HARIANTERBIT.CO – Merdeka atau mati merupakan ungkapan semangat juang kepahlawanan di era revolusi. Di era birokrasi yang sarat korupsi teriakan yang sama akan dikumandangkan; bicara atau mati. Semua menjadi takut bahkan masa bodoh dengan apa yang terjadi.
Maka yang dilakukan TsT atau tahu sama tahu. Yang paling penting ngedumi atau mau membagi atau kebagian. Masalah jumlah tidak menjadi soal. Keduman atau kebagian merupakan suatu penghormatan atau pemanusiaan apalagi bagi bawahan atau kaum golongan bawah.
Diberi atasan menjadi suatu anugerah berkah melimpah walau entah bagaimana bisa membagi. Tatkala tidak kebagian akan menjadi celometan kesana kemari dari kata hemat sampai pelit diungkapkan. Bagaimana akan kebagian kalau ndoro senangnya semua, ibarat makan sate yang di sebarkan hanya baunya. Tusuk dan bungkusnya pun mungkin ditelannya. Sumpah serapah pun akan keluar dari yang halus sampai yang kasar.
Bagaimana buang air besar, ya kalau semua dimakannya dari bata pasir gedung mobil solar bbm diminum sendiri. Aksi protes ini pun akan saling mempengaruhi dan akhirnya menjadi core value untuk saling mengerti. Ajaibnya lagi posisi-posisi dan kelakuan bisa makan dan minum apa saja semau-maunya malah dijadikan incaran dan bahan penghargaan yang dieluk-elukan dan diminati banyak orang.
Tidak ada makan siang yang gratis. Pepatah ini merupakan kalimat sakti yang mengingatkan bahwa kalau sudah di tempat itu jangan lupa siapa aku dan apa kewajibanmu. Kalau kamu banyak tahu jangan banyak bicara. Kalau kamu masih mau jangan lupa sama yang menempatkanmu. Kalau pingin selamat kalau ketahuan tanggunglah sendiri.
Karena kamu di situ memang bukan untuk kamu semata, tetapi ke atas ke samping dan ke bawah. Kalau salah, itulah kelemahanmu. Kalau ketahuan, maka kamu wajib mempertanggungjawabkan. Itu ksatria. Celometan bedil sisan. (*)