HARIANTERBIT.CO – Direktur Utama Dharma Jaya, Marina Ratna D. Kusumajati salah satu perusahaan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) DKI Jakarta, dituding “menyerobot” tanah warga dilaporkan ke polisi.
Tanah seluas total 5.140 m2 milik Agung Haryono “diserobot” BUMD.
“Kami sudah laporkan ke Polda Metro Jaya dengan No. LP: 2444/VI/2015/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 22 Juni 2015. Kini masih dalam penyidikan,” tegas Dedy Dwi Yulianto, S.H., pengacara Agung Haryono kepada wartawan di Jakarta, Kamis 01 Sepetember 2016.
Sedangkan, kasus perdatanya, kata Dedy, dilaporkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. “Tanah seluas total 5.140 m2 milik klien kami itu ada di Jl. Penggilingan Raya, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur,” ucapnya.
Dijelaskan Dedy, bentuk “penyerobotannya” adalah Dharma Jaya mengakui kepemilikan tanpa alas hak. “Mereka mengklaim, tanah klien kami (Agung) milik mereka. Padahal, tanah seluas total 5.140 m2 ini adalah milik Agung. Ya, perdatanya dilaporkan ke PN Jaktim dan sekarang proses mediasi,” cetusnya.
Dalam proses mediasi itu, pihak Dharma Jaya, tegas Dedy, tidak pernah hadir. “Inilah persoalannya, mereka tidak pernah hadir dalam mediasi. Sidang dua kali tidak hadir. Dan ini mereka terkesan meremehkan. Mereka merasa dekat dengan kekuasaan mungkin,” ketusnya.
Apa harapannya? Dedy menegaskan, pihaknya ingin hak kliennya diberikan. “Kalau memang bukan haknya, ya, serahkan ke yang berhak, dong. Atau, kalau mau argumen, ya musyawarah. Tapi, mereka kan tidak mau,” ungkapnya.
Diterangkan Dedy, kliennya ingin, memagari tanah tersebut. “Tapi, kita tidak boleh memagari. Pernah hampir bentrok antara pemilik dan Dharma Jaya sebelum lebaran kemarin. Mereka (Dharma Jaya) membawa oknum yang mengaku marinir. Pemda jangan gunakan tentara untuk gusur rakyatlah. Akhirnya, sementara ini polisi mengambil kebijakan tanah diberi ‘police line’,” terangnya.
Menurut informasi yang didapat wartawan di lapangan, Direktur Utama Dharma Jaya, Marlina, kabarnya masih kerabat dengan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). “Ya, karena itu mungkin ia merasa kuat. Dan tidak mau mediasi. Karena dekat dengan kekuasaan barangkali,” imbuhnya.
Awalnya, tanah tersebut milik Asim. Tahun 1971dijual ke Jusuf Bauty dengan akte jual beli (AJB). Lalu, tahun 1996 dijual ke Achmad Sidik dengan AJB juga. “Kemudian, dibeli Agung, tapi AJB-nya masih atas nama Achmad Sidik,” pungkas Dedy.
Jelasnya, pada saat Agung ingin memagar, tiba-tiba, pihak Dharma Jaya melarang dengan argumen mereka memiliki surat pelepasan hak (SPH) dari Rohim yang nota bene anaknya Asim dan dilepaskan ke Dharma Jaya, tapi tanpa nama penerima.