HIPSI SOLUSI PROBLEM EKONOMI SANTRI

Posted on

Oleh: Muhammad Nur Hayid

DUNIA santri saat ini tidak lagi sama nasibnya dengan dunia santri era 90-an ke belakang. Sebab, saat itu dunia santri masih dipenuhi stigma dan kesan, bahwa santri hanya bisa ngaji, kuno, kolot, dan kalau sudah lulus mondok di pesantren, ya hanya kembali ke kampungnya menjadi petani, melanjutkan usaha orang tuanya atau mengajar ngaji di musala dan madrasah.

Kesan dan stigma yang cenderung negatif soal santri dahulu itu, saat ini sudah mulai terkikis. Sebab, setalah melakukan berbagai upaya serius mengejar ketertinggalan, dan ditopang lagi dengan adanya reformasi politik tahun 1998, kehidupan santri langsung menyeruak dari pinggiran ke pusat kekuasaan. Santri juga bisa bernasib sama seperti warga bangsa yang lain. Bisa menjadi pejabat negara, bisa menjadi pengusaha, dan bisa menjadi apa pun kalau memiliki kompetensi dan kualitas diri yang handal.

Gus Dur adalah buktinya, meskipun selama itu dikesankan pimpinan kaum tradisional yang kolot dan tidak modern, tetapi Gus Dur menunjukkan kemampuannya atas izin Allah menjadi orang yang paling layak menjadi presiden Republik Indonesia pertama pascareformasi. Gus Dur mengalahkan siapa pun termasuk tokoh nasional yang mengaku paling hebat dengan semua gelar dan posisinya saat reformasi, dan juga mengalahkan para jenderal dan tokoh nasional yang dididik langsung oleh Orde Baru menjadi para pemimpin masa depan Indonesia.

Inilah titik balik santri masuk ke pusat dan jantung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan naiknya Gus Dur sebagai presiden RI hasil Pemilu 1999 yang diakui paling demokratis sepanjang sejarah pasca-pemilu 1955, maka kaum santri tidak hanya bisa membuktikan kepada bangsa ini dan seluruh rakyat Indonesia mampu menjadi presiden, tetapi juga otomatis mampu menjadi para pembantunya presiden. Ada yang menjadi menteri, gubernur, wali kota, bupati dan anggota legislatif di berbagai tingkatannya sampai pusat.

Nah, di era modern pascareformasi ini, ketika kehidupan berbangsa dan bernegara semakin menyempit, karena arus deras perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat dan dahsyat, juga membantu ruang gerak para santri menjadi semakin terbuka dan fleksibel. Para santri dan dunia pendidikan pesantren tidak lagi hanya mengajarkan anak didiknya dan para santri hanya belajar ilmu agama dalam kitab kuning, tetapi juga mulai mengajarkan ilmu-ilmu keduniaan, sepeti matematika, informasi teknologi, bisnis dan manajemen serta enterpreneurship.

Oleh karena itu, jangan heran kalau kemudian muncul banyak pengusaha santri atau pengusaha yang memiliki latar belakang sebagai santri. Ini tentu satu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi dunia santri dan pesantren. Karena hakikat kemanusiaan santri di mata seluruh warga dan negara Indonesia menjadi normal dan tidak dipandang sebelah mata sebagai kaum kolot, tradisonal dan terbelakang. Artinya saat ini santri justru memiliki peran penting dan strategis dalam membangun bangsa dan nagara ini khususnya dalam bidang ekonomi.

Oleh karena itulah, berdirilah namanya organisasi Himmah Pengusaha Santri Indonesia (Hipsi), sebagai sebuah wadah berkumpul dan bersatunya pengusaha yang memiliki background santri. Kalau dulu pada tahun sebelum 1945 bangsa Indonesia sedang melawan kolonialisme Belanda. Ada seorang santri dan juga seorang ulama dari pesantren, KH Wahab Chasbullah. Beliau juga seorang aktivis pergerakan kemerdekaan nasional, beliau adalah pencetus organisasi Nahdlatut Tujjar (organisasi para pedagang atau pengusaha NU) pada tahun 1918.

Bersama 45 saudagar santri lainnya, Mbah Wahab mendirikan perkumpulan para pengusaha santri yang diberi nama Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Para Pengusaha dari kalangan santri. Dalam catatan sejarah, organisasi ini memliki tujuan mulia yaitu meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat nahdliyin dan sekaligus sebagai strategi dan wadah perjuangan melawan penjajahan dan penindasan imprealisme Belanda.

Bukti-bukti sejarah juga menunjukkan bahwa lahirnya Nahdlatut Tujjar merupakan bentuk awal dari satu kesatuan dan rangkaian panjang kebangkitan kaum santri yang pada akhirnya menjadikan cikal-bakal lahirnya Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini bisa dibuktikan dari aktifnya Mbah Wahab yang langsung dalam bimbingan Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari mengajak para santri senior yang sudah menjadi kiai selain mengajar di pesantren dan menjadi konsolidator perjuangan melawan penjajah, juga berhimpun dalam organisasi para pengusaha atau saudagar.

Hal ini penting dilakukan agar perjuangan merebut kemerdekaan dan mengangkat harkat dan martabat bangsa dan rakyat Indonesia, tidak tergantung pada sumbangan dan pemberian kompeni Belanda. Gerakan pembentukan pergerakan kebangsaan yang bernama Nahdhatul Wathan dan dilanjutkan program agitasi dan propaganda melalui gerakan Taswirul Afkar untuk mewadahi pemikiran keagamaan para kaum santri ternyata cukup efektif membangkitkan nuansa perjuangan dan jihad kaum santri merebut kemerdekaan.

Fakta sejarah mencatat cukup apik, dari gerakan kecil yang lokal dari Surabaya, tetapi terus dirawat dan dilakukan secara konsisten dan istiqamah inilah, terbukti delapan tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 31 Januari 1926 pergerakan kaum santri mencapai puncaknya bersepakatnya para kiai dan alim ulama di bawah bimbingan Mbah Yai Cholil Bangkalan, dan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, mengumumkan lahirnya organisasi terbesar Islam di Tanah Air dari dulu sampai sekarang, Nahdlatul Ulama. Pada era awal ini, NU dipimpin langsung oleh KH Hasyim Asy’ari, dan dibantu KH Wahab Chasbullah dan KH Bisri Syamsuri serta bersama para ulama sepuh pesantren lainnya.

Nahdlatul Ulama berkembang menjadi penyangga utama dalam rangka menumbuhkan rasa nasionlisme hingga berperan penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia, penentu konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia, perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kini Nahdlatul Ulama konsisten menjadi pilar utama masyarakat sipil di Indonesia, sebagai jamiyah, diniyah, ijtimaiyah, organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia yang memiliki komitmen pada pencapaian masyarakat yang adil makmur dan sejahtera sehingga diperlukan penguatan di bidang pendidikan, dakwah dan kegiatan perekonomian.

Terinspirasi dari perjuangan dan tanpa menyerahnya para pendiri bangsa dan NU tersebut di atas, para santri senior pondok pesantren yang sudah memiliki usaha mendirikan Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (Hipsi) pada tanggal 3 Februari 2012 di Pesantren Al-Yasini Pasuruan. Pendirian organisasi ini dilandasi semangat untuk menumbuhkan wirausaha di kalangan santri dan mengokohkan jejaring ekonomi antarwarga nahdliyin di seluruh Indonesia.

Hipsi telah membulatkan tekad untuk menumbuhkan klaster pengusaha kecil dan menengah baru yang benilai tambah, bersinergi dan bermartabat. Dengan potensi pondok pesantren yang tergabung dalam Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU mencapai 23 ribu pesantren yang mendidik sekitar empat juta santri, sehingga jika seluruh santri tersebut berhasil diberdayakan menjadi wirausaha yang mandiri, maka dipastikan bangsa Indonesia bakal makmur. Klaster ini lahir dari proses tempaan Hipsi sehingga menjadi pengusaha matang dan tangguh. Pengusaha yang naik kelas dari pengusaha kecil dan lokal menjadi pengusaha lokal besar dan nasional, syukur-syukur dalam beberapa tahun dekade mendatang, pengusaha santri bisa ekspansi go internasioal. Aamiin… (Penulis adalah Sekretaris Jenderal DPP Hispi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *