HARIANTERBIT.CO – Program Kapolri di dalam membangun Polri sebagai polisi yang profesional, modern dan terpercaya (promoter) adalah membangun karakter Polri untuk menjadi pelindung, pengayom, pelayan dan penegak hukum yang memiliki keunggulan, keutamaan atau yang terbaik.
Platon mengatakan, sesuatu dikatakan memiliki sesuatu keunggulan, keutamaan atau yang terbaik jika melaksanakan fungsi secara tepat. Analogi sebuah tubuh tatkala bagian-bagiannya tidak berfungsi secara tepat tentu dapat dikatakan ada kelainan, sakit hingga cacat atau tidak normal. Demikian halnya pada birokrasi jika tidak berfungsi sebagaimana semestinya/tidak tepat dapat dikatakan terjadi penyimpangan atau petugas-petugas yang tidak profesional.
Dalam kisah dongeng klasik HC Anderson yang berjudul ‘Raja Gila Pakaian’. Sang raja sangat kaya dan juga kejam yang dipikirkan hanyalah kesenangan dirinya untuk berganti-ganti dengan pakaian yang mewah dan sangat mahal. Rakyatnya dibiarkan miskin telantar dan hidup merana.
Pada suatu hari sang raja kedatangan dua orang asing yang menawarkan baju istimewa baginya, dan ini tidak sembarangan orang bisa melihat, hanya yang cerdas bijaksana yang mampu menangkap baju itu dengan inderanya. Sang raja sangat tertarik, karena bisa melihat siapa-siap yang menjadi punggawanya yang bodoh dan tidak berguna. Sang raja setuju dan memberinya uang serta tempat yang terpencil untuk bekerja.
Siang malam orang asing bekerja keras hampir-hampir tiada hentinya. Waktu berjalan cepat, tetapi belum ada kabar berita tentang baju istimewa itu. Sang raja mengutus salah seorang menteri yang terpandai untuk mengecek. Sang menteri melihat dua orang asing menenun, tetapi tidak melihat apa yang ditenun. Sebelum ia bertanya apa yang ditenun, orang asing itu menjelaskan tentang baju kebesaran tersebut yang hanya dapat dilihat oleh orang cerdik pandai dan bijaksana.
Sang menteri terkejut sekaligus ketakutan. Ia bisa dipecat bahkan dihukum mati jika sang raja mengetahui kebodohannya. Sang menteri manggut-manggut mengiyakan apa saja kata orang asing tadi menjelaskan tentang warna gambar dan berbagai keindahan akan kain yang ditenunnya.
Ia segera ke istana, dan melaporkan seperti apa kata orang asing menjelaskan. Sang raja puas akan laporan sang menteri. Orang asing tadi menghadap dan meminta tambahan biaya operasionalnya. Apa yang dibutuhkan dipenuhi sang raja.
Setelah satu bulan sang raja gelisah dan memerintahkan perdana menterinya sebagai orang yang bijaksana penasihat raja. Apa yang dialami sang perdana menteri sama dengan yang dialami sang menteri yang terdahulu. Ia pun takut ketahuan bodohnya dan ketakutan kehilangan jabatannya. Ia pun kembali ke istana menjelaskan kemajuan-kemajuan kerja orang asing tadi sesuai dengan apa yang mereka jelaskan. Sang raja sangat puas dan orang asing itu diberi hadiah berlimpah.
Sebulan kemudian sang raja langsung mengecek sendiri ke tempat orang asing itu bekerja. Orang asing itu berhenti bekerja, dan menjelaskan kepada sang raja bahwa tepat sekali baju yang dikerjakan bagi sang raja. Sang raja pun terkejut tidak melihat apa-apa. Karena takut dikatakan bodoh, maka sang raja pun mengiyakan apa kata kedua orang asing itu. Dan segera melakukan pawai besar keliling kota.
Sepanjang jalan orang-orang berkumpul mengeluk-elukan sang raja dengan keindahan bajunya yang luar biasa. Ternyata orang-orang kebanyakan juga ketakutan dikatakan bodoh, dengan terpaksa dan berat hati membuang nalarnya demi melepas label-label ketololannya.
Tiba-tiba ada seorang balita di gendongannya berteriak, mama lihat raja kita sudah gila, ia keliling kota tanpa busana. Suara anak itu menyadarkan banyak orang. Malu, marah dan kecewa beradu menjadi satu, tetapi sayang orang asingnya sudah pergi jauh entah ke mana.
Analogi pada dongeng raja gila pakaian mengingatkan kita pada birokrasi yang kehilangan nalar dan akal sehatnya, sehingga fungsi-fungsinya meleset atau menyimpang dari yang sebagaimana mestinya. Sejalan dengan pemikiran Platon, maka keutamaan keunggulan dan yang terbaik tidak akan didapatkan.
Pada birokrasi yang fungsinya menyimpang atau sengaja disimpangkan, maka nilai-nilai keutamaan akan diabaikan bahkan dijungkirbalikkan. Tiada lagi rasa malu dan ragu, yang keliru justru diunggulkan dan dijadikan core value-nya. Apa yang semestinya dilakukan, malah diacuhkan bahkan dibuang jauh-jauh dan dilupakan.
Di dalam birokrasi yang patrimonial dengan pendekatan-pendekatan personal maka kompetensi akan diabaikan. Kedekatan secara personal menjadi ikon keberhasilan. Pangkat, jabatan dan uang menjadi keunggulannya.
Jack Ma mengatakan, ketika kamu masih miskin dan belum terkenal (dianggap sukses) kata-kata mutiaramu bagai kentut. Ketika kamu kaya dan terkenal (dianggap sukses) kentutmu membuat bahagia dan menginspirasi (when you are still poor and not yet famous (considered successful) your quotes like fart. When you are rich and famous (considered successful) your fart makes you happy and inspiring).
Standar kekayaan, uang terkenal ini menjadi keutamaan. Sering orang hanya beli nama, bahkan mengekor tanpa tahu maknanya seperti juga cerita ‘Raja Gila Pakaian’ tadi. Bener yen ora umum kui salah, salah yen wis umum bener. Demikian halnya masalah Korupsi di dalam birokrasi sering dianggap sebagai prestasi bahkan keutamaan.
Bagi anggota kebanyakan hanya pasrah bahkan permisif terhadap hal yang sarat dengan perkeliruan. Tak jarang yang ingin memperbaiki justru dianggap duri dalam daging. Polisi bekerja melalui pemolisian. Yang berada pada ranah birokrasi maupun masyarakat. Pada ranah birokrasi dapat dilihat dari kepemimpinanya, administrasinya (POAC, SDM, sarpras/logistik, anggaran), operasional dan capacity buildingnya. Adapun di ranah masyarakat dapat dilihat dari kemitraanya, pelayanan publik, problem solving dan networkingnya.
Penyimpangan-penyimpangan di dalam pemolisiannya karena adanya diskresi birokrasi. Ada yang meat eater (terus mencari uang kekayaan untuk tujuh turunan dan delapan tanjakan), dan ada yang grass eater sekadar untuk makan. Model diskresinya pun bisa dilihat dari diskresi aktif yang merefleksikan pemerasan, dan diskresi pasif yang merefleksikan penyuapan.
Prof Parsudi Suparlan mengatakan, di dalam negara yang otoriter, militer, polisi, PNS digaji kecil. Orientasinya pada pangkat dan jabatan. Karena pada pangkat dan jabatan yang dianggap basah. Di situ akan ada power dan kesempatan untuk menyalahgunakan, untuk mendapatkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak cukup dari penghasilanya tadi. Orientasinya bukan pada kerja dan gaji, tetapi pada pangkat dan jabatan. Yang dilakukan tentu bukan kerja keras apalagi kerja cerdas. Yang dilakukan adalah bagaimana mendekati pejabar-pejabat yang mampu memberi dan melanggengkan jabatan yang basah tadi. Buluh belti glondong pangareng areng sebagai keunggulan dan kebanggaanya.
Penyimpangan-penyimpangan di dalam birokrasi tadi juga dilakukan terhadap masyarakat yang berkaitan pemerasan dan penyuapan. Adapun jabatan-jabatan yang dianggap basah adalah yang berkaitan dengan perizinan, penggunaan sumber daya, upaya paksa, fungsi kontrol dan auditing. Upaya mengatasi korupsi diperlukan adanya:
- Political will,
- Keteladanan dari unsur-unsur pimpinan,
- Edukasi,
- Membangun infrastruktur dan sistem-sistemnya
- Sistem pembinaan SDM yang berbasis kompetensi,
- Sistem reward and punishment,
- Mengembangkan jabatan-jabatan fungsional sehingga orang dihargai kompetensi dan profesionalismenya.
Modernisasi Polantas sebagai bagian initiatif antikorupsi menuju Polantas yang promoter
Amanat UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ adalah bagaimana untuk:
- Mewujudkan dan memelihara keamanan, keselamatan dan kelancaran serta ketertiban berlalu lintas (kamseltibcar lantas),
- Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas,
- Membangun budaya tertib berlalu lintas,
- Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik di bidang LLAJ.
Keempat poin di atas merupakan hal yang kompleks dan tidak bisa ditangani oleh Polantas sendiri, melainkan sinergitas antarpemangku kepentingan menjadi sangat mendasar dalam menemukan akar masalah, dan solusinya yang diterima dan dijalankan oleh semua pihak.
Makna mewujudkan dan memelihara kamseltibcar lantas adalah memahami kalau lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Yang berarti bahwa dalam suatu masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan untuk dapat tumbuh dan berkembang diperlukan adanya produktivitas. Untuk menghasilan produktivitas diperlukan adanya aktivitas-aktivitas. Dalam masyarakat yang modern aktivitas-aktivitas tersebut melalui jalan sebagai bentuk aktivitas berlalu lintas.
Makna meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas adalah, untuk menyatakan bahwa manusia sebagai aset utama bangsa yang wajib dijaga/dilindungi keselamatanya. Proses melindungi dan menjaga serta meningkatkan kualitas keselamatan bagi manusia melalui program road safety:
- Road Safety Management,
- Safer Road,
- Safer Vehicle,
- Safer People,
- Post Crash.
Kelima program tersebut dijabarkan dalam berbagai aktivitas yang bervariasi dengan prinsip keselamatan adalah yang pertama dan utama.
Makna membangun budaya tertib berlalu lintas adalah merupakan kegiatan mentransformasi nilai-nilai, pengetahuan dan sebagainya untuk menanamkan bahwa keselamatan dimulai dari dirisendiri dengan penuh kesadaran untuk patuh dan taat kepada hukum.
Makna meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik di bidang LLAJ adalah mewujudkan pelayanan yang prima. Yang berarti pelayanan kepada publik di bidang kamseltibcarlantas dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Ini merupakan wujud dari modernitas, atau sistem-sistem online yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemikiran-pemikiran di atas untuk menguatkan pemahaman akan makna lalu lintas sebagai:
- Urat nadi kehidupan,
- Cermin budaya bangsa,
- Cermin tingkat modernitas.
Semua itu diperlukan Polantas yang profesional (ahli di bidang LLAJ), cerdas (kreatif dan inovatif), bermoral (dasarnya pada kesadaran, tanggung jawab dan disiplin), dan modern (berbasis IT). Polantas sebagai etalase Polri sudah selayaknya menjadi ikon dari sebuah kota, ikon keselamatan dan ikon kemanusiaan.
Permasalahan-permasalahan tersebut tampaknya merupakan puncak gunung es yang tentu saja di bawahnya makin kompleks dan mengandung potensi terjadinya gangguan nyata. Padahal, peran dan fungsi Polantas dalam menangani lalu lintas mengacu pada UU Nomor 22 tahun 2009:
- Edukasi,
- Rekayasa lalu lintas,
- Penegakan hukum,
- Registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor,
- Pusat K3i (komunikasi, koodinasi, kodal dan informasi),
- Koordinator pemangku kepentingan lainya,
- Rekomendasi dan koreksi atas dampak lalu lintas,
- Koordinator pengawas PPNS (penyidik pegawai negeri sipil).
Hal di atas merupakan pengategorian kinerja Polantas yang dijabarkan dalam bagian, satuan, yang bertingkat-tingkat dan bervariasi. Lalu, apa landasan manajemen dan operasional Polantas ke depan dalam menangani masalah-masalah lalu lintas yang semakin kompleks?
- Menanamkan core value sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban, dan pejuang kemanusiaan sekaligus,
- Membangun karakter Polantas yang profesional, cerdas, modern, dan bermoral dalam masyarakat yang demokratis,
- Menyiapkan dan meningkatkan kualitas SDM yang berbasis kompetensi,
- Membangun pemolisian pada Polantas yang berbasis IT,
- Mengimplementasikan model Polmas dalam penyelenggaraan tugasnya,
- Membangun jejaring dan kemitraan dengan pemanku kepentingan dalam mewujudkan kamseltibcarlantas,
- Membangun birokrasi yang rasional dan modern,
- Membangun sistem kepemimpinan yang transformatif,
- Menyelenggarakan kaderisasi yang baik
- Membangun pencitraaan dan kepercayaan (trust and image building).
Menjadi polisi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern merupakan proses panjang yang setidaknya dimulai dari pemikiran-pemikiran visioner yang luar biasa atau berbeda dengan pemikiran-pemikiran pada umumnya dalam birokrasi yang rasional (berdasar pada kompetensi), kepemimpinan yang visioner, transformasional dan problem solving dalam membangun model pemolisian di era digital dengan berbasis pada sistem online (electronic policing). Selain itu juga diawaki SDM yang profesional yang memiliki attitude yang baik dan sebagai pekerja keras dan pembelajar serta mind set sebagai polisi ideal (penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan sekaligus).
Hal ini ditunjukkan pada birokrasi yang mempunyai Tata Kelola Lembaga Prima (National Class Institution) yang memiliki program-program unggulan yang inspiratif, inovatif, kreatif serta dinamis untuk senantiasa mampu belajar dan memperbaiki kesalahan masa lalu, siap menghadapi tuntutan, kebutuhan tantangan, ancaman serta harapan masa kini, mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Dukungan infrastuktur dengan teknologi yang modern masih dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Yang perlu menjadi perhatian juga dalam penganggaran yang terus diperbaiki nilai sejak perencanaan, monitor dan evaluasi untuk senantiasa dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan tugas-tugas kepolisian. Dengan demikian dapat mendukung terwujud dan terpeliharanya stabilitas keamanan dalam negeri.
Keberhasilan mengubah pola pikir dan budaya polisi terletak pada edukasi yang berkualitas, kepemimpinan yang tegas, penegakkan hukum yang konsisten, serta sikap yang transparan dan akuntabel. Tidak mudah memang. Namun langkah pertama harus dilakukan untuk sampai pada langkah ke seribu.
Kritik memang bisa menjadi cermin, namun cermin sekarang ini ada yang dengan kaca cembung atau cekung sehinga tidak nampak seperti apa aslinya. Kritikan-kritikan pun bisa masuk angin, asal jangan pula yang dikritik ikut masuk angin. Ambil saja hikmahnya buang dongkolnya dan jadikan bahan refleksi dan introspeksi diri.
Revolusi mental pada polantas adalah cara membangun polantas yang profesional, cerdas, bermoral dan modern guna mewujudkan dan memelihara kamseltibcarlantas, meningkatnya kualitas keselamatan, menurunnya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, membangun budaya tertib berlalu lintas, meningkatkan kualitas pelayanan di bidang LLAJ.
Indikator-indikator yang menjadi pedoman/acuan bagi Polantas dalam mencapai tujuanya :
1. Terbangunnya sistem-sistem pengamanan dan pelayanan keselamatan yang terpadu dan sinergis dalam bentuk adanya koneksi/online/terhubung satu dengan lainnya. Yang dioperasionalkan sebagai pusat k3i (komando dan pengendalian, komunikasi, koordinasi dan informasi) melalui back office, adanya aplikasi-aplikasi pelayanan kamseltibcarlantas yang berkualitas prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses),
2. Terbangunnya sistem-sistem jaringan baik secara elektronik atau manual yang mendukung implementasi aplikasi-aplikasi pelayanan kepolisian di bidang LLAJ dapat dikategorikan dalam:
a. Pelayanan administrasi. Yang dikategorikan pelayanan administrasi adalah berkaitan dengan pemberian surat keterangan kepolisian sebagai jaminan legitimasi atas keabsahan dan kebenaran atas apa yang disampaikan/dijelaskan dalam surat tersebut,
b. Pelayanan keamanan adalah pelayanan yang berkaitan dengan tindakan kepolisian baik dengan/tanpa upaya paksa baik secara langsung/melalui media untuk mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman masyarakat,
c. Pelayanan keselamatan adalah pelayanan yang berkaitan dengan tindakan kepolisian baik dengan/tanpa upaya paksa baik secara langsung/melalui media untuk mewujudkan dan memelihara keselamatan, meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas,
d. Pelayanan hukum adalah tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/melalui media untuk membangun peradaban. Dalam menegakkan hukum polisi juga sebagai penegak keadilan, aturan dan sistem-sistem yang dibuat untuk mengawasi bukan untuk menakut nakuti.
e. Pelayanan kemanusiaan adalah tindakan-tindakan kepolisian yang dapat dikategorikan sebagai upaya-upaya mengangkat harkat dan martabat manusia/dapat dikategorikan sebagai pejuang kemanusiaan.
f. Pelayanan informasi adalah pelayanan kepolisian untuk memberikan pencerahan, memotivasi, memberitahu hal baru dan mendorong orang lain berbuat baik.
3. Terbangunnya SDM polantas yang memiliki integritas dan berkarakter yang dapat ditunjukan sistem-sistem yang dibangun dengan berbasis kompetensi, memiliki komitmen, dan keunggulan. Untuk membangun SDM yang berkarakter (berbasis kompetensi, memiliki komitmen, dan mampu diunggulkan/ memiliki keunggulan).
4. Dalam implementasinya dapat dilihat dari kepemimpinan, administrasi, operasional dan capacity buildingnya yang dapat di tunjukan dengan adanya:
a. Political will dari pimpinan,
b. Komitment moral dari para pemimpinya,
c. Berpedoman pada SOP yang berisi job description, job analysis, standardisasi keberhasilan tugas, sistem penilaian kinerja , sistem reward dan punishment serta adanya etika kerja (apa yang harus diakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan),
d. Menempatkan orang-orang yang berkarakter dan bersemangat sebagai ikon dan agent of change yang akan menjadi penjuru 200 perubahan,
e. Siapnya master-master trainer yang akan membentuk dan melatih trainer-trainer pada tingkat Polda dan Polres,
f. Siapnya tim transformasi sebagai tim back up/tim kendali mutu,
g. Terbangunnya sistem-sistem penelitian/ pengkajian dan juga adanya assesment centre,
h. Adanya program-program training dan coach disemua fungsi, bagian dan lini,
i. Adanya program-program unggulan,
j. Adanya pilot project,
k. Adanya sistem-sistem untuk monitoring dan evaluasi melalui back office (untuk membangun SOP menjadi sistem elektronik melalui SMK (Sistem Manajemen Kinerja),
l. Program-program kaderisasi,
m. Terbangunnya posisi-posisi fungsional nonstruktural seperti:
1) Safety Riding dan Driving Centre,
2) Security Training Centre, Pusat sekolah penyidik dan Sekolah-sekolah tinggi ilmu kepolisian.
5. Merencanakan dan menyiapkan bagi Polantas dalam era digital dengan menerapkan e-Policing pada fungsi lalu lintas melalui ERI, SDC, SSC. Pemolisian di bidang lalu lintas perlu membuat model pemolisian yang merupakan penjabaran dari e-Policing dan sebagai strategi membangun pemolisian di era digital yang mencakup :
a. ERI (Electronic Regident) adalah sistem pendataan Regident secara elektronik yang dikerjakan pada bagian BPKB sebagai landasan keabsahan kepemilikan dan asa usul kendaraan bermotor. Yang dilanjutkan pada bagian STNK dan TNKB sebagai legitimasi pengoperasionalan. TNKB dapat dibangun melalui ANPR (automatic number plate recognation). Dari database kendaraan yang dibangun secara elektronik akan saling berkaitan dengan fungsi kontrol dan forensik kepolisian serta memberikan pelayanan prima. Dari ERI ini dapat dikembangkan menjadi program-program pembatasan pengoperasionalan kendaraan bermotor seperti ERP (Electronic Road Pricing), ETC (Electronic Toll Collect), e-parking, e-banking (bisa menerobos/memangkas birokrasi samsat), ELE (Electronic Law Enforcement),
b. SDC (Safety Driving Centre) adalah sistem yang dibangun untuk menangani pengemudi dan calon pengemudi kaitannya dengan SIM dengan sistem-sistem elektronik. Dengan sistem ini akan terkait dengan ERI (yang bisa dikembangkan dalam RIC/regident centre), yang bisa digunakan sebagai bagian dari fungsi dasar regident (memberi jaminan legitimasi (kompetensi untuk SIM), fungsi kontrol, forensik kepolisian dan pelayanan prima kepolisian).
c. SSC (Safety and Security Centre) merupakan sistem-sistem elektronik yang mengakomodir pelayanan kepolisian dibidang lalu lintas khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan, yang diselenggarakan oleh Subdit Gakkum, Dikyasa, dan Subdit Kamsel. Dari sistem data dan sistem-sistem jaringan informasi yang akan dapat dikerjakan oleh TMC (Traffic Management Centre).
d. TMC (Traffic Management Centre) merupakan pusat k3i (komando pengendalian, komunikasi, koordinasi dan informasi) guna memberikan pelayanan cepat (quick response time) yang dapat mengedepankan Sat PJR, Sat Pamwal, Sat Gatur bahkan petugas-petugas Satlantas tingkat Polres maupun Polsek.
e. Sistem Manajemen Kinerja (SMK)
Kinerja dari sebuah institusi sekarang ini begitu diperlukan namun sebaliknya juga dituntut profesional berdasarkan kompetensi atau kemampuan. Sekarang ini kinerja institusi-institusi masih bersifat parsial, konvensional, bahkan pendekatan-pendekatan personal masih ditumbuhkembangkan. Sistem like dan dislike masih menjadi salah satu bagian yang dominan dalam penilaian kinerja.
Sering dikatakan untuk jabatan-jabatan tertentu menjadi hak prerogatif pimpinan. Hak prerogatif dalam jabatan karier saya kira tidak ada, karena hak itu adalah hak jabatan politik, seperti hak presiden dalam menyusun kabinet atau dalam memilih menteri-materinya. Walaupun pimpinan boleh mengambil keputusan atau kebijakan, namun semua sudah melalui proses atau mekanisme yang sudah diatur dalam Standar Operation Procedure (SOP).
Pada kenyataanya banyak pimpinan mengambil keputusan berdasarkan kemampuannya sendiri. Dia mengabaikan SOP sehingga banyak keputusan dibuat secara lisan. Yang diperintahkanya pun orang-orang pilihannya, kerabatnya, dan sekampung dengannya.
Kinerja yang profesional didasarkan pada job discription dan job analysis. Setiap kegiatan ditentukan standar keberhasilanya. Ada pula point-point penilaian kinerja yang didasarkan pada proses dan produknya. Bagian-bagian yang produktif, inovatif, dan kreatif diberi penghargaan. Bagi yang tidak produktif akan diberikan sanksi atau tindakan sebagai hukuman.
Dalam membangun sistem kinerja diperlukan manajemen dan kepemimpinan. Artinya, ada sistem yang saling mendukung dan saling terkait satu dengan yang lainya. Untuk menentukan keakurasianya, objektivitas, dan akuntabilitasnya dibangun dengan sistem-sistem yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian, sistem tidak lagi bergantung pada siapa tetapi bergantung pada apa yang dikerjakanya. Namun demikian, dalam membangun sistem yang profesional diperlukan kepemimpinan berikut:
1) Mempunyai visi untuk memajukan institusi yang dipimpin menjadi institusi unggulan yang profesional. Tanpa suatu keinginan untuk memajukan bisa dipastikan institusi yang dipimpinya jalan di tempat, mundur, atau hancur,
2) Mempunyai keberanian untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Pemimpin yang tidak mempunai spirit dalam perubahan biasanya akan menjadi safety player yang tega mengorbankan institusi dan anak buahnya,
3) Mempunyai keberanian mengambil risiko dalam menentukan kebijakan, termasuk mempertanggungjawabkan tindakanya demi kemajuan atau peningkatan profesionalisme,
4) Bersikap rela dan berani berkorban terlebih dahulu untuk memajukan dan membangun institusi yang dipimpin serta rela berbagai previlage-nya demi kemajuan institusi,
5) Mampu melakukan transformasi (mentrasfer kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, kesadaran dan tanggung jawab kepada anak buahnya),
6) Mampu menciptakan suasana dan iklim bekerja yang penuh semangat dan menjadikan organisasi sebagaiorganisasi pembelajar,
6. Pembangunan teknologi polantas baik untuk perorangan, kelompok maupun kesatuan yang dikendalikan dari back office teknologi kepolisian dapat dibangun untuk :
a. Tugas-tugas bidang administrasi antara lain: sistem pendataan, sistem surat menyurat dan dokumentasi, sistem penilaian kinerja, sistem pelaporan, sistem perencanaan, sistem pengawasan dan sebagainya.
b. Tugas-tugas bidang operasional antara lain: sistem pemetaan dan pendataan (wilayah, potensi, dan masalah), komunikasi, komando dan pengendalian, koordinasi, sistem informasi aktual, pendataan, pelaporan, analisa, kecepatan penangan TKP, penerimaan laporan dan pengaduan, integrasi dengan antar fungsi maupun dengan petugas-petugas lain di luar kepolisian, sistem edukasi, sistem pengujian SIM, sistem penegakkan hukum, sistem penjagaan, pengaturan, pengawalan, patroli dan pelayanan-pelayanan kepolisian lainnya.
c. Sistem-sistem pendukung antara lain: forensik kepolisian yaitu kedokteran forensik, psikologi forensik, kimia forensik, fisika forensik, daktiloskopi forensik dan sebagainya.
d. Membangun wadah kemitraan dengan pemangku kepentingan lainya sehingga dapat lebih intens tapi terganggu terbatasnya ruang dan waktu.
Teknologi kepolisian merupakan jawaban untuk menjadikan kepolisian profesional, cerdas bermoral dan modern. Program-programnya dapat dikatakan sebagai cermin dari bentuk inisiatif antikorupsi, reformasi birokrasi dan terobosan-terobosan kreatif. Teknologi kepolisian juga menjadi pilar untuk mewujudkan harapan menjadi kenyataan. Cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
7. Anggaran berbasis kinerja dengan berbagai terobosan-terobosan melalui PNBP (Pelayanan-pelayanan polantas, elaborasi ERI dengan program-program pemerintah, kerjasama dengan berbagai pihak dalam penerapan program-program unggulan polantas (pembangunan sekolah mengemudi dan sebagainya).
8. Program-program unggulan polantas sebagai bentuk pelayanan prima, trust building dan networking. Program-program unggulan polantas dapat sebagai penyiapan dan implementasi pemolisian di era digital (e-policing).
9. Mengembangkan sistem pemolisian dalam pendekatan pengorganisasian yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan dan berbasis penanganan dampak masalah. Pemolisian (policing) adalah segala usaha/upaya yang dilakukan oleh petugas polisi secara profesional pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan/tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keamanan, rasa aman maupun keteraturan sosial.
Secara garis besar pemolisian dapat digolongkan sebagai pemolisian yang konvensional dan pemolisian kontemporer (kekinian). Pemolisian yang konvensional lebih mengedepankan penegakkan hukum, memerangi kejahatan, yang bersifat reaktif. Penyelenggaraanya banyak yang manual, parsial dan temporer. Sedangkan pemolisian yang kontemporer/kekinian dilaksanakan secara proaktif, mengedepankan tindakan pencegahan, membangun kemitraan. Pola implementasinya juga menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan pelayanan yang prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses). Yang dikenal sebagai community policing/polmas.
Model implementasi community policing/ Polmas sekarang ini adalah:
1. Berbasis wilayah (ada batas-batas geografi yang jelas) ini diselenggarakan dari mabes, polda, polres, polsek, subsektor sampai dengan petugas bhabinkamtbmas,
2. Berbasis kepentingan (tidak ada batas yang jelas disatukan oleh kepentingan-kepentingan) dilaksanakan oleh fungsi-fungsi teknis kepolisian maupun oleh fungsi-fungsi pendukungnya; Model pemolisian yang berbasis wilayah dengan yang berbasis kepentingan ini saling terkait dan merupakan satu bagian sistem yang terintegrasi,
3. Pada implementasi pemolisian sebenarnya masih ada model yang dapat dibangun yaitu pemolisian yang berbasis dampak masalah. Karena kepentingan-kepentingan didalamnya bukan bagian dari urusan kepolisian namun ketika menjadi masalah dampaknya akan mengganggu, mengancan, merusak bahkan bisa mematikan produktivitas.
Di sinilah core dari model pemolisian yang berbasis dampak masalah yang penangananya diperlukan keterpaduan/integrasi dari pemangku kepentiungan ataupun antar satuan fungsi.
Dengan membangun model pemolisian yang berbasis dampak masalah akan dapat menjadi wadah untuk mensinergikan, mengharmonikan dalam menangani berbagai masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan bahkan pertahanan) sehingga mendapatkan solusi-solusi tepat yang dapat diterima semua pihak dapat digunakan untuk pra, saat maupun pasca.
Keterpaduan inilah yang menjadi kecepatan, ketepatan bahkan kekuatan sosial dan akan juga menjadi ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai dampak masalah bahkan dampak globalisasi.
10. Penyiapan kepemimpinan yang transformasional melalui pendidikan, pelatihan agar memiliki kepekaan dan kepedulian. Peka dalam konteks kepolisian dapat dipahami adanya kemampuan deteksi dini, kemampuan memprediksi bahkan menyiapkan pola-pola pemolisianya yang tepat untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan.
Kepekaan merupakan cermin dari skill dan knowledengane yang dimiliki oleh para petugas secara perorangan maupun dalam institusi. Institusi menjadi peka karena memiliki sistem-sistem yang kreatif, inovatif dan dinamis yang setiap saat mampu berubah mengkuti bahkan melampaui perkembangan jaman. Yang berarti sebagai institusi pembelajar.
Sedangkan kepedulian merupakan sikap empati yang atas dasar kesadaran, tanggungjawab dan dikerjakan dengan ketulusan hati dan tentu saja disiplin. Pada konteks polisi dan pemolisianya kepedulian dapat dipahami adanya empati terhadap kemanusiaan. Yaitu mengangkat harkat dan martabat manusia. Memajukan, menyadarkan, mengedukasi, melayani, menolong, menjembatani bahkan membeberkan segala sumberdaya yang ada untuk optimalnya kemajuan/terwujud serta terpeliharanya keamanan dan rasa aman serta keselamatan dalam masyarakat.
Bagaimana membangun kepekaan dan kepedulian? Peka dan peduli merupakan suatu karakter unggul yang dasarnya adalah pada edukasi. Karena edukasi yang berkarakter tidak hanya mengajarkan tetapi juga menyadarkan. Membangun institusi pembelajar merupakan fondasi yang harus dibangun dengan kuat untuk dijadikan acuan/pijakan bagi implementasi pemolisianya baik untuk kepemimpinanya, administrasi, operasional maupun capacity building.
Selain itu juga perlu adanya, integritas, komitment, konsistensi dan kebersinambungan dalam membangun institusi pembelajar tadi. Saat-saat transisi diperlukan sosok pemimpin dengan kepemimpinanya yang tangguh, yaitu pemimpin yang transformatif. Pemimpin yang transformatif adalah pemmpin yang patut diteladani, baik otaknya yang visioner, wawasanya yang luas, mimpi-mimpi dan kreatifitasnya, kepekaan dan kepedulianya untuk berani berkorban dan dengan tulus iklas demi keunggulan, kemajuan institusi yang dipimpinya, maupun masyarakat yang dilayaninya.
11. Meningkatnya kualitas keselamatan dan menurunnya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas.
Memahami dan menjabarkan makna meningkatnya Kualitas Keselamatan dan menurunya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas adalah dilihat dari analisa:
1. Data kecelakaan,
2. Hasil penyidikan laka lantas,
3. Analisa atas laporan program dan kegiatan yang berkaitan dengan kamseltibcarlantas.
Meningkatnya kualitas keselamatan dan menurunnya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain :
a. Kebijakan-kebijakan yang mendukung dan mendorong keselamatan sebagai yang pertama dan utama,
b. Tingkat profesionalisme petugas polisi maupun para pemangku kepentingan lainya.
c. Kualitas dan kuantitas infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya.
d. Program-program keselamatan yang dilakukan baik secara preemtif, preventif hingga represif.
e. Sistem edukasi/pendidikan keselamatan.
f. Sistem pengujian SIM yang memenuhi standar kompetensi untuk safety.
g. Petugas-petugas yang profesional, yang memenuhi standar kompetensi baik sebagai penyidik, penguji SIM, petugas-petugas turjagwali.
h. Tingkat kesdaran pengguna jalan yang ditunjukan dari perilaku patuh hukum.
i. Teratasi/tertangani berbagai masalah kamseltibcarlantas dengan cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntabel (quick response time).
j. Penegakan hukum yang mampu menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang menjadi pemicu terjadinya kecelakaan lalu lintas.
k. Tingkat kepekaan dan kepedulian para pemangku kepentingan dalam menangani masalah keselamatan.
