HARIANTERBIT.CO – Untuk kedua kalinya Universitas Indonesia menggelar Asia-Pasific Research in Social Sciences and Humanities’ (APRISH). Konferensi yang digelar di Depok 27-29 September 2017 ini dihadiri 750 peneliti dari berbagai negara di Asia Pasifik. Berbagai persoalan yang kini dihadapi dunia saat ini pun dibahas dalam pertemuan ini.
Panitia penyelenggara, Manneke Budiman PhD mengakui, bila saat ini dunia tengah menghadapi persoalan serius terkait populasi, lingkungan hidup, pangan dan keamanan. Seluruh persoalan itu mempengaruhi kelangsungan dan eksistensi manusia. “Karena itu, sangat penting untuk mendedikasikan semua upaya riset, ilmu pengetahuan, aktivitas sosial dan inisiatif kemasyarakatan untuk pembangunan berkelanjutan,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (29/9).
APRISH yang pada tahun ini mengambil tema ‘Culture and Society for Local and Global Sustainable Development’, menurut Manneke, mengingatkan perlunya menyertakan faktor budaya dalam pembangunan berkesinambungan. Menurut Manneke, selama ini unsur kebudayaan kerap tidak diperhitungkan dalam pembangunan karena yang dikejar hanyalah peningkatan secara angka saja.
Gambaran yang terjadi di masa kini, pembangunan memang tercapai tinggi secara indeks, namun di sisi lain telah terjadi erosi budaya. Padahal jika unsur budaya dikedepankan, maka sumber daya alam yang ada bisa tetap terjaga. “Soal bagaimana alam tidak rusak itu kan terkait dengan budaya, bagaimana orang berperilaku,” lanjutnya.
Dengan kata lain, unsur kebudayaan menjadi penting untuk menjaga keberlangsungan dan kesejahteraan suatu negara. Budaya akan memperkuat negara dari segi produktivitas. Pertemuan ini diharapkan menjadi pembuka agar faktor budaya juga diperhatikan dalam membangun negara. “Kami ingin mengubah paradigma sehingga ilmu sosial humaniora juga memiliki peranan dalam pembangunan berkelanjutan,” lanjut Manneke lagi.
Konferensi ini menjadi penting untuk menjadi masukan bagi pemerintah dalam rangka pencapaian pembangunan berkelanjutan. llmu sosial dan humaniora diharapkan berada di garda terdepan dalam upaya terpadu di bidang pendidikan, riset dan pengabdian kepada masyarakat. “Untuk alasan inilah APRISH diselenggarakan,” tambah Manneke.
Total ada 560 makalah yang dipresentasikan dalam konferensi yang seluruhnya dibiayai oleh UI ini. Konferensi ini juga menghadirkan pembicara utama yaitu, Saturnino M Boras Jr yang merupakan profesor studi agraria dari Internasional Intitute of Social Sciences, Den Haag, Belanda. Pembicara utama lainnya adalah Mama Aleta Baun dari Timor Barat Indonesia, yang tak lain adalah penerima Golden Environmental Prize tahuh 2013. (arya)