HARIANTERBIT.CO – Sejumlah negara di kawasan Samudera Hindia meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana tsunami. Untuk peningkatan kesiapan itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah penyelenggaraan pelatihan bagi negara-negara Samudera Hindia itu dalam kesiapan menghadapi bencana tsunami atau Indian Ocean Tsunami Ready (IOTR) workshop.
Menurut Plt Kepala BMKG Dr Widada Sulistya DEA, BMKG enam bulan sekali melakukan uji komunikasi secara rutin untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana risiko gempa bumi dan tsunami.
“Untuk merealisasi program kerja tersebut, ICG/IOTWMS akan menyelenggarakan rangkaian pertemuan terintegrasi working groups, task team, steering group back-to-back dengan Pelatihan SOP dan IOTIC (Indian Ocean Tsunami Information Centre – BMKG Program Office di Indonesia). Pertemuan ini akan dilaksanakan di Jakarta Indonesia dari 4-17 September 2017 oleh tim BMKG,” kata Widada dalam keterangan persnya, Rabu (6/9).
Sementara itu, Ketua ICG (Intergovermental Coordination Group) Dr Andi Eka Sakya MEng mengutarakan, tujuan diselenggarakannya pelatihan pada 6-8 September 2016 ini adalah untuk membantu negara-negara anggota Intergovernmental Coordination Group for the Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWMS)/Kelompok Koordinasi Antarnegara untuk Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi di Samudera Hindia untuk membangun Prosedur Operasi Standar (SOP) peringatan tsunami dan tanggap darurat dari hulu ke hilir; membantu Badan Manajemen Bencana Nasional/Daerah untuk membangun SOP dalam pelaksanaan skala lokal dan nasional dalam tanggap peringatan tsunami yang dikeluarkan Pusat Peringatan Tsunami Nasional; dan menyiapkan negara-negara anggota melakukan latihan Simulasi Tsunami di Samudera Hindia (IOWave18 Exercise) yang dijadwalkan pada September 2018 mendatang.
Kegiatan ini akan diikuti 75 peserta dari 19 negara anggota IOTWMS yakni, Australia, Comoros, India, Indonesia, Iran, Kenya, Malaysia, Maladewa, Mozambik, Myanmar, Oman, Pakistan, Seychelles, Afrika Selatan, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, Timor Leste, dan Yaman.
Andi Eka Sakya menerangkan, ICG/IOTWMS berfokus pada kelangsungan dan penyempurnaan sistem sebaik mungkin untuk meningkatkan tanggap dan kepedulian masyarakat pada negara-negara anggota IOTWMS.
Pada akhirnya, ICG melakukan uji komunikasi secara rutin, Simulasi Tsunami di Samudera Hindia (IOWave), workshop dalam pengembangan Prosedur Operasional Standar untuk peringatan tsunami dan tanggap darurat serta pelatihan-pelatihan dalam pengkajian risiko.
Dari berbagai kegiatan internasional yang sangat strategis ini diharapkan akan mampu menyiapkan sistem peringatan dini tsunami yang handal dan akurat. Untuk itu maka Indonesia dalam hal ini BMKG selain sebagai National Tsunami Service Provider (NTWC) dan Tsunami Service Provider (TSP) harus melengkapi seluruh sistem peralatan peringatan dini tsunami agar bisa optimal dalam pemanfaatannya.
Mengingat usia sistem peralatan tersebut lebih dari 10 tahun, maka sudah waktunya pemerintah Indonesia memberikan perhatian khusus dalam dukungan pendanaan untuk peremajaan sistem peralatan yang ada saat ini.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kesekretariatan IOC/IOTWMS Dr Srinivasa Kumar Tummala mengatakan, Indonesia, Austalia, dan India sebagai negara RTSP (Regional Tsunami Service Provider) memberikan informasi peringatan dini tsunami ke 28 negara Samudera Hindia. Menurutnya, ke depannya kita memiliki tantangan yang berfokus ke downstream guna memberikan peringatan dini untuk membantu masyarakat pesisir.
“Terkait itu, BMKG sendiri perlu anggaran yang cukup besar untuk meningkatkan sistem peringatan dini tsunami sehingga diharapkan dapat memberikan informasi peringatan dini tsunami kurang dari lima menit,” ujar Deputi Bidang Koordinator Sumber Daya Alam dan Jasa, Kemenko Kemaritiman Ir Agung Kuswandono MA.
Tsunami Aceh
Pertemuan di Jakarta pada September 2017 ini tidak lepas dari bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam yang telah membunuh lebih dari 230.000 jiwa, menelantarkan lebih dari 1 juta jiwa, dan meninggalkan jejak kerusakan sepanjang pantai di Samudera Hindia.
Pascakejadian tersebut, negara-negara di kawasan Samudera Hindia berkomitmen untuk merancang dan menerapkan Sistem Peringatan Dini Tsunami. Selanjutnya, harapan tersebut terwujud dengan berdirinya Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di BMKG yang didukung oleh 16 kementerian lembaga, dan telah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008.
Untuk memberikan layanan peringatan dini tsunami dan sistem mitigasi di Samudera Hindia, telah dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama pada 27 Juni 2017 antara BMKG dan IOC-UNESCO dalam mendukung pelaksanaan program IOTIC (Indian Ocean Tsunami Information Centre – BMKG Program Office di Indonesia, seperti yang diutarakan Plt Kepala BMKG Dr Widada Sulistya DEA. BMKG juga mendukung pendanaan untuk pelaksanaan program IOTIC antara lain: Annual Indian Ocean Regional Workshop (IORW); Annual Indian Ocean Capacity Building (IOCAP); Indian Ocean Tsunami Preparedness Studies and Research (IOSearch) dan mendukung pengembangan Indian Ocean Education and Awareness Material (IOTEAM).
Selain itu, negara-negara di Samudera Hindia pun melakukan pengajuan pada IOC/UNESCO untuk membentuk Intergovernmental Coordination Group for the Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWMS)/Kelompok Koordinasi Antarnegara untuk Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi di Samudera Hindia, seperti yang diutarakan Ketua ICG Dr Andi Eka Sakya MEng. Menurutnya, kegiatan ini sebagai koordianasi antarpemerintah untuk mengefektifkan sistem peringatan dini masyarakat dari hulu-hilir.
ICG/IOTWMS sendiri secara resmi didirikan oleh Resolution XXIII-12 pada Sidang IOC Juni 2005 di Paris. Andi Eka juga menjelaskan, ICG/ IOTWMS akan melakukan kegiatan Tsunami Exercise IOWave18 untuk memantau kapasitas kesiapsiagaan tsunami, membuat panduan dan melakukan percontohan penerapan Tsunami Ready Programme di Samudera Hindia sehingga diharapkan dapat membantu negara-negara yang rentan tsunami supaya memiliki sikap kesiapsiagaan terhadap bencana tsunami. (*/dade/rel)