HARIANTERBIT.CO – Perdana Menteri Tunisia Habib Essid terguling dari jabatannya setelah kalah dalam sesi pemungutan suara di parlemen, Sabtu (30/7). Ia dituduh gagal mengatasi masalah keamanan dan ekonomi negara.
Lenggsernya Essid dari posisi Perdana Menteri ini sekaligus membuka jalan bagi Tunisia untuk membentuk pemerintahan baru yang mendorong reformasi ekonomi.
Essid adalah seorang teknokrat yang menjadi perdana menteri kurang dari dua tahun.
Ia dikritik karena dinilai kurang mampu dalam menjalankan paket kebijakan reformasi finansial yang menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
Dari 191 anggota parlemen yang hadir dalam pemilihan mosi tidak percaya, sebanyak 118 orang memilih untuk memberhentikan Essid dari kursi perdana menteri, dan tiga anggota mendukung Essid tetap di kursi PM. Sebanyak 27 anggota parlemen tidak memilih.
Pascapemilihan, Essid mengatakan ia tahu parlemen akan menendangnya. “Saya tidak datang untuk memperoleh 109 suara (total suara yang diperlukan). Saya datang untuk mengekspos beberapa hal pada rakyat dan anggota parlemen,” kata Essid seperti dilansir Aljazirah.
Negosiasi tentang penggantian jabatan akan dimulai pada Senin. Pengamat politik Youssef Cherif mengatakan, momen seperti ini adalah yang pertama kali terjadi di Tunisia. “Pertama kalinya pemerintah pergi ke parlemen dan melakukan voting kepercayaan,” kata Cherif pada Aljazirah.
Percepat Reformasi
Di lain pihak, Presiden Tunisia Beji Caid Essebi mendesak terbentuknya pemerintahan gabungan baru untuk mempercepat reformasi.
Selanjutnya, perdana menteri yang baru akan dipilih setelah proses negosiasi koalisi partai penguasa parlemen. Diperkirakan, keputusan ini juga mengubah formasi kabinet.
Awal tahun ini, Essid bersitegang dengan Presiden Essebi yang menyerukan pembentukan pemerintahan gabungan baru untuk mengatasi perpecahan politik dalam koalisi partai penguasa dan merespons lebih cepat tantangan ekonomi serta keamanan.
Sejak revolusi pada 2011 yang menggulingkan Zine El Abidine Ben Ali, Tunisia muncul sebagai negara demokrasi yang dianggap dapat menjadi model bagi negara-negara kawasan.
Namun, serangan kelompok militan mengguncang pemerintahan dan perpecahan politik memperlambat kemajuan ekonomi negara tersebut.
Essebi mengatakan, Tunisia membutuhkan pemerintahan lebih dinamis yang siap untuk mengambil keputusan berani terkait liberalisasi dan pemotongan anggaran.
Dari segi keamanan, tiga serangan kelompok militan yang terjadi sepanjang tahun lalu telah merusak industri pariwisata yang menyumbang delapan persen perekonomian Tunisia, dan menjadi salah satu sumber lapangan kerja.
“Momen ini tidak hanya penting bagi Tunisia tapi juga wilayah. Menurutnya, hasil ini adalah berita buruk bagi situasi ekonomi dan politik. Pasalnya, negosiasi untuk membentuk pemerintahan baru akan memakan waktu panjang dan lama,” nilai Essebi.
Essid yang baru menjabat selama satu setengah tahun itu dinilai tidak bisa menangani masalah. Tahun lalu, serangan bom bunuh diri yang diklaim ISIS menewaskan 59 turis dan 12 penjaga presiden. Angka pengangguran tetap 15 persen pada akhir tahun lalu.
Tekanan perubahan mendesak Essid. Hal itu ditambah ketika Presiden Beji Caid Essebi menyeru persatuan pemerintahan baru untuk mendorong reformasi dan meredakan ketegangan sosial karena krisis ekonomi, tingginya pengangguran dan masalah keamanan. (*)