya melihat ada usaha dari Sofyan Djalil untuk menyeret-nyeret Presiden Jokowi ke ranah reklamasi Pulau di pantai utara Jakarta. Karena itu, persoalan ini perlu ditindaklanjuti.”
Jangan sampai Presiden yang sudah berjuang susah payah untuk mensejagterakan rakyat terseret-seret kepada persoalan beliau tidak mengetahui dan mengikutinya.
Menurut pengetahuan saya, lanjut Anhar, terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHBG) di atas Hpl tidak salah dan sah secara hukum. Bahkan Negara memberi kewenangan kepada instansi Pemerintah yang memegang Hpl tersebut untuk memanfaatkan termasuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga.
Namun, yang perlu diperhatikan untuk terbitnya SHGB perlu ada perjanjian antara pemegang Hpl dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta dengan penerima Hak Guna Bangunan (HGB).
Dalam perjanjian itu diatur antara lain hak dan kewajiban pemegang HGB diantaranya Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang mengatur Fasilitas Sosial (Fasos), Fasilitas Umum (Fasum) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Setelah kesemua itu terpenuhi, selanjutnya dibuatkanlah Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur dan memayungi pelaksanaan pembangunan diatas HGB tersebut.
Untuk lahirnya Perda yang mengatur pemanfaatan pulau reklamasi tersebut telah jatuh korban mantan yakni anggota DPRD DKI dan pihak pengembang. Mereka telah di vonis penjara.
Itu artinya, Perda atas pulau reklamasi tersebut belum terbit. Kalaupun ada, kata Anhar, pastilah cacat hukum. “Bahkan lebih aneh lagi, kenapa sudah terbit SHGB yang luasnya sama dengan luas Hpl yakni 31,2Ha.
“Bagaimana bisa diterima akal sehat. Dari sini, saya berkesimpulan bahwa proses penerbitan HGB diatas Hpl itu salah dan melawan hukum karena Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No: 1 tahun 77 jo Permen Agraria/kbpn No: 9/1999 Tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Nrgara dan Hak Pengelolaan.”
Dapat dipastikan, jelas Anhar, seorang pejabat pemerintah yang telah melakukan pelanggaran hukum mengarah kepada penyalahgunaan jabatan dan berindikasi kuat memperkaya orang lain.
“Sanksi hukum pidananya sangat berat. Untuk itu, kami dari LSM Fakta mendesak aparat penegak hukum dalam Hal ini Kejaksaan Agung dan KPK segera bertindak, mengusut kasus ini,” demikian Anhar Nasution. [AR]