HARIANTERBIT.CO – Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dapat dibuktikan dengan adanya berbagai makalah kebahasaan dan kesastraan yang dikirimkan kepada panitia. Oleh karena itu, panitia berusaha akan menerima semua makalah untuk disajikan pada seminar.
Akan tetapi, dengan mengacu pada kriteria sistematika penulisan karya ilmiah makalah yang dapat memenuhi kriteria itu hanya sebanyak 53 makalah dengan rincian, 30 makalah untuk bahasa, dan 23 makalah untuk sastra.
“Hal penting lain dari Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SNBS) ini adalah dilakukannya pengukuhan Pengurus Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) Cabang Kemendikbud oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai ketua umum Himpenindo,” kata Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Prof Dadang Sunendar MHum, dalam sambutannya saat acara pembukaan seminar yang mengambil tema “Mengukuhkan Fungsi Bahasa dan Sastra untuk Memperkuat Jati Diri Bangsa”, di Aula Sasadu, Gedung Samuda Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (5/12).
“Pembentukan Himpenindo Cabang Kemendikbud sangat penting, mengingat amanat Peraturan Pemerintah (PP) 11 Tahun 2017 yang mewajibkan seluruh instansi pemerintah yang mempunyai jabatan fungsional tertentu wajib mempunyai organisasi profesi,” sambungnya.
Di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud profesi peneliti sangat dominan, karenanya Pengukuhan Himpenindo Kemendikbud diprakarsai dan dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Dadang mengatakan, Indonesia berupaya mengelola keragamannya, mengakui akar kemaritimannya, serta memanfaatkan bonus demografinya dalam konteks globalisasi, pembangunan, dan bahkan tekanan politik. Untuk membangun Indonesia, nilai-nilai nasional harus diimbangin dengan budaya setempat.
“Selain itu, keragaman budaya bangsa harus dipupuk dan pada saat yang sama mengemukakan visi yang kuat dan terpadu serta mengutamakan stabilitas,” tuturnya.
Untuk tujuan tersebut, lanjut Dadang, bahasa sangat diperlukan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi tentang cara bahasa digunakan dan bagaimana pengaruhnya terhadap budaya merupakan hal yang penting. Kompleksitas situasi linguistik di Indonesia perlu di pertimbangkan secara cermat.

Presentasi ini menggunakan kerangka sosiolinguistik untuk memahami proses penggunaan bahasa, yaitu pilihan bahasa.
“Secara geografis, Indonesia menunjukkan potret kebahasaan yang sangat beragam dan berbeda antara wilayah barat dan wilayah timur. Dengan demikian kontak bahasa merupakan fenomena yang tak terelakkan, bila terjadi kontak bahasa, pilihan bahasa menjadi isu penting. Gambaran pilihan bahasa di Indonesia juga beragam bahasa berbeda-beda di daerah perkotaan, daerah pedesaan, dan daerah perbatasan,” papar Dadang.
Lebih lanjut Dadang menjelaskan, gambaran legislatif tentang bahasa memiliki klasifikasi yaitu, bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing yang terlepas dari ketiga klasifikasi tersebut, ada satu jenis bahasa lagi yang digunakan penduduk setempat sebagai linguafranca.
“Jadi, dalam kondisi multibahasa ini, pilihan bahasa mungkin dilakukan adalah antara bahasa Indonesia, bahasa linguafranca, satu atau lebih bahasa daerah, dan juga mungkin bahasa asing yang masih bisa diperdebatkan,” pungkas Dadang. (*/dade/rel)