HARIANTERBIT.CO– Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI, Mustafa Kamal mengatakan, sumpah pemuda mempunyai daya rekat terhadap persatuan dan kesatuan para pemuda di nusantara sehingga Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Bagi saya, ungkap politisi senior PKS itu dalam Dialog Kebangsaan dengan tema ‘Memaknai Sumpah Pemuda’ bersama Radhar Panca Dahana (budayawan) yang digelar Humas MPR RI di Press Room Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/10)
Namun, Mustafa Kamal mengungkapkan keprihatinannya dengan kondisi kekinian generasi muda Indonesia. Indikasinya, jati diri ke Indonesia-an tergerus arus globalisasi yang dibawa kecanggihan teknologi informatika.
“Generasi kini tanpa platform, yang dibawa oleh kalangan muda masa-masa kejuangan mulai gerakan Boedi Oetomo 1908 dilanjutkan Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 hingga secara konstitusi diproklamirkan pada 17 Agustus 1945,” ujarnya.
Diakui, kondisi generasi tanpa platform itu lebih disebabkan tidak adanya sangu atau bekal para pendahulunya baik melalui orangtua, guru, ataupun lingkungan sosial lainnya.
Kondisi tersebut, kata dia, diperparah oleh derasnya kecanggihan teknologi informatika (TI) yang dibawa arus globalisasi yang menghilangkan batas-batas negara, bahasa, dan kebudayaan.
“Terus terang, kami di parlemen seringkali mengalami ketertinggalan dengan pesatnya kemajuan Iptek manakala dikaitkan dengan aturan perundang-undangan yang coba melindungi anak bangsa. Seperti Cina, yang memproteksi media sosial anak negeri.”
Lebih jauh dikatakan, bagi saya Sumpah Pemuda ini mempunyai daya rekat terhadap persatuan dan kersatuan kita karena karena tiga hal. Pertama sumpah pemuda adalah peristiwa kepemudaan, di mana ada aksi spontan dari anak-anak muda Indonesia usia mahasiswa dan pelajar. Mereka ini murid atau junior dari pendiri organ-organ pergerakan nasional.
Mereka itu, kata politisi senior PKS dari Dapil Provinsi Sumatera Selatan I ini, adalah kumpulan pemuda kongres pertama dan kedua. Ekspresi mereka orisinil dan genuin meski pada waktu itu Indonesia masih istilah akademik dan baru dipakai organ-organ pergerakan secara terpisah. tetapi mereka bisa menggunakan istilah akademik, Indonesia ini menjadi istilah politik.
Dikatakan, ekspresi kebangsaan kala itu tidak mungkin dilakukan generasi senior karena masa itu masih dibawah penjajahan dan tekanan polisi Belanda. “Kelompok pemuda inilah yang dapat menampilkan ekspresi guna mencapai masa depan.”
Dengan begitu, lanjut Mustafa Kamal, perkumpulan anak muda suasananya menjadi bergelora. Ada penentangan dari dalam dan ada ekspresi yang menunjukkan aktualisasi mereka.
“Itu wajar untuk anak-anak muda. Sampai hari ini, saya kira kalau ada anak muda terlalu banyak aturan, hilang juga nilai kepemudaannya. Jadi, anak muda sudah biasa melabrak aturan, kalau tidak ya substansinya kan hilang,” demikian Mustafa Kamal. [ART]