
HARIANTERBIT.CO – Pernyataan Dradjat Wibowo, seakan-akan Polri tidak berhak menggunakan senjata, mendapat kritikan dari berbagai pihak. Sehingga pernyataan tersebut dipertanyakan, sudahkah mengerti dan memahamikah Drajat Wibowo tugas pokok Polri.
Drajat, Kata Urip, dari pengamat keamanan nasional, harus memahami bahwa Indonesia mengakui konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia (Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) pada 23 Oktober 1985.
Bahwa Konvensi itu disahkan pada 27 Nopember 2006 melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1998. Dengan demikian, jelas bahwa penggunaan senjata oleh aparat Polri telah diatur oleh UU. “Apakah Drajat sudah mengerti akan isi undang-undang tersebut,” tandas Urip.
Dalam konteks penyelenggaraan penegakan hukum secara universal, telah diatur dalam prinsip-prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum, yang diadopsi dari kongres ke-9 PBB tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap pelaku kejahatan di Havana Kuba pada tahun 1980.
Prinsip-prinsip Dasar PBB tersebut bahwa keberadaan penegak hukum dan institusinya memiliki konsekuensi dalam menjalankan peran dan fungsinya. Prinsip non-kekerasan tetap menjadi rujukan bagi para aparat penegak hukum, namun dimungkinkan bahwa aparat penegak hukumnya harus dipersenjatai dengan senjata yang melumpuhkan dan pada situasi tertentu juga dimungkinkan menggunakan senjata api.
Meningkatnya ancaman keamanan secara signifikan dan menguatnya ancaman keselamatan diri dari para penegak hukum, menjadi penekanan yang menjadi rujukan organisasi kepolisian di dunia, termasuk juga Polri.
BERSUMBER
Di tempat terpisah, Muradi, Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung menegaskan, bahwa Basis pijakan analisis Dradjat Wibowo hanya bersumber dari UU No. 2/2002 yang tidak secara eksplisit menegaskan pemanfaatan senjata api dalam penegakan hukum.
Padahal, jika dibaca lebih jauh, tugas dan fungsi dari Polri sebagaimana dijelaskan dalam UU Polri khususnya Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 memiliki cakupan yang luas dalam konteks keamanan dalam negeri.
Penegasan dari hal tersebut berimplikasi pada pemenuhan persenjataan untuk polri dengan kategori senjata melumpuhkan, dalam memastikan terselenggaranya keamanan dan ketertiban oleh Polisi umum, Reskrim, Polantas dan juga intelijen keamanan.
Sementara penggunaan senjata standar militer terbatas, yang berkaitan dengan ancaman keamanan dalam negeri dengan intensitas tinggi seperti terorisme, gangguan kelompok bersenjata, serta penyelenggaraan tertib sosial sebagai bagian dari efek konflik sosial yang berkembang, yang mana Brimob Polri dan juga Densus 88 AT menjadi unit di Polri yang bertanggung jawab untuk hal tersebut.
Diwartakan sebelumnya, Drajat Wibowo menjelaskan, degan pertimbangan pasal dan ayat dalam UU Kepolisian, yang menurutnya tidak ditemukan satu ayat atau bahkan kalimat yang menyatakan anggota kepolisian “dipersiapkan dan dipersenjatai”.
Sementara dalam UU TNI, jelas disebut dalam Pasal 1 butir 21 bahwa “Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.” kata Dradjad, kepada Republika, Kamis (5/10).
Ditambahkan Dradjat bahwa kedua Undang-Undang (UU TNI dan UU POLRI ) tersebut senjata memang wilayah/domain TNI. “Saya tidak katakan “wewenang TNI”, karena UU TNI tidak memiliki satu Bab atau Pasal yang mengatur wewenang TNI. Yang ada hanyalah Peran, Fungsi dan Tugas,”.imbuhnya.
Sungguh disayangkan, Polemik dan kegaduhan semacam ini terus dihembuskan dan dijadikan konsumsi publikā¦!. Lebih disesalkan lagi, orang yang tak mengetahui aturan soal senjata bicara senjata sehingga semakin menambah kebisingan.