HARIANTERBIT.CO – Disahkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004, adalah memontum peninjauan kembali rumusan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menjadi tolak ukur kinerja pemerintah daerah selama ini. Saat ini pula Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang SPM sebagai turunan dari UU No 23 Tahun 2014 sedang dalam proses pengesahan.
“Proses penyusunan RPP SPM baru yang dimotori Kementerian Dalam Negeri tersebut, mencatat sejumlah dinamika penting antara lain, proses mengatasi sejumlah tantangan dalam menyamakan pemahaman mengenai SPM, juga mengenai ukuran pemenuhan SPM pendidikan sesuai dengan kondisi daerah yang beragam,” kata Wakil Bupati Gresik Dr H Moh Qosim MSi, ketika menjadi narasumber acara Kopi Darat yang bertema “Standar Pelayanan Minimal Pendidikan: Bukan Sekadar Pemenuhan Sarana dan Prasarana”, di Ruang Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung A Lt 1 Kemendikbud, Jl Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Rabu (3/5).
Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan indikator-indikator standar pelayanan yang telah ditetapkan. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar (SPM Dikdas) adalah tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah kabupaten/kota.
“Tujuan SPM Dikdas adalah untuk menjamin bahwa di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia kondisi minimal demi keberlangsungan proses belajar-mengajar yang berkualitas. Peraturan Mendikbud No 23 Tahun 2013 tentang SPM Dikdas di kabupaten/kota mengatur prinsip serta indikator Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar (SPM Dikdas) yang harus dipenuhi di berbagai penjuru Tanah Air,” ujar Moh Qosim.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Perencanaan Wilayah Jawa-Bali Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Drs Bob Sogalo menjelaskan, terdapat 27 indikator SPM Dikdas tingkat SD/MI dan SMP/MTs terdiri dari, 14 indikator tingkat kabupaten/kota (pemerintah daerah) serta 13 indikator tingkat satuan pendidikan (sekolah). Indikator tersebut meliputi sarana prasarana pendidikan yang layak, pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan kompeten, kurikulum yang baik, serta penjamin mutu pendidikan yang baik.
“Sebagai contoh, ketersediaan buku teks adalah satu indikator SPM Dikdas yang harus dipenuhi sekolah di bawah supervisi pemerintah daerah. Masyarakat dan orang tua murid berhak menanyakan pada pihak sekolah maupun dinas pendidikan setempat jika disekolah belum tersedia buku teks yang layak dalam menunjang keberhasilan pencapaian proses belajar mengajar,” kata Bob Sogalo.
Bob menambahkan, contoh lain indikator SPM Dikdas yang harus dipenuhi adalah, jumlah maksimal 32 siswa dalam satu kelas untuk SD/MI dan 36 siswa untuk SMP/MTs, ketersediaan ruang guru dan alat peraga, serta syarat akademis dan kompetensi para tenaga pendidik.
Saat ini, peraturan pemerintah yang baru mengenai SPM tengah dalam proses pengesahan. Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga secara kebersamaan tengah menyiapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) terkait SPM Pendidikan.
“Rancangan permendikbud tersebut diharapkan bukan hanya menjadi payung bagi penyatuan sejumlah indikator dan standar yang ada di bidang pendidikan, tetapi lebih penting lagi, bisa menjadi langkah maju untuk meningkatkan layanan pendidikan di Indonesia secara terpadu. Untuk mendorong terwujudnya standar pelayanan minimal tersebut, juga dilakukan Program Pengembangan Kapasitas Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar (PKP-SPM Dikdas) sebagai bantuan teknis yang didanai oleh Uni Eropa (EU) dan dikelola oleh Bank Pembangunan Asia (ADB),” ungkap Bob.
“Program ini dilaksanakan oleh Kemendikbud, bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Agama dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Melalui program ini, 108 kabupaten/Kota di 16 provinsi di Indonesia diberi pendampingan dan hibah untuk pengembangan kapasitas dalam rangka penerapan SPM Dikdas,” sambungnya. (*/dade/rel)