HARIANTERBIT.CO– Tiga tahun sudah duet Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla menjalankan roda pemerintahan. Namun, tidak ada yang luar biasa dilakukan duet Jokowi-JK dalam menjalankan roda pemerintahan terutama untuk kepentingan rakyat.
Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin disela-sela Seminar Nasional yang digelar Fraksi Partai Golkar MPR RI di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (19/10) mengakui, banyak tantangan yang dihadapi Jokowi-JK dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Dalam tiga tahun Jokowi-JK menjalankan roda pemerintahan, banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi. Ada sebagian pekerjaan yang telah diselesaikan. Namun, semua itu berjalan datar-datar saja,” kata politisi senior Partai Golkar ini/
Wakil Ketua Dewan Pakar partai berlambang Pohon Beringin itu mengatakan, tiga tahun duet ini berkuasa yang menonjol hanya pembangunan infrastruktur. “Jumlah pembangunan infrastruktur memang lebih banyak dibanding pemerintahan sebelumnya. Itu harus diakui,” kata wakil rakyat dari Dapil Kalimantan Timur ini.
Dikatakan, pada bidang lainnya banyak yang belum dikerjakan, apalagi bila harus dibandingkan dengan janji-janji mereka menjelang pemilihan presiden lalu. Dalam bidang pendidikan, Indonesia tertinggal jauh.
Bahkan dia mengaku prihatinan terhadap hasil survei Bank Dunia yang menyebut ketertinggalan Indonesia bidang pendidikan selama 45 tahun dan sains selama 75 tahun.
Dia memaparkan hasil survei dari Bank Dunia bahwa dalam segi pendidikan, bangsa ini tertinggal 75 tahun dengan negara lain. “Tidak mudah mengejar ketinggalan itu. Perlu waktu dari 75 tahun untuk mengejar dan mensejajarkan diri dengan negara lain.”
Saat memberi sambutan pada Seminar Nasional Fraksi Partai Golkar MPR dengan tema ‘Revitalisasi Ideologi Pancasila Sebagai Landasan Perjuangan Partai Golkar’, Mahyudin mengutip pidato Bung Karno saat di depan anggota BPUPKI, 1 Juni 1945.
Dalam kutipan itu dikatakan bahwa untuk merdeka tak perlu mengurus masalah-masalah yang njlimet. Dalam kesempatan itu, Bung Karno mencontohkan negara yang rakyatnya masih memprihatinkan. Namun, mereka tetap memerdekakan diri.
“Karena itu, kita harus merdeka sekarang juga. Merdeka sebagai jembatan emas untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Sekarang saatnya mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat,” kata Mahyudin.
Diakui, meski kondisi Indonesia saat ini lebih baik tetapi di beberapa daerah masih ada anak-anak sekolah yang tak memakai sepatu, masih ada daerah yang belum ada listrik, dan ada pula daerah yang belum mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. “Ini tantangan kebangsaan kita.”
Melihat kondisi demikian memprihatinkan, lanjut dia, kita malah membicarakan masalah-masalah yang njlimet, tak substantif. “Kita masih memperbincangkan mengenai sekolah 5 hari atau 6 hari. Harusnya kita membicarakan mengenai fasilitas pendidikan anak bangsa,” jelas dia.
Di hadapan ratusan mahasiswa dan kader Partai Golkar, Mahyudin memaparkan kembali pidato Bung Karno. Dikatakan, para pendiri bangsa membentuk bangsa dan negara ini untuk semua. “Dan memilih Pancasila sebagai dasar demokrasi.”
Mahyudin mengkritik sistem pemilihan langsung. Pemilihan langsung tak cocok dengan Pancasila. “Dengan pemilihan langsung ada kelompok masyarakat yang tak terwakili. Pancasila mendorong kita untuk bermusyawarah dan bermufakat,” ingat mantan kepala daerah dua periode itu.
Tak hanya soal Pemilu yang disorot Mahyudin, ekonomi pun dikritisi. Sistem ekonomi Indonesia sudah liberal. Itu tidak cocok karena sistem ekonomi Indonesia berlandaskan Pancasila.
Partai Golkar, kata Mahyudin, sudah merancang negara kita dalam usianya yang ke-100 pada 2045 menjadi negara kesejahteraan. Untuk itu, dia mengharapkan seminar itu bisa melahirkan ide yang bisa dilaksanakan.
“Menjadikan Pancasila menjadi perilaku sehari-hari. Kita menaruh harapan pada Golkar untuk memperjuangkan Pancasila sebagai perilaku masyarakat Indonesia,” demikian Mahyudin. [ART]