HARIANTERBIT.CO – Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras pada 24 Agustus lalu. Namun dengan adanya penetapan HET tersebut, banyak petani yang masih skeptis. Para petani berharap, penetapan HET tersebut bisa diterapkan dalam jangka waktu yang panjang karena saat ini musim kemarau tengah melanda.
Sikap skeptis tersebut diungkapkan Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid di Jakarta, Senin (28/8). Menurut Zulkifli, saat musim kemarau seperti sekarang ini, panen petani turun dari yang biasanya 6-7 ton per hektare, kini hanya 3 atau 4 ton per hektarenya. Dampaknya, pasokan di Pasar Induk Beras Cipinang pun berkurang dan harga mengalami kenaikan.
“Masih masuk buat sekarang, tapi tidak dijamin 1-2 bulan yang akan datang karena kemarau tadi. Kita lihat saja,” ujarnya.
Menyikapi sikap skeptis para pedagang tersebut, Kementerian Pertanian harus bisa memastikan sektor hulu perberasan aman, sehingga HET dapat diimplementasikan. Kegagalan Kementan dalam menjaga sektor hulu produksi beras mengancam kredibilitas pemerintah.
“Percuma kalau diterapkan HET masalah di hulunya belum selesai, misalnya manajemen pasokan, efektivitas subsidi pupuk, benih dan bantuan alsintan,” ujar Bhima Yudhistira, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) kepada wartawan.
HET beras terbentuk dari harga bahan baku yaitu gabah, dan biaya-biaya pada mata rantai berikutnya, termasuk biaya penggilingan, pengepakan (packaging), hingga margin untuk pedagang eceran, baik di pasar tradisional maupun ritel modern.
“Masalah tata niaga beras bukan hanya terletak di hilir. Yang lebih krusial adalah penataan hulu di level petani,” tambah Bhima.
Untuk diketahui, penetapan HET beras berbeda-beda di tiap daerah. Harga beras medium dan beras premium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan sebesar Rp9.450 per kilogram dan Rp12.800 per kilogram. Sementara, untuk wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera sebesar Rp9.950 per kilogram dan Rp13.300 per kilogram sedangkan Papua dan Maluku sebesar Rp10.250 per kilogram dan Rp13.600 per kilogram. (arya)