BANGKRUT

Posted on
Brigjen Pol Crisnanda Dwi Laksana

HARIANTERBIT.CO – Apa yang menyebabkan kebangkrutan? Mungkinkah suatu negara bangkrut? Bangkrut disebabkan karena dianggap sudah hilang atau tidak ada lagi, karena kemampuan atau dayanya sudah tidak mampu lagi melakukan sesuatu yang dianggap berguna bagi sesamanya. Ibarat petinju terpukul knock out dan tidak mampu bangkit berdiri lagi. Dalam konteks negara, penyebab kebangkrutan salah satu faktor utamanya adalah sumber daya manusia (SDM).

Dalam konteks negara, SDM tidak hanya sebatas pemimpin dan aparaturnya, melainkan juga masyarakat kebanyakan. Namun demikian, pemimpin dan para aparaturnya tetap memiliki peran paling besar dalam menentukan maju atau bangkrutnya suatu negara. Karena kekuasaan kewenangan pendominasian dan penggunaan sumber-sumber daya ada di tangan mereka. Salah satu faktor kebangkrutan yang paling utama adalah korupsi.
Mengapa korupsi? Karena pada tindakan-tindakan korup ini menjadikan mental bangsanya menjadi sakit. Kesakitan mental suatu bangsa ini sama dengan kegilaan atau tidak lagi memikirkan hal-hal yang waras atau tindakan-tindakan keliru dan menyengsarakan, hingga membunuh dianggap sebagai kebenaran bahkan dibanggakan. Sebagai contoh saja para aparaturnya di dalam bekerja melakukan mark up penggunaan anggaran, memeras rakyatnya, menerima suap atas tindakan-tindakan ilegal, bekerja sama dengan kelompok-kelompok mafia untuk menguras sumber daya bangsanya, membuat kebijakan yang menguntungkan pribadi atau kroninya, pendekatan-pendekatan kinerja di dalam birokrasi dengan pendekatan personal yang dilandasi uang sebagai pelumasnya, adanya monopoli atau pendominasian sumber daya tanpa memikirkan kesejahteraan banyak orang, menyalahgunakan kewenangan atas penggunaan sumber daya untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dan sebagainya. Hal tersebut ditunjukkan adanya jabatan-jabatan yang dikatakan basah atau strategis.

Jabatan yang dipuja atau diincar sebagai jabatan basah adalah, jabatan yang berkaitan dengan:

  1. Kekuasaan atau kewenangan penggunaan sumber daya karena dapat menentukan untuk dominan dan mendominasi penggunaan sumber daya. Pada posisi ini akan muncul penyalahgunaan anggaran atau mark up atau membangun kroni atau bahkan membuat sesuatu yang fiktif.
  2. Yang berkaitan dengan perizinan, karena pada fungsi perizinan bisa melakukan tindakan yang bisa dikatakan mau cepat atau lambat, mau mudah atau sulit. Pada posisi ini akan muncul pemerasan atau penyuapan.
  3. Yang berkaitan dengan upaya paksa. Pada jabatan ini bisa digunakan untuk menakut-nakuti, mengancam bahkan meneror untuk mengikuti apa yang dilakukannya. Jual-beli pasal digunakan cara pemerasan atau menjadi backing, atau juga pembiaran atas hal-hal ilegal dengan catatan memberikan buluh bekti glondong pangareng-areng kepada para pejabat atau aparaturnya.
  4. Yang berkaitan ddengan perencanaan dan auditing/pemerikasaan. Pada posisi ini merencanakan anggaran sampai dengan penggunaannya bisa diatur seperti menggiring bebek di tepi sawah. Arah dan tujuan penggunaan anggaran bisa diatur sesuai dg keinginan dan kesepakatan yg telah dibuat. Wani piro oleh piro. Perencanaan ibarat membuat resep tatkala semau-maunya, maka apa yang diresepkan tidak manjur. Jika resep masakan menjadi hambar bahkan mematikan. Di sini juga akan berkaitan dengan sistem auditing, baik buruknya bisa ditentukan dengan apa yang diberikan sebagai upeti atau buluh bekti glondong pangareng-areng.

Pada posisi-posisi jabatan itu akan menjadi incaran atau khusus bagi orang-orang yang mampu menjadi selang atau tukang-tukang sedot. Mereka dinilai keloyalannya kepada personal bukan kepada institusi. Berani mengamankan, berani pasang badan dan dibutuhkan kapan saja, berapa saja, di mana saja, jawabannya hanya empat huruf ‘siap’.

Dapat dibuktikan secara nyata dengan cepat, dan sesuai keinginan atau bahkan melebihi apa yang diharapkan atau yang diperintahkan. Para pekerja di jabatan-jabatan tersebut akan menjaga perasaan dan harga diri para patronnya atau pelindung-pelindungnya. Kalau sempat tersinggung dan marah, maka harus segera dinetralisir, kalau tidak maka cepat atau lambat dirinya akan digeser dari tempat itu. Dan bagi yang dilabel mbalelo akan disingkirkan bahkan bisa dimatikan hidup dan kehidupannya. Apa yang dilakukan bukan pada profesionalisme, melainkan bagaimana ndoro senang dan bagaimana ndoro bahagia. Persetan orang susah karenanya. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban atau dikorbankan. Orang-orang itu tentu bukan orang berprestasi, melainkan orang utang budi.
Produk-produk utang budi bekerja keras untuk membalas budi, persetan rakyat sakit hati. Ini pun berdampak pada kesehatan masyarakatnya, apa yang dikatakan dengan peras-memeras, palak-memalak, penyuapan, gerakan-gerakan premanisme akan menjadi sesuatu yang wajar atau menjadi bagian dari hidup dan kehidupan. Bisa dibayangkan kalau dari RT samapai dengan atas-atasnya melakukan gerakan premanisme apa jadinya? Remuklah kehidupan bangsa ini. Pasti prinsip asu gede menang kerah e. Siapa yang punya power besar, punya massa banyak maka dia-dia pula yang ikut dominan dan mendominasi penggunaan sumber-sumber daya bahkan samapi dengan kebijakan-kebijakannya. Siapa yang waras atau cerdas, dan berani mengritisinya pasti dihabisi, baik secara fisik atau psikis.

Model birokrasi seperti ini model birokrasi patrimonial dengan pendekatan-pendekatan personal. Sistem dan model basah kering menjadi pilar-pilarnya. Pendekatan uang menjadi bagian dari kekuatannya. Perebutan sumber daya dilakukan dengan cara-cara ilegal bahkan bisa melawan kodrat kemanusiaan. Para pemimpin hidup di sini senang, di sana senang, mungkin lebih banyak memanfaatkan lobby-lobby bargaining dibandingkan menjadi fighter untuk memperbaiki atau mewaraskan dan mencerdaskan institusi yang dipimpinnya.
Kegitan-kegiatan seremonial menjadi kebanggaan dan standar keberhasilan tugasnya. Boleh dikatakan manajemen los stang (meminjam istilah perupa Samuel Indratma). Pekerjaan-pekerjaan ini benar-benar dibuat dari bawah diajukan dan bagai auto pilot meluncur dan direvisi sesuai dengan improvisasi-improvisasi kebutuhan yang dimauinya. Berbagai alasan administrasi yang inilah, itulah, dengan tanda-tanda bintanglah segala isu tolol yang tak masuk akal pun disampaikan.

Tatkala ditanyakan rasionalisasinya, dengan enteng memakai bumper kalimat sakti: “bapak ini, bapak itu maunya seperti ini”. Luar biasa penumpulan nalar dan akal sehat menjadi mujarab bagai balsem obat pusing. Siapa yang keras akan dioles-olesi balsem agar hangat dan diam. Namun hangatnya hilang maka teriak-terik lagi. Bisa dibayangkan kalau bangsa ini dibangun atau diawaki dengan sistem-sistem balsem sebagai andalan untuk mewaraskan dan mencerdaskan. Para manusia-manusia ini dianggap sebagai benda-benda untuk ganjal atau batu pijakan. Suatu bangsa yang sakit akankah diterima atau dianggap pada bangsa yang sehat? Adakah orang sehat menulari kesehatanya pada orang sakit? Itulah gambaran kebangkrutan bagi sebuah institusi bahkan mungkin sebuah negeri. Bangsa yang sakit jangan berharap untuk diterima waras dan cerdas. (*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *