HARIANTERBIT.CO – Pemiihan Kepala Daerah (Pilkada) Buton Selatan masih saja menggantung di hati masyarakat Buton Selatan (Busel). Sebelum ini masyarakat Busel gembira bercampur kecewa, karena Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP-RI) telah menetapkan lewat putusannya, bahwa BudiMan seharusnya mendapat kesempatan perbaikan dukungan dan layak lanjut mengikuti tahapan Pilkada Busel. Ketua KPU Busel dinyatakan melanggar etik.
“Kita gembira, karena BudiMan nyata punya hak konstituasi, tapi juga kecewa karena hukumannya hanya peringatan kepada Ketua KPU Busel. Hak konstitusi orang dihalangi dan pendukungnya nyata, masak cuma peringatan. Hakim kan sudah menyatakan ini kesalahan fatal,” demikian salah satu tokoh masyarakat Busel, yang minta tidak usah dikutip namanya, Minggu (18/6).
Dua prihatin lainnya adalah, sampai hari ini tidak ada bantahan dan pembuktian dari Agus Salim-La Ode Agus (AA) bahwa mereka tidak menggunakan KTP BudiMan di KPU untuk lolos, serta penantian Busel begitu lamanya proses atas ijazah palsu La Ode Arusani di Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).
Janji Panwaslu Busel untuk menyelidiki masalah ini berhenti, karena alasan b1.KWK tidak diberikan oleh KPU Busel. “Kenapa tidak periksa AA, dari mana mereka dapat KTP. Harusnya penelitian panwas itu baru berhenti ketika pemeriksaan dilakukan, tidak ditemukan pencurian,” sang tokoh masyarakat masih bertanya-tanya.
Penantian masyarakat terkait ijazah palsu, saat ini agak terobati, karena telah tersebar luas berita La Ode Arusani sudah diperiksa oleh Polda Sultra, Kamis (15/6) lalu, dan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ijazah palsu La Ode Arusani sudah dikirim ke kejaksaan.
Merujuk pengaturan ranah pendidikan paket dan reguler, seseorang paling lama ditolelir putus sekolah SD adalah tiga tahun. Jadi seseorang dapat masuk SLTP maksimal di usia 16 tahun, kalau lebih dari itu misalnya 17 tahun, maka fasilitas pendidikan yang tersedia adalah Paket B (bukan reguler bangku sekolah tiga tahun SLTP). Jika mencermati ijazah SMPN Banti-Tembagapura La Ode Arusani yang diterima KPU Busel, mengindikasikan yang bersangkutan mulai sekolah di sana pada usia 27 tahun. Nomor ijazahnya juga bukan nomor ijazah Papua, tapi Nusa Tenggara Barat.
“Sangat disayangkan penjelasan Jumadi SPd, ketua Panwas Busel, bahwa kewajiban memeriksa ijazah hanya pada pendidikan tingkat yang terakhir. Jadi hanya ijazah tingkat SLTA yang dia teliti dan periksa. PKPU No 9/2016 tidak menyatakan demikian,” komentar Ridwan SH, kuasa hukum Faizal-Hasniawati.
Masalah hak konstitusi BudiMan, gamblangnya bukti AA pakai KTP BudiMan untuk lolos dan ijazah palsu La Ode Arusani ini telah menjadi cacat Pilkada Busel. “Pikada Busel belum jadi kegembiraan daerah, baru jadi kegembiraan tim sukses Agusani saja. Yang dilantik juga tidak tenang bekerja kalau begini, karena walau tidak terucap, masyarakat tetap berkeyakinan dia harusnya gugur saat jadi calon,” demikian La Ode Budi.
“Jika La Ode Arusani terbukti inkrah ijazahnya palsu, maka pasangan Agusani otomatis dianulir pelantikannya. Hukum yang memerintahkan,” demikian Yislam Alwini, ketua umum Komnas Pilkada Independen Indonesia yang juga meneliti kasus-kasus ijazah palsu di berbagai daerah.
PKPU No 9/2016 pasal 101 ayat a, b menyatakan bahwa yang gugur adalah pasangan, jika salah satu dari calon terbukti memiliki ijazah palsu pada tingkat pendidikan mana pun.
Setelah proses pemeriksaan La Ode Arusani dan juga sudah terbit SPDP oleh Polda Sultra, kini masyarakat Busel menunggu pengumuman Polda Sultra atas status La Ode Arusani, dan waktu untuk sidang di pengadilan. Jika ancaman hukumannya enam tahun, Polda sudah seharusnya menahan yang bersangkutan. (*/dade/rel)