HARIANTERBIT.CO – Sebuah rumah mungil berdindingkan bambu di dalamnya ada tempat tidur terbuat dari bambu tak ada kasur apalagi selimut tebal pelindung dingin. Di luar gubuk itu itu hanya terlihat tempat air kecil untuk wudlu.
Gubuk reot tersebut terletak di daerah Wonogiri Solo, dihuni oleh Pak Salim seorang diri tanpa anak dan istri. Kerjanya tak menentu, terkadang buruh mencangkul atau buruh tanam padi, hasilnya hanya cukup untuk makan sehari hari saja.
Jika malam rumah mungil itu hanya di temani nyala obor dari daun kelapa yg udah kering. Disitu kami sempat ngobrol namun saat kami kasih bantuan beliau menolak. Akirnya saya kelabui itu untuk beli kopi.
Suatu hari pak Salim mendapat titipan uang Rp. 1.000.000,- dari orang yang peduli lewat saya, tapi dengan nada lirih Pak Salim menolaknya.
Lantas saya buka amplop dan saya hitung didepan beliau satu juta nominal yg ada. Namun beliau tetap menolak. Saya agak paksa akhirnya untuk menerima.
Namun satu lagi yg membuatku terperanjat ketika beliau menggenggam tanganku dan menaruhkan kembali amplop beserta uang itu, sambil berkata.
“Uang ini saya terima, namun tolong sampaikan kepada yg lebih berhak lagi masih banyak wakil rakyat yg lebih membutuhkan daripada saya,” katanya sambil menyerahkan uang ke tanganku.
Kejadian itu sempat membuatku menangis haru mesti dalam kondisi yg bila dilihat dari luar begitu susah namun jiwa Pak Salim sangat mensyukuri nikmat.
Beliau menjaga dan harga diri beliau, serta mampu menjalani hari dengan sabar dan iklas Padahal di zaman sekarang sangat banyak yg memiskinkan diri, demi sebuah nafsu dan ambisi, hilang malu dan nurani.Sukanya menerima tapi enggan memberi.
Pak Salim padahal gaji beliau dalam satu bulan itu hanya kurang lebih 500.000 saja tapi dg sedikit keinginan dan memperbanyak keimanan beliau mampu hidup dg damai dan nyaman dalam kesederhanaan.
Hari berikutnya ku sengaja bersama teman ketempat pak salim untuk sebuah renungan. Sambil membawa bantuan sembako, dihati ini saya pun yakin akan di tolak sembako itu.
Namun saya niatkan dihati untuk sebuah renungan kawan2 yg lain tentang makna hidup. Dan dugaanku tak meleset, sampai disana ternyata kembali ditolak oleh pak Salim.
Inilah satu kisi kehidupan semoga mampu menjadikan satu renungan kususnya untuk diriku sendiri juga kepada pembaca yg lain. Ketentraman hidup itu tidak ditentukan oleh harta benda tahta maupun rupa, tapi oleh jiwa dan hati yg senantiasa iklas sabar syukur jujur
Iklas sabar menerima merupakan satu kunci kehidupan yg bahagia. Ini satu sisi hidup, disisi lain masih banyak juga kebalikan dari kisah pak salim yaitu seorang kaya raya harta namun kehidupannya tidak bahagia. Jangan nuding orang ya…ga boleh.