HARIANTERBIT.CO – Ketua Umum Sentral Gerakan Rakyat (Segera) Jokowi, Akhrom Saleh SIP menyampaikan, mencari keadilan di negeri ini tidaklah mudah, melainkan harus dengan perjuangan berdarah-darah, sehingga bagi rakyat kecil keadilan hanyalah mimpi di siang bolong.
Seperti contohnya, Ibu Sriwittin Lee sebagai pemilik Hotel Marilyn di Jalan Raya Serpong, Tangerang Selatan adalah korban ketidakadilan aparat penegak hukum. “Seharusnya aparat penegak hukum tegak lurus menangani kasus sengketa batas tanah antara Hotel Marilyn dan Minanto Wiyono yang patut diduga adalah mafia tanah,” kata Akhrom, Senin (20/3).
Ironisnya masalah batas tanah itu adalah kasus kecil yang dibesar-besarkan oleh aparat penegak hukum, sehingga permasalahan batas tanah itu dapat berlarut-larut dan patut diduga menjadi objek pungutan liar (pungli) yang tidak berdasar.
“Saya rasa kasus yang menimpa Ibu Sriwittin Lee adalah salah satu dari sekian juta rakyat Indonesia yang bernasib sama, banyak rakyat kecil yang tanahnya diklaim dan diserobot oleh pengusaha yang dapat menyulap surat-menyurat melalui instansi-instansi yang berkaitan dengan itu demi kepentingan pribadi,” ucap Akhrom.

Sehingga, lanjutnya, jalur apa pun ditempuh bahkan tak jarang sampai dengan menelan korban jiwa. Konflik pertanahan di Indonesia harus ditangani dengan serius oleh pemerintah, sebab instansi yang berkaitan dengan pertanahan sebagai salah satu biang konflik, ditambah lagi sering sekali instansi penegak hukum turut serta berperan dalam konflik pertanahan, dan ini sudah menjadi rahasia umum.
Ketum Segera Jokowi ini menambahkan, apalagi pihak kepolisian dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) beberapa hari yang lalu bekerja sama dalam hal pemberantasan mafia tanah, pungutan liar, pertukaran informasi, dan sebagainya. Artinya pemerintah melalui BPN dan pihak kepolisian sudah semakin serius menangani konflik agraria/pertanahan, hanya saja dua instansi itu tidak boleh luput dari pengawasan, agar program kerja sama itu bukanlah sekadar pepesan kosong.
“Kerja sama antara Polri dan BPN terkait pemberantasan mafia tanah dan pungli patut kita apresiasi setinggi-tingginya, demi terciptanya kondisi yang kondusif dan keadilan untuk yang benar, bukan malah sebaliknya. Harapan kami persoalan Hotel Marilyn yang menjadi korban ketidakadilan menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini para pimpinan Polri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, sebab terlalu banyak oknum di bawahnya adalah berjaring dengan mafia tanah dan melakukan pungli,” ungkap Akhrom.
Oleh karena itu, sambungnya, kami dari organisasi relawan Jokowi sebagai pengontrol dan pengawas program Nawacita, berkewajiban mengontrol dan mengawasi kedua lembaga yakni Polri dan BPN, sehingga kedua instansi tersebut benar-benar menjalankan program Nawacita Presiden RI ketujuh.
Yang menarik perhatian dari kerja sama itu adalah, melakukan pemberantasan pungli serta mafia tanah di bawahnya sesuai dengan tujuan kerja sama itu.
“Sebagai bentuk awal tes-kes kami terhadap Polri dan BPN, maka Segera-Jokowi akan menghadap dalam waktu dekat untuk melaporkan persoalan konflik batas tanah yang terjadi yang telah disebutkan di atas, karena kami mencium aroma pungli dan mafia tanah dalam kasus itu, sehingga Ibu Sriwittin Lee yang dizalimi oleh oknum aparat penegak hukum dan BPN mendapatkan efek jera,” kata Akhrom dengan nada geram.
“Bila mana tidak juga diselesaikan dengan adil, maka kami tidak sungkan-sungkan akan meledakkan masalah ini di pertemuan rutin relawan-relawan Jokowi dengan Bapak Joko Widodo di Istana Negara,” pungkasnya. (*/dade/rel)