Sebelas indikator tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang terukur dan dapat dilihat hasilnya serta ada bukti-bukti nyata secara konseptual, maupun pada implementasinya.
Cyber Cops: Petugas-petugas polisi siber yang promoter di era digital.
Di era digital yang serba modern berbasis dengan ilmu pengetahuan bertugas mengawaki back office untuk memberdayakan aplikasi-aplikasi yang ada untuk monitoring, controling, inputing data, analyzing and problem solving as solution.
Ilmu pengetahuan teknologi yang semakin canggih tentu akan membawa dampak akan tuntutan, harapan, tantangan hambatan gangguan dan ancaman yang semakin kompleks dan berdampak luas. Sejalan dengan perubahan zaman dan kemajuan bidang IT yang begitu cepat maka untuk memberikan pelayanan prima di era digital para petugas siber ini akan menjadi bagian dari kehidupan era digital yang mampu melayani dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
Cyber Cops as Special Forcei in digital era? Dapat dikatakan demikian karena cyber cops ini akan menjalankan model pemolisian secara elektronik (e-policing). E-policing merupakan sistem pelayanan kepolisian dengan sistem-sistem elektronik yang terintegrasi satu dengan lainya ( back office, aplication dan networknya) yang memberikan pelayanan 1×24 jam dan tujuh hari seminggu secara online terus menerus. Kapan saja, di mana saja dan masalah apa saja polisi siap melayani. Polisi ada di mana-mana. Sistem-sistem IT akan terhubung secara elektronik untuk adanya pelayanan prima. CCTV, call and comand centre, sistem-sistem penghubung lainya akan dimonitor dalam berbagai program smart management dalam berbagai aplikasi-aplikasi pendukungnya.
Para petugas yang tergabung dalam cyber cops memiliki kemampuan memberikan pelayanan kepolisian dalam dunia virtual kepada warga net maupun masyarakat lainya. Cyber cops bertugas:
- Memonitor berbagai media dan menginput data isu-isu penting yang terjadi dalam masyarakat,
- Memonitor pergerakan lalu lintas pada lokasi-lokasi yang berpotensi terjadinya berbagai gangguan kamtibmas, kemacetan maupun kecelakaan dan upaya-upaya solusi pencegahan maupun penangananya,
- Melakukan penindakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran lalu lintas secara elektronik,
- Memberi komando dan mengendalikan petugas-petugas polisi di lapangan untuk memberikan pelayanan cepat terutama saat-saat terjadi masalah-masalah darurat,
- Memberikan informasi dan tip-tip selamat berlalu lintas dalam program traffic accident early warning,
- Menerima laporan aduan masyarakat kepada polisi melalui call centre,
- Mengoperasionalkan punic botton tatkala ada masalah-masalah yang bersifat kontijensi atau emergency,
- Menghubungkan atau menjembatani kepada pemangku kepentingan lainya dalam memberikan pelayanan prima.
- Menganalisa data dan berbagai informasi yang ada untuk menghasilkan produk-produk layanan prima yang mampu untuk pencegahan, perbaikan, peningkatan kualitas pelayanan dan pembangunan,
- Melakukan counter issue yang merugikan institusi, bangsa dan negara.
- Melakukan patroli cyber untuk monitoring, controling dalam berbagai lini media dan sistem-sistem yang berpotensi menjadi penyulut konflik atau penggalangan kekuatan massa cyber yang kontra produktif dan menyesatkan publik.
Para petugas polisi siber akan ada di semua bidang dan bagian yang menggunakan sistem dan program-program elektronik. Polisi siber di bidang lalu lintas akan mengawaki berbagai program antara lain :
1. ERI (electronic registration and identification) yang akan menjadi big data untuk ranmor (BPKB, STNK dan TNKB). Ini semua akan dibuat sistem-sistem cheap yang ada pada STNK dan model RFID pada TNKB dan OBU pada kendaraan bermotornya. Kegunaanya akan sangat mendukung dan dasar bagi program: e-Tilang/ ELE, ERP (Electronic Road Pricing) jalan berbayar, ETC (Electronic Toll Collecting) membayar toll langsung potong pulsa pada obu, e-Parking, e-Banking/e-Samsat/samsat online dan sebagai forensik kepolisian,
2. SDC (Safety Driving Center) untuk membagi 2 konsep besar pada sistem pendidikan kesekamatan dan penerbitan SIM. SDC ini bertujuan membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban laka. SDC pada pendidikan keselamatan merupakan penjabaran konsep Reinvinting Goverment. Yang juga bisa menjadi tempat kajian dan studi safety . Ini juga bisa dikembangkan untuk jabatan-jabatan fungsional baik sebagai pengajar, penguji hingga auditor. Pada sistem SDC ini akan mendukung e-tilang/ELE untuk catatan perilaku berlalu lintas dan program perpanjangan SIM melalui demerit point system,
3. SSC ( Safety and Security Centre) merupakan back office penampung aplikasi untuk:
a. Peta black spot dan trouble spot,
b. TAEW (Traffic Accident Early Warning),
c. Traffic Count,
d. Speed Managemet,
e. Sistem-sistem rekayasa lalu lintas dan amdal lalin,
f. Data laka langgar yang tercakup dalam model IRSMS,
g. E-tilang.
4. Traffic accident research center. Wadah riset penelitian atas kecelakaan dan penyebabnya secara statistik maupun secara teknis penanganan berbagai jenis kecelakaan yang mampu untuk memprediksi, mengantisipasi dan solusi baik pencegahan, perbaikan, peningkatan maupun pembangunan.
5. Intan (intellegence traffic analysis system). Sistem pelayanan secara virtual atau dunia maya dengan model peta digital untuk memberi informasi komunikasi dan solusi. Yang nantinya akan mengelaborasi dengan program-program aktual di lapangan.
6. Call and Command Centre ini bagian pusat K3I (komando pengendalian, komunikasi dan informasi) yang akan termasuk ke dalam intan yang akan dijadikan bagian dalam quick response time dan berbagai upaya mewujudkan dan memelihara kamseltibcar lantas.
7. SMK (sistem manajemen kinerja). Merupakan sistem standar dan audit kinerja polantas di dalam birokrasi (kepemimpinan, administrasi, operasional, sarpras/ logistik, anggaran dan capacity building) dan kinerja polantas di masyarakat (kemitraan, pelayanan publik, pemecahan masalah dan membangun soft power melalui jejaring sosial). Semua ini dibangun dengan sistem elektronik dan online.
8. Cyber cops. Pengawakan atas program-program elektronik pengoperasional back office aplication dan network akan di kelola para petugas yang tergolong cyber cops. Jadi tidak lagi sebatas tekinfokom ( ini hanya tukang) dengankan cyber cops adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian/ ekspert baik manaagerial, operasional maupun capacity building.
Sehingga pelayanan menjadi 24 jam sehari, tujuah hari seminggu tanpa putus. Tidak ada lagi istilah mohon waktu. Semua on time, real time dan pelayanan dapat dipastikan prima yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
Para petugas polisi siber dididik, dilatih dan disiapkan agar mampu dan memiliki kemampuan profesional dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Diberi pendidikan dan pelatihan sesuai dengan standar-standar kompetensi bagi petugas siber.
- Materi pembelajaran yang selalu up to date yang diberikan dari guru-guru yang profesional di bidangnya.
- Standar kompetensi-kompetensi dasar petugas polisi siber terus ditumbuhkembangkan.
- Penyiapan master trainer di tingkat pusat dan trainer di semua lini.
Sistem-sistem dan program-program aplikasi yang ada diberdayakan semaksimal mungkin untuk senantiasa mendapatkan informasi-informasi real time dan on time. - Sistem operasional para petugas siber secara simultan dan terus-menerus tanpa putus yang diatur dalam smart management.
- Sistem komunikasi, komando, pengendalian, komunikasi dan informasi serta solusi menjadi unggulan dan program prioritas.
- Produk-produk analisis menjadi acuan dan pedoman bagi pemangku kepentingan lainya maupun bagi masyarakat.
- Kompetensi mengoperasioanalkan sistem emergensi dan kontijensi merupakan prestise dan prestasi bagi para petugas siber.
Program-program penyiapan petugas siber merupakan kebutuhan kekinian di era digital. Selain itu juga menjadi bagian untuk mengantisipasi, mengimbangi dan mengembangkan program-program polisi yang profesional modern dan terpercaya.
Keutamaan sebagai polisi dapat direfleksikan polisi sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan. Tugas-tugas polisi ini memanusiakan manusia atau semakin manusiawinya manusia. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat, di mana terjaminya keamanan dan rasa aman.
Polisi menjadi co producer dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang kontra produktif. Nilai-nilai kemanusiaan dan memanusiakan manusia inilah yang semestinya menjadi core value yang menggeser nilai-nilai uang jabatan kekuasaan kewenangan.
Dengan sistem-sistem yang modern yang terhubung secara elektronik akan menjadi salah satu bagian dari reformasi birokrasi, inisiatif anti korupsi, dan juga sebagai terobosan-terobosan kreatif. Mereformasi birokrasi bagaikan putri duyung yang mendamba perubahan ekornya menjadi kaki manusia. Serba dilematis.
Putri duyung digambarkan ada dua bagian yang atas manusia yang bawah perut adalah binatang. Dalam pemikiran platon bagian bawah adalah ephitumia. Yang sarat dengan kebutuhan makan, minum, seks, uang dan sesuatu yang sifat keduniawian. Bagian manusia ini sebagai bagian bijaksana yang rasional dan humanis. Tatkala ephitumia ini hasrat nafsu keserakahan yang tak terkendali maka bagian manusia bisa saja terseret lupa diri.
Tatkala tidak ingin mengikuti dan dipotong maka ia akan mati juga, karena bagian binatang juga bagian dari kehidupanya. Inipun sama dengan memberantas korupsi. Yang tentu tidak hanya dengan slogan jangan, tidak, bagaimana, begitu dan seterusnya. Melainkan dilakukan secara simultan bertahap dari membangun keutamaan sebagai core valuenya. Membangun sistem-sistem modern agar fungsi-fungsi dalam birokeasi dapat berjalan sebagaimana yang semestinya.
Penyiapan wadah-wadah untuk menggeser pemenuhan kebutuhan dari cara memeras atau terima suap melalui program-program reinvinting government, melakukan program-program yang menghasilkan benefit untuk dapat mengedukasi memperbaiki meningkatkan sampai dengan untuk membangun, Penegakkan hukum yang tebang habis bukan tebang pilih. (*)