HARIANTERBIT.CO – Diduga melakukan pelanggaran kode etik terkait perkara perdata, pada Selasa (12/9), tiga orang hakim agung dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) oleh Nogo Boedi Soegiarto. Ketiga hakim agung tersebut yakni, Zahrul Rabain, DR Ibrahim, DR Yakup Ginting, dan panitera pengganti, Ni Luh Perginasari Artitah.
Selain itu, Nogo yang merupakan salah satu ahli waris dari almarhum Budi Purnama, juga melaporkan hakim agung pada MA dalam perkara Tata Usaha Negara (TUN) Nomor 82 PK/TUN/2017, masing-masing Is Sudaryono, DR HM Hary Djatmiko, DR H Supandi, serta panitera pengganti, Ruth Endang Lestari.
Pada pokoknya, Nogo dalam laporannya menyebutkan, laporan atas tindakan pelanggaran dan perilaku hakim agung pada Mahkamah Agung RI dalam perkara perdata No 236 PK/PDT/2017 Tgl 20 Juni 2017 Jo No 687 K/PDT/2012 Jo No 132/Pdt/2011/PT.DKI Jo No 177/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, dan perkara TUN No 82 PK/TUN/2017 tanggal 10 Agustus 2017 Jo No 369 K/TUN/2011 Jo No 08/B/2011/PT.TUN.JKT Jo No 83/G/2010/PTUN.JKT, yang putusannya berbenturan dengan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yaitu ‘nebis in idem’, yaitu sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI No 725 PK/Pdt/2008 tertanggal 24 Februari 2009 Jo
Putusan Mahkamah Agung RI No 2205 K/Pdt/2004 tertanggal 1 Maret 2006 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No 09/PDT/2002/PT.DKI tertanggal 26 Maret 2002 Jo Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 304/Pdt.Plw/2000/PN.Jkt.Tim tertanggal 13 Juni 2001 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). “Sebelumnya keenam hakim agung dan dua panitera itu dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (7/9),” terang Nogo.
Ahli waris Budi Purnama adalah Hj Jubaidah, Budi Haryanto, Febriyana Purnama, Ardento Budi Kusumo, dan Nogo Boedi Soegiarto menguasai tanah a quo seluas 2.138 meter persegi yang terletak di Jalan Mayjen DI Panjaitan RT 012/RW 006 Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan Sertifikat HGB No 04192/Cipinang yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan berdasarkan pada Putusan Mahkamah Agung RI No 725 PK/Pdt/2008 tertanggal 24 Februari 2009 Jo Putusan Mahkamah Agung RI No 2205 K/Pdt/2004 tertanggal 1 Maret 2006 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No 09/PDT/2002/PT.DKI tertanggal 26 Maret 2002 Jo Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 304/Pdt.Plw/2000/PN.Jkt.Tim tertanggal 13 Juni 2001, bahwa pihak Hindarto Budiman Cs mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan register perkara No 177/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, terhadap almarhum Budi Purnama dan BPN Jakarta Timur, dan gugatan TUN di PTUN Jakarta dengan register perkara No 83/G/2010/PTUN.JKT, yang keduanya dari tingkat pertama sampai kasasi ditolak dikarenakan ada ‘nebis in idem’ yang subjek dan objek hukum sama dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung RI No 725 PK/Pdt./2008 tertanggal 24 Februari 2009 Jo Putusan Kasasi oleh Mahkamah Agung RI No 2205 K/Pdt/2004 tertanggal 1 Maret 2006 Jo Putusan Banding Pengadilan Tinggi Jakarta No 09/PDT/2002/PT.DKI tertanggal 26 Maret 2002 Jo Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 304/Pdt.Plw/2000/PN.JKT.TIM tertanggal 13 Juni 2001, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sementara itu, Hindarto terakhir mengajukan PK ke MA dengan perkara perdata dengan register No 236 PK/PDT/2017 dan telah diputus tanggal 20 Juni 2017, dan perkara TUN register No 82 PK/TUN/2017 dan telah diputus pada tanggal 10 Agustus 2017, yang amar putusan kedua perkara tersebut adalah, “Dikabulkan Peninjauan Kembali pihak Hindarto Budiman selaku pihak pemohon PK”, padahal sudah jelas ada ‘nebis in idem’ karena sudah jelas ‘manipulasi hukum’ terhadap yang sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht); bahwa sudah jelas tindakan dalam putusan PK Hakim Agung diduga telah disetting atau dirancang dari awal sejak diajukan permohonan peninjauan kembali oleh Hindarto melalui kuasa hukumnya Purnama Sutanto & rekan.
Dalam hal ini, Nogo pertanyakan sampai di manakah letak kepastian dan keadilan hukum bagi ahli waris ataupun orang kecil, yang nyata-nyata sudah jelas dan absolut, serta berkekuatan hukum tetap (inkracht). “Ahli waris almarhum Budi Purnama sangat mengharapkan adanya kepastian hukum, tindakan kode etik terhadap hakim yang dilaporkan, dan/ataupun penyelesaian dan kepastian hukum, serta perlindungan hukum yang adil, cepat, profesional, dan proporsional bagi ahli waris,” kata Nogo. (*/dade/rel)