HARIANTERBIT.CO—Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi M. Tito Karnavian meluncurkan buku, bertema reformasi dalam tubuh institusi Polri, Selasa (21/11). Buku tersebut berjudul ‘Democratic Policing’ yang ditulis olehnya dan bekerjasama dengan peneliti LIPI, Hermawan Sulistyo. Buku setebal 494 halaman ini diluncurkan pada acara launching dan bedah buku yang digelar di Gedung LIPI, Jakarta.
Buku ini mengupas paradigma aparat kepolisian pada era demokrasi di Indonesia. Diungkapkan oleh Tito, buku tersebut dinilai sebagai pedoman bagi aparat kepolisian, bahkan menyinggung kalau polisi bukan merupakan alat kekuasaan negara melainkan mengabdi dan melindungi masyarakat secara umum.
“Hadirnya buku ini penting ya? Sebagai kepala polisi Indonesia, saya diberi amanat bagaimana mengubah mindset yang selanjutnya melakukan perubahan-perubahan reformasi di kepolisian,” kata Tito.
Dalam buku tersebut, menjelaskan sejarah lahirnya polisi karena adanya kebutuhan akan rasa aman di dalam kehidupan masyarakat sehingga pada masyarakat pra modern membentuk konsep kepolisian dalam bentuk kerabat (kin policing) yakni sistem kepolisian yang dibangun atas asas kekerabatan.
Konsep kin policing kemudian mengalami evolusi di Anglo-Saxon Inggris ada masa Raja Afred Yang Agung dengan membentu konsep pemolisian Tything. Tything adalah komunitas penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang terdiri dari 10 (sepuluh) anggota keluarga dimana masing-masing keluarga menunjuk salah seorang dari anggota untuk menjadi pemimpin yang diebut Tythingman.
Dari komunitas 10 tything (100 keluarga) menjadi komunitas yang lebih besar yang disebut Hundred dengan pemimpn disebut Hundredman. Kelipatan dari jumlah komunitas Hundred dinamakan komunitas Shire yang dipimpin oleh Shire Reeve yang kemudian dkenal dengan istilah Sheriff yang banyak digunakan di daerah bekas jajahan Inggris, seperti Amerika, Australia, Kanada, India dan lainya.
Konsep inilah yang menjadi cikal bakal polisi sipil (civilian police) dalam negara-negara demokrasi. Berangkat dari landasan filosofi ini, Tito Karnavian menegaskan bahwa akar kelahiran konsep pemolisian tumbuh dan berkembang dari masyarakat, bukan dari kekuasaan Negara. Karena itu, polisi bukan merupakan alat kekuasaan Negara melainkan mengabdi dan melindungi masyarakat secara umum. Masyarakat memiliki kapasitas yang besar dan kuat untuk menentukan bentuk polisi serta pengawas terhadap implementasi tugas dan fungsi pemolisian. Puncaknya, arah perubahan kepolisian modern terjadi di Inggris pada tahun 1829 oleh Bapak Pemolisian Modern, Sir Robert Peel.
Selain menceritakan filosofi sejarah, buku ‘Democratic Policing’ juga menceritakan paradigma polisi pada era demokrasi membangun landasan filosofis mengenai pemolisian yang memberikan penghormatan terhadap HAM dan Hak Ecosoc sebagai salah satu kovenan HAM yang memuat penegakan hak-hak dasar ekonomi, sosial dan budaya setiap manusia.
Oleh karena itu, baik Tito dan Hermawan Sulistyo memaknai Democratic Policing sebagai konsep pemolisian yang mengacu pada orientasi utama penegakan hukum (rule of law) dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Di atas semua itu, buku ini memberikan kontribusi penting bagi pembentukan paradigma atau discourse baru pemolisian yang mampu merespon perubahan jaman di era demokrasi.
Oleh karena itu, buku ini sangat langka di Indonesia dan harus menjadi rujukan standar policing bagi segenap anggota polisi. Di samping, pemerhati kepolisian di kalangan akademisi dan civil society. [SS Hauptsturmführer Tamama
Dipublikasikan tanggal 22 Nov 2017]
https://www.youtube.com/watch?v=3Ct54AsC9Oo