HARIANTERBIT.CO– Komisi IX DPR RI menilai Menteri Kesehatan (Menkes), Nila F Moeloek dan meminta mencabut izin operasional Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga terkait meninggalnya Debora yang disebut-sebut akibat tidak mendapat pelayanan maksimal dari RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.
“Kejadian serupa sudah berulang kali terjadi. Bahkan Komisi IX yang membidangi kesehatan tersebut segera membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengetahui sejaumana pertolongan yang diberikan RS Mitra sehingga nyawa Debora tidak tertolong,” kata anggota Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafirof.
Itu dikatakan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI ini dalam Diskusi ‘Kasus Bayi Dabora, Perlakuan Rumah Sakit Sesuai UU Kesehatan’ bersama wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaunan Daulay di Press Room Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/9).
“Pembentukan Panja itu penting karena melalui pendirian RS pasti dengan izin sesuai dengan UU No.36/2009 tentang Kesehatan. UU itu mewajibkan RS swasta maupun pemerintah wajib memberikan pelayanan pada masyarakat. Apalagi dalam keadaan darurat,” kata Nihayatul.
Menurut dia, pasal-pasal UU kesehatan dan Rumah Sakit ini sudah tegas dan jelas. Dalam keadaan darurat Rumah Sakit dilarang menolak pasien dan juga tidak boleh minta uang muka. “Rumah Sakit wajib menjalankan fungsi sosial kemanusiaan, pelayanan yang adil, jujur dan demokratis,” kata dia.
Bila pengusutan yang dilakukan Panja terbukti Rumah Sakit Mitra Keluarga melanggar UU tentu saja ada sanksi yang harus diberikan. Bahkan sanksi itu sampai kepada mencabut izin operasional rumah sakiy bersangkutan.
Sebagai wakil rakyat yang membidangi kesehatan, Nihayatul menyayangkan terlanbatnya respon Menkes RI Nila Moeloek atas kasus Debora tersebut. Sebagaimana halnya merespon virus ‘Rubela’.
Karena itu, kata Nihayatul, Panja RS Mitra Keluarga diharapkan mampu mengungkap kasus tersebut. Misalnya apakah terlalu mudahnya izin pendirian RS, mahalnya biaya operasional sehingga RS berorientasi finansial dan bisnis.
“Kalau terbukti melanggar, konsekuensinya izin operasional rumah sakit itu harus dicabut. Bahkan untuk sementara Menkes mencabut dulu izin rumah sakit ini agar rumah sakit lainnya tidak melakukan tindakan serupa, yakni menlalaikan penanganan pasien karena yang bersangkutan tidak memiliki uang,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Saleh sependapat dengan politisi perempuan PKB ini. Bahkan dia mendesak izin RS Mitra Kelaurga itu dicabut untuk menjadi pelajaran bagi RS di seluruh Indonesia. Apalagi Indonesia pada 2019 nanti sudah masuk dalam ‘Universal Health Coverage (UHC) atau jaminan kesehatan semesta pada 2019.
“Bahkan pembayaran dengan BPJS itu bukan berarti gratis, melainkan masyarakat tetap membayar. Hanya saja yang membayar adalah negara. Anggaran untuk kesehatan itu sekitar Rp 34 triliun. Jadi, kalau RS Mitra Keluarga mengembalikan uang pasien karena sudah dibayar BPJS itu patut dipertanyakan,” tegas Saleh.
Dalam UU Kesehatan kata politisi dari Dapil Sumut ini, setiap Rumah Sakit harus berorientasi kemanusiaan, bukan finansial. Dokter kata politisi PAN itu sudah menjalankan tugasnya dan hanya karena ada masalah administrasi sehingga Debora meninggal.
“Itulah yang menjadi catatan Komisi IX DPR. Sebab, negara ini wajib melindungi setiap warga negara. Karena itu kasus Debora ini menjadi motivasi untuk kita agar tidak diam. Semua harus bergerak khususnya pers,” demikian Saleh Partaunan Daulay. (ART)