ECKY: JANGAN BEBANI RAKYAT DENGAN PAJAK

Posted on

HARIANTERBIT.CO– UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) harus dipastikan tidak membebani rakyat. PNBP tidak menjadikan negara bebas mengambil pungutan atas pelayanan yang diberikan kepada rakyat.

Objek PNBP, jelas anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ecky Awal Mucharam, selama ini adalah pelayanan publik yang diberikan negara mulai dari bersifat kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan hingga administratif.

“Kita harus jeli merumuskan, jangan sampai UU PNBP menjadi celah buat pemerintah untuk guna mengurangi tanggungjawab menyediakan pelayanan publik yang prima,” kata wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Barat terebut, Rabu (8/11).

Sebab, kata laki-laki kelahiran Cianjur 19 Maret 1969 itu, pelayanan publik merupakan amanah konstitusi sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Idealnya pelayanan publik, jelas Ecky, disediakan oleh negara secara cuma-cuma. Namun, jika kemampuan negara belum memungkinkan, ada ruang di mana pengguna layanan dapat diminta kontribusi untuk membiayai sebagian layanan tersebut.

“Nah secara prinsip Fraksi PKS DPR RI ingin agar kontribusi tersebut seminimal mungkin. Bahkan jika betul-betul diperlukan saja untuk meningkatkan kualitas layanan,” ujar Ecky.

Ditambahkan, selain meminimalisasi pungutan PNBP atas pelayanan publik, PKS juga ingin mengoptimalkan PNBP dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki Indonesia seperti pertambangan, panas bumi, kehutanan, kelautan dan perikanan.

“PKS memandang optimalisasi PNBP dari sektor-sektor ini sebagai operasionalisasi dari Pasal 33 UUD 1945. PNBP SDA juga penting untuk sustainability atau keberlanjutan pembangunan, mengingat sebagian besar objek pungutannya dari sektor yang ekstraktif atau tak terbaharui,” terang Ecky.

Seperti diketahui, selama ini PNBP SDA masih jauh dari potensi yang dimiliki. Dua tahun terakhir, PNBP SDA berkontribusi kurang dari setengahnya PNBP.

Di 2015 hanya Rp101 triliun dari Rp256 T PNBP, dan di 2016 anjlok hingga Rp65 triliun dari PNBP Rp262 triliun. Salah satu contoh kasus terkait PNBP SDA ini ialah temuan dari hasil audit BPK mengenai tunggakan Rp 21 triliun dari lima perusahaan tambang.

“Tunggakan tersebut berasal dari tagihan negara berupa dana hasil produksi tambang batubara (DHPB) atau royalti hasil tambang,” demikian Ecky Awal Mucharam. [ART]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *