
HARIANTERBIT.CO – Seniman sebagai sosok penggagas sampai dengan penghasil karya seni hidup kadang seperti dalam kematiannya. Namun ada pula hidup kembali pascakematianya.
Seniman yang hidup dalam kematiannya, karyanya hampir-hampir tidak mendapat apresiasi atau bahkan dianggap sesuatu yang sama sekali berada di posisi pelengkap penderita saja dalam kehidupannya. Hidup dalam tantangan dan tanggung jawab untuk bertahan hidup dan memberi kehidupan bagi diri dan keluarganya.
Seniman yang kebagian atau kejatuhan keberuntungan bisa menikmati hidup dari karya seninya. Mampu membuka art shop, galeri bahkan museum. Namun yang perlu dipertanyakan, bagaimana pascakematian sang seniman.
Karya yang ditinggalkan sangat luar biasa, namun tatkala tidak ada yang mampu merawat atau melestarikan tentu akan rusak sekarat atau bahkan hancur berantakan. Ini semua mungkin perlu perhatian serta penanganan dari yang berkuasa atau pemegang kekuasaan. Apa pun alasanya karya-karya sang seniman menjadi bagian dari suatu peradaban.
Tatkala penguasa dan pemegang kewenangan di bidang seni budaya pariwisata tidak peduli atau bahkan tidak tahu apa yang namanya melestarikan menumbuhkembangkan, maka dapat dipastikan pascakematian sang seniman tinggal kenangan. Yang menikmati tetap saja yang beruang dan memiliki kemampuan mengelola, sehingga terus dapat meneguk hasil karya sang seniman.
Tak jarang seniman dihargai dan dihormati karyanya pascakematiannya. Ini hidup pascakematiannya. Apalah guna pula ketika hanya sebatas barang pasar atau dagangan belaka. Tetap saja sang seniman kebagian nama bahkan doa pun sesekali saja. Lagi-lagi konsep mencerdaskan kehidupan bangsa adalah bagian dari tata kelola kehidupan sosial kemasyarakatan. Yang dapat diimplementasikan untuk tumbuh dan berkembang melalui masyarakat yang sadar wisata.
Di berbagai negara maju, mereka menjual karya para senimanya dalam kemasan sejarah, permuseuman dan berbagai salinan karya-karya mereka, sehingga yang originalnya tetap berada di museum. Permuseuman bagai mal yang menjadi standar peradaban dan kebudayaan. Untuk edukasi dan menjadikan model manusia yang berbudi pekerti.
Museum bukanlah pajangan atau tinggalan orang mati atau yang pernah hidup. Museum merupakan wahana apresiasi untuk tetap hidup bahkan lestarinya manusia-manusia yang mengukir sejarah dan berjuang untuk terus adanya suatu kehidupan manusia.
Penguasa tatkala ia memahami manusia yang dipimpinnya, maka apa yang menjadi karsa, rasa, karya dan cipta manusia menjadi bagian penghormatan terhadap leluhur. Bung Karno mengatakan jas merah (jangan sampai melupakan sejarah). (*)