HARIANTERBIT.CO – Persaingan bisnis dari waktu ke waktu memberikan dampak lemahnya perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong iklim investasi untuk menyukseskan hal tersebut melalui penertiban impor berisiko tinggi.
Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kantor Staf Kepresidenan Indonesia (KSP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kejaksaan Agung, serta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), menggelar rapat koordinasi membahas program penertiban impor berisiko tinggi.
“Rapat koordinasi ini dilatarbelakangi untuk meningkatkan praktik perdagangan yang baik, sehingga lahir usaha yang sehat, bersih dan adil. Dengan ditertibkannya impor berisiko tinggi, volume peredaran barang ilegal dapat turun, dan terjadi supply gap yang dapat dipenuhi produksi dalam negeri, sehingga penerimaan negara bisa optimal dan akurat. Perekonomian bisa lebih baik,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam keterangan persnya usai Rapat Koordinasi Impor Berisiko Tinggi, di Kantor Ditjen Bea dan Cukai Rawamangun Jakarta Timur, Rabu (12/7).
Program penertiban impor berisiko tinggi, merupakan reformasi yang dijalankan Direktorat Jendera Bea dan Cukai, sejak Desember 2016.
“Kerja sama penegak hukum dan kementerian atau lembaga dan juga asosiasi, sejalan dengan itu, sebagai Menteri Keuangan, saya mengharapkan Ditjen Bea dan Cukai dapat meningkatkan kerja sama dan koordinasi internal dengan kementerian/lembaga terkait dan aparat penegak hukum,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, upaya penertiban impor berisiko tinggi, merupakan langkah nyata Ditjen Bea dan Cukai untuk menjawab tantangan dari masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal diberantas. Dalam jangka pendek, Ditjen Bea dan Cukai akan melaksanakan taktis operasional melalui pengawasan kinerja internal. (*/dade/rel)