HARIANTERBIT.CO– Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu diaudit. Usulan itu mengemuka setelah Pra Peradilan memenangkan gugatan mantan hakim, Syarifuddin Umar. Dia terjaring OTT dugaan suap sengketa tanah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Salah satu yang meminta dilakukannya audit adalah Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Dijelaskan, OTT KPK melanggar Pasal 31 ayat D UU ITE soal penyadapan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
“Saya menganggap semua OTT itu ilegal. Karena Perppu dan UU tidak dibuat oleh pemerintah terkait penyadapan,” kata politisi senior sekaligus deklarator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/8).
Politisi yang dikenal kritis ini malah mempertanyakan keabsahan aturan penyadapan KPK yang dimasukkan dalam aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) lembaga antirasuah itu.
“Padahal SOP dimana-dimana bukan rehling. Dia ngak boleh mengatur hidup orang di luar. Lembaga ad hoc ini hanya mengatur hak orang di dalam,” kata politisi dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.
Sekarang yang menjadi pertanyaan, kata Fahri, apakah SOP ini boleh karena menurut Mahkamah Konstitusi (MK) tidak boleh sebab SOP itu tidak selevel dengan Undang-Undang.
“Aturan penyadapan itu kan semua operasi bawah tanah. Seperti yang kemaren misalnya. Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan ditangkap.”
Seperti dediketahui, KPK sebelumnya telah menetapkan Syarifuddin sebagai tersangka penerima suap Rp 250 juta lantaran menyetujui penjualan aset boedel pailit PT SCI, bernomor SHGB 7251 berupa sebidang tanah yang dilakukan secara nonboedel pailit oleh para kurator.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan hakim pengawas nonaktif PN Jakarta Pusat Syarifuddin terbukti bersalah menerima suap dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Disebutkan, Syarifuddin terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf (b) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana dalam dakwaan keempat.
Syafruddin mempraperadilankan KPK atas penangkapan itu. Sebab menganggap KPK semena-mena dalam proses penyitaan. Majelis hakim PN Jaksel lalu memenangkan gugatan Syarifuddin.
Dalam putusan itu, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan. Setelah melalui proses peradilan, kasus ini sampai ditingkat kasasi. MA memutuskan memenangkan gugatan Syafruddin.
Putusan MA bernomor 2580/K/Pdt.2013 tertanggal 1 Maret 2014. KPK diharuskan membayar kerugian kepada Syarifuddin Rp 100 juta. (art)