Agung Wiranata SH

TINDAKAN NONPROSEDURAL BISA HILANGKAN HAK SESEORANG

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Mencari keadilan di negara ini masih saja dirasa sulit oleh warganya. Setidaknya hal itu dirasakan salah satu pihak yang berperkara dalam kasus tanah di Kuningan Barat, Jakarta Selatan. Pihak PT Cempaka Surya Kencana (CSK), selaku tergugat, merasa dirugikan oleh tindakan yang dilakukan pihak PN Jakarta Selatan. Pasalnya, proses sita eksekusi atas lahan seluas 1,2 hektare yang dilakukan PN Jakarta Selatan, tidak sesuai prosedur.

Agung Wiranata SH

Kuasa Hukum PT CSK Agung Wiranta SH menyatakan, sita eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 22 Mei 2017 lalu, tidak sah dan dapat dikatakan cacat hukum dikarenakan tidak sesuai prosedur. “Atas kejadian itu dapat disimpulkan bahwa hukum suka-suka ada di PN Jakarta Selatan,” ucap Agung kepada wartawan di Depok, Senin (10/7).

Agung menegaskan, pihaknya merasa dirugikan oleh PN Jakarta Selatan sehingga ia bersama kliennya melakukan perlawanan dan PK atas sita eksekusi yang telah ditetapkan PN Jakarta Selatan. Agung menambahkan, surat penetapan sita eksekusi Nomor 1445/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel menurutnya cacat hukum alias tidak sesuai kaidah hukum yang berlaku.

“Masa surat penetapan sita eksekusi ditandatangani oleh Wakil Ketua PN Jakarta Selatan Wayan Karya SH, MHum, tertanggal 17 Mei 2017. Hal itu cacat hukum. Yang betul itu ditandatangani oleh Ketua PN Jakarta Selatan, sedangkan saat itu Ketua PN pindah dan telah dilantik menjadi hakim tinggi di Jambi. Oleh karena itu, saya menyimpulkan ada hukum suka-suka di PN Jakarta Selatan ini,” ungkap Agung.

Lebih lanjut Agung mengungkapkan, pembacaan sita eksekusi di objek eksekusi saat itu dilakukan di luar jam kerja oleh Juru Sita PN Jakarta Selatan, yakni sekitar pukul 18.00 WIB. Selain itu, Agung memastikan bahwa pihak PN Jakarta Selatan tidak melakukan aktivitas pengukuran lahan sebelum melakukan sita eksekusi. Pemberitahuan terkait sita eksekusi pun tak dilayangkan Panitera maupun Juru Sita PN Jakarta Selatan kepada pihak PT CSK.

“Ini benar-benar cacat hukum, dan tidak bisa diterima lantaran Wakil Ketua PN Jakarta Selatan telah melampaui batas kewenangannya dengan menandatangani penetapan sita eksekusi. Langkah selanjutnya, kami akan membuat laporan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung karena banyak kejanggalan,” tegas Agung.

Kejanggalan lainnya, menurut Agung, terletak pada pihak pelapor. Rakhmad Djunaedi dan Zainal Arifin yang telah dinyatakan bersalah oleh PN Jakarta Selatan terkait perkara pidana umum lantaran memberikan keterangan palsu dalam akta otentik, bisa menjadi pelapor dalam perkara lahan di Kuningan Barat tersebut. “Kok bisa ya pemohon telah dinyatakan bersalah dalam suatu objek yang sama dan di PN yang sama tetapi di PN itu pula menang dalam perkara perdata. Ini benar-benar tak masuk akal,” pungkas Agung.

Dari data yang dimiliki Agung Wiranta terungkap, bahwa PN Jakarta Selatan melakukan sita eksekusi berdasarkan penetapan Nomor 1445/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tentang perintah melakukan sita eksekusi terhadap tanah Eigendom Verponding Nomor 7646 yang sekarang dikenal sebagai Kampung Kuningan, Jalan Abdul Rochim RT 003/RW 02 Kelurahan Kuningan Barat, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dengan batas-batas: sebelah utara adalah Gedung Atlantika/Bapak Yosep Bara; sebelah barat yakni Kuningan Barat; sebelah selatan yaitu Bapak Hani, dan sebelah timur yang adalah apartemen.


Sita eksekusi tersebut dilaksanakan PN Jakarta Selatan terhadap Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 284 Kelurahan Kuningan Barat atas nama PT Cempaka Surya Kencana seluas 1393 meter persegi tertanggal 29 Juni 2007 Surat Ukur Nomor 00367/2007 tertanggal 09 Mei 2007; Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 282 Kelurahan Kuningan Barat atas nama PT Cempaka Surya Kencana seluas 886 meter persegi tanggal 09 Maret 2007 Surat Ukur Nomor 00368/2007 tertanggal 21 Februari 2007; dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 137 Kelurahan Kuningan Barat atas nama PT Cempaka Surya Kencana seluas 1220 meter persegi tertanggal 23 Mei 1994 Gambar Situasi Nomor 2695/1993 tertanggal 06 Agustus 1993.

“Namun, sangat disayangkan. Sita eksekusi tersebut disinyalir cacat hukum dan tidak sesuai kaidah hukum. Menunjuk, penetapan itu ditandatangani oleh Wakil Ketua PN dan pemohon sita eksekusi telah dinyatakan bersalah dalam memberikan keterangan palsu terkait akta otentik terhadap objek sita eksekusi tersebut. Ironisnya lagi, pemohon sita eksekusi dinyatakan bersalah di PN yang sama, yakni di PN Jakarta Selatan,” ungkap Agung. (arya)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *