Direktur Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral BPPT Dadan M Nurjaman, didampingi para rekayasa teknologi tambang, Budi Purnomo, dan teknologi ahli Kimia, Asep Nur Rochman, saat acara jumpa pers BPPT, 'Stop Penambangan Emas dengan Merkuri', di Kantor BPPT, Jl MH Thamrin Jakarta, Rabu (5/4).

BPPT KEMBANGKAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN EMAS BEBAS MERKURI

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan teknologi pengelolaan penambangan emas tanpa merkuri bagi pertambangan skala kecil. Tercatat 850 lokasi penambangan emas skala kecil dan terus-menerus memakai teknik merkuri, BPPT terus mendorong agar pengolahan tambang emas tidak memakai merkuri.

Selama dua tahun, BPPT telah melakukan kajian, inovasi teknologi pengelolaan emas yang bebas merkuri, dan akan diterapkan kepada pertambangan skala kecil. Namun berdasarkan kajian dan data yang dimiliki, mayoritas penambangan emas skala kecil atau rakyat masih menggunakan teknik amalgamasi memakai merkuri,” kata
Direktur Pusat Teknologi Sumber Daya Mineral BPPT Dadan M Nurjaman, saat acara jumpa pers BPPT, ‘Stop Penambangan Emas dengan Merkuri’, di Kantor BPPT Jl MH Thamrin Jakarta, Rabu (5/4).

Direktur Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral BPPT Dadan M Nurjaman, didampingi para rekayasa teknologi tambang, Budi Purnomo, dan teknologi ahli Kimia, Asep Nur Rochman, saat acara jumpa pers BPPT, 'Stop Penambangan Emas dengan Merkuri', di Kantor BPPT, Jl MH Thamrin Jakarta, Rabu (5/4).
Direktur Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral BPPT Dadan M Nurjaman, didampingi para rekayasa teknologi tambang, Budi Purnomo, dan teknologi ahli Kimia, Asep Nur Rochman, saat acara jumpa pers BPPT, ‘Stop Penambangan Emas dengan Merkuri’, di Kantor BPPT, Jl MH Thamrin Jakarta, Rabu (5/4).

Padahal, sambung Dadan, untuk penambangan skala besar atau industri, teknik amalgamasi telah ditinggalkan karena berbahaya dan tidak efisien dan sebenarnya ada alat pengolahan dalam pertambangan emas yang tidak membahayakan. Misalnya untuk tipe endapan emas sekunder yang terdapat di sungai, pemisahannya cukup menggunakan grafitasi, tanpa menggunakan bahan kimia, karena secara alamiah sudah terpisahkan dari butir-butir yang lebih besar, dan bisa dilakukan pembakaran langsung untuk mendapatkan emasnya.

“Untuk endapan emas primer yang ukurannya sangat halus, tidak bisa dilakukan secara grafitasi dan pelarutnya menggunakan bahan kimia di antaranya sianida. Kita dengan pendekatan terintegrasi antar pengolah dan proses kimia dengan dampak penanganan lingkungan, agar supaya bahan kimianya sebelum dilepas ke ke lingkungan sudah aman,” ujar Dadan.

Secara ekonomi penggunaan merkuri dengan bahan kimia, berdasarkan penelitian menggunakan merkuri recoverynya sangat rendah, emas terektrasi oleh merkuri di bawah 50 persen, tetapi dengan menggunakan bahan kimia bisa 80 persen. Berarti, perolehan emasnya lebih banyak dengan menggunakan bahan kimia, walaupun investasi segi peralatannya lebih tinggi dibanding dengan merkuri.

“Di sisi lain banyak keuntungan, di samping masalah ekonomi, juga dampak terhadap lingkungan. Kalau dengan nonmerkuri itu bisa diatasi, tapi kalau merkuri dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak pada kesehatan, Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral BPPT berupaya untuk mencari reagen untuk memisahkan emas secara aman. Pendekatan reagen yang berbahaya harus ada antisipasi bagaimana pengolahannya supaya dampaknya tidak merusak lingkungan,” ungkap Dadan.

Pada tahun 2017 ini, BPPT akan melakukan uji coba pengelolaan penambangan emas tanpa merkuri di Pacitan dan Banyumas, bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM-RI). Merkuri tergolong logam yang berbahaya dan beracun. (*/dade/rel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *