HARIANTERBIT.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia (DKPP-RI) memutuskan untuk menyidangkan kasus ijazah palsu Arusani di SMP Banti, Timika, dan pembohongan publik KPU Busel kepada masyarakat Busel (bukti alat peraga KPU Busel) dan negara (bukti BB-2.KWK) atas pendidikan Arusani di MAN 1 Baubau.
Aduan DKPP Nomor 155 tersebut sudah dinyatakan sidang pada website DKPP. Masalah ini buntut dari penyelenggaraan Pilkada Busel yang tidak transparan di antaranya, pada tahap penanganan bakal calon (balon).
Lima balon yang menghadap KPU Buton Selatan (Busel) untuk mendaftar, tiga tidak ditangani dengan benar oleh KPU Busel. Dua harusnya gugur, Agusani tidak memenuhi syarat (TMS) karena ijazah palsu, pasangan yang didiskualifikasi atau gugur bukan salah satu (UU No 9/2016, Pasal 101 Ayat 1, 2, 3). Agus Salim-La Ode Agus (AA) juga gugur karena KTP-nya tidak cukup (ditolak hampir 50 persen pemilik KTP yang disetorkannya ke KPU).
Sedangkan BudiMan (La Ode Budi-Abdul Manan) yang sudah dinyatakan KPU Busel sudah memenuhi syarat (MS), berlebih dari syarat dan diminta pulang KPU, diputuskan TMS oleh KPU Busel dua hari kemudian.
Dalam persidangan DKPP, 13 April 2017 di kantor Bawaslu Sultra, Kendari, bahwa alasan KPU Busel menerbitkan tanda terima yang tidak diatur oleh PKPU (sebagai pendukung pernyataan MS kepada BudiMan) karena adanya ancaman, di hadapan Hakim DKPP adanya ancaman itu dianulir sendiri oleh Ketua KPU Busel La Ode Masrizal Mas’ud. “Tidak ada ancaman Pak,” kata Masrizal setelah dicecar hakim, Selasa (9/5).

Pada sidang tersebut juga diungkap Ketua Hakim Nur Hidayat Sardini (komisioner DKPP RI), bahwa administrasi internal BudiMan adanya dua wakil, bukan bagian dari administrasi KPU. Poligami calon sebelum mendaftar bukan urusan KPU, kecuali ada dua administrasi yang didaftar ke KPU. Ketua KPU Busel menyatakan “Tidak ada!”, atas pertanyaan hakim; “Apakah La Ode Budi pernah membawa, mendaftarkan atau sebelumnya mencatatkan wakil lain selain Abdul Manan ke KPU Busel?”
“KPU Busel menginapkan KTP BudiMan (tidak langsung dihitung) juga ternyata tidak ada landasannya pada Peraturan KPU, sementara BudiMan saat mendaftar masih pada rentang waktu ketetapan KPU. Itu hanya kesepakatan penyelenggara saja, Pak,” demikian Masrizal Mas’ud yang membuat hakim geleng-geleng.
Pada sidang DKPP untuk materi aduan lainnya yaitu penyelidikan Panwaslu Busel terkait berpindahnya KTP BudiMan di KPU Busel ke AA, sehingga AA lolos sebagai calon, hakim mendapatkan jawaban yang aneh dari Jumadi SPd, ketua Panwaslu Busel. “Kami tidak diberikan B1.KWK BudiMan dan B1.KWK AA oleh KPU Busel, karena itu kami plenokan bahwa kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti,” demikian Jumadi SPd yang memancing kemarahan hakim.
“Kenapa tidak minta tolong Bawaslu, KPU propinsi, pusat atau DKPP atas masalah ini untuk memaksa dokumen itu diberikan KPU Busel. Penonton yang duduk di belakang juga bisa jadi panwas kalau kerja normatif seperti itu,” demikian Nur Hidayat Sardini.
Sidang DKPP kemudian ditunda, dan selanjutnya diagendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi, karena aduan ijazah diterima, maka sidang DKPP selanjutnya sekaligus juga akan menyidangkan kasus ijazah palsu Arusani dan pendidikan di MAN 1 Baubau.
Terkait DKPP akan menyidangkan ijazah palsu dan adanya Kebohongan publik kepada negara dan masyarakat, La Ode Budi memilih tidak berpendapat dulu dan menunggu saja pembahasan di persidangan.
Menurutnya, terbongkarnya ijazah ini hasil kerja Pak Faizal dan Ibu Hasniawati dan tim, dan menyarankan masalah jumlah suket yang disepakati 300-an, tapi faktanya di lapangan menjadi hampir 2.000, harusnya juga diungkap di sidang DKPP. “Saya dapat info, kalau suket sesuai kesepakatan, hasil Pilkada Busel yang lalu akan berbeda,” demikian La Ode Budi.
Sementara itu, La Ode Budi juga berharap fakta di sidang DKPP tidak ditutupi atau dibelokkan menggunakan intervensi dari penyelenggara di daerah ataupun pusat. “Semoga tidak ada perlindungan ataupun upaya pembelokan fakta-fakta di sidang DKPP ini. Biarlah masyarakat Busel mendapatkan haknya yaitu, pilkada yang jujur dan adil. Bawaslu dan KPU tingkat provinsi ataupun pusat pastilah mencermati kasus ini, dan yakin mereka akan mengutamakan hak rakyat Busel daripada oknum,” demikian La Ode Budi. (*/dade/rel)