SULITNYA MENGIMPLEMENTASIKAN YANG BARU?

Posted on
Brigjen Pol Chryshnanda Dwi Laksana

HARIANTERBIT.CO – Zona nyaman memang memabukkan, membuat lelah dan malas berpikir. Copy paste, mengulang-ngulang yang sudah ada, yang sudah jalan. Sesuatu yang baru dan penuh tantangan tidak menarik bahkan dianggap ancaman. Walaupun yang baru lebih menjanjikan dan ada harapan serta kepastian. Keengganan menerima hal-hal baru merefleksikan betapa berat dan sulitnya mereformasi, memodernisasi apalagi mengubah mind set dan culture set.

Sesuatu ide atau gagasan baru biasanya akan dipatahkan disangkal yang bahasa Jawanya dikatakan ngedas-ndasi untuk digagalkan. Kalimat-kalimat yang sering muncul: “sudahlah ikuti saja, ini sudah bagus tidak perlu diubah-ubah”. Kaum ngendas-ndasi ini kaum apatis dan kaum malas dan lelah berpikir. Kalau kerja klabrakan bagai ayam dilempar dalam kolam atau sungai. Cara kerja klabarakan jelas tidak sistematis, ibarat baca buku yang tanpa daftar isi dan halaman serta tersusun secara serampangan. Hal-hal lain yang ditunjukkan adalah rasa ketakutan kehilangan hak-hak istimewanya (previledge).

Apalagi tatkala hal baru itu menggunakan sistem elektronik yang terhubung/online dan terintegrasi. Jelas-jelas langsung menolak. Mengapa demikian karena sistem-sistem elektronik yang terintegrasi ini ibarat ngathoki tuyul. Tuyul makhluk mitologi yang dikenal suka mencuri uang dan proses pencuriannya tuyul selalu telanjang. Tatkala tuyul kathokan atau bercelana tentu akan ketahuan. Sistem-sistem E dan smart ini program ngathoki tuyul yang kerennya dikatakan antikorupsi.

Kesulitan di dalam memodernisasi atau memperbaharui yang sudah mapan atau nyaman ibarat menggeser batu sebesar rumah dengan tenaga manusia dengan cara manual. Mungkin ekstremnya mendorong mobil di tanjakan di hand rem dan rodanya kotak.

Membuat orang mau menerima perubahan ini tidaklah cepat karena antar tidak tahu dan tidak mau ini bercampur. Sehingga diperlukan adanya kebijakan pimpinan yang koansisten dan konsekuen, menyiapkan tim transformasi sebagai tim kendali mutu atau tim back up, menyiapkan master trainer dan trainer, dilakukan terhadap orang-orang atau kelompok-kelompok visioner yang memiliki spirit perubahan, didukung dengan sistem-sistem atau infrastruktur yang sesuai dengan konteksnya, membuat program-program unggulan yang disosialisasikan terus-menerus, diterapkan melalui pilot project, senantiasa ada monitoring dan evaluasi serta diterapkan sistem reward and punishment, dibuat pola-pola pengembangan untuk yang baru atau peningkatan kualitas.

Mau dan mampu inilah harapan terjadinya perubahan ada yang baru diberi ruang untuk hidup dan berkembang. Yang antipati dan ngendas-ndasi memang itulah kaum mapan dan nyaman yang lelah dan malas berpikir sehingga untuk menutupi ketidakmampuannya/ketidaktahuannya atau ketidakmauannya dengan menunjukkan sikap tidak mau tahu dan jurus-jurus pokok e dikeluarkan untuk menggagalkan. (*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *