HARIANTERBIT.CO– Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Rofi Munawar meminta pemerintah Australia melakukan relaksasi (pengenduran) terhadap hambatan perdagangan terhadap produk-produk Indonesia masuk ke negara Kanguru itu.
Itu disampaikan politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini ketika melakukan rangkaian kunjungan Panitia Kerja (Panitia Kerja) Ekonomi Regional ke Australia di sela-sela pertemuan dengan Australia – Indonesia Business Council (AIBC) di Canberra, Rabu (25/10).
Kedua negara sebenarnya dapat memanfaatkan mekanisme Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang saat ini tengah dalam proses negosiasi.
“Berbeda dengan trade agreement lainnya, IA-CEPA tak hanya terfokus pada FTA tetapi ada aspek development dan kerjasama peningkatan kapasitas sehingga kami berharap melalui IA-CEPA,” ungkap wakil rakyat dari Dapil Timur tersebut.
Untuk diketahui, kegiatan panja ekonomi regional BKSAP DPR RI dilakukan dalam rangka memperoleh masukan mengenai langkah-langkah strategis yang dilakukan Australia dan Negara-negara di Pasifik sehubungan dengan implementasi kerangka kerjasama ekonomi regional.
Pemerintah Australia dan Indonesia, ungkap anggota Komisi VII DPR RI itu, dapat bekerjasama untuk meningkatkan standar produk-produk Indonesia yang selama ini cukup banyak permintaan dari Australia.
“Namun, dalam beberapa kesempatan permintaan itu terkendala karena regulasi dan hambatan non-tariff yang terlampau ketat,” kata Rofi Munawar di sela-sela pertemuan dengan Australia – Indonesia Business Council (AIBC) di Canberra, Rabu (25/10).
Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia saat ini selain standardisasi, hambatan perdagangan yang saat ini mempengaruhi produk Indonesia antara lain standar karantina yang dinilai terlalu tinggi, praktek dumping, serta persyaratan packaging dan labelling.
Hambatan tersebut menyebabkan distorsi performa ekspor Indonesia ke Australia dan mengakibatkan belum maksimalnya kapasitas produksi ekspor di Indonesia untuk memenuhi permintaan impor dari Australia.
“Hambatan non-tariff ini tentu saja secara faktual memberatkan produk-produk Indonesia yang juga harus bersaing dengan Negara-negara lain, seperti Tiongkok, Thailand, Malaysia dan Vietnam untuk produk sejenis.”
Kurun 2012-2016, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencatat tren penurunan total perdagangan sebanyak 4,63 persen. Indonesia adalah pasar terbesar kedua bagi produk gandum Australia, dan merupakan pasar terbesar ternak hidup dan produk daging serta kapas Australia.
Diharapkan IA-CEPA yang ditargetkan akan selesai dinegosiasikan tahun ini dapat mulai diberlakukan tahun depan sehingga membuka pasar baru dan peluang bisnis bagi produsen utama, penyedia jasa, dan investor.
“Harapan kalangan pebisnis Australia agar IA-CEPA agar dimanfaatkan untuk lebih dari sekedar bilateral two way trade, tetapi juga untuk joint venture mencari pasar di Negara ketiga,” demikian Rofi Munawar. [ART]