HARIANTERBIT.CO – Dinilai memutuskan perkara dengan mengabaikan fakta hukum, Ketua MA M Hatta AlI dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, oleh ahli waris Kani Binti Sapeng dan Mena Bin Lamat, yang didampingi, Penasehat Hukum Gugus Elmo Rais, Kamis (11/5). Ketua MA M Hatta dilaporkan dengan dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam akta authentik, Pasal 266 KUHP, dengan laporan Polisi TBL/351/V/2016/Bareskrim.
Gugus menjelaskan, kasus dugaan Tindak Pidana Pemalsuan dan Tindak Pidana Memberikan Keterangan Palsu dalam Akta Autentik sesuai Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yang disangkakan terhadap Ketua Mahkamah Agung, M Hatta Ali SH itu bermula dari Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pelapor atas perkara Nomor 1966 K/Pdt/2006 atas nama Kani Binti Sapeng serta Nomor 1959 K/Pdt/2006 atas nama Mena Bin Lamat.
“Namun sayang, meski permohonan PK yang diajukan oleh Pelapor itu telah memenuhi persyaratan secara lengkap, Majelis Hakim justru menolak permohonan PK itu. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PK berdalih jika novum yang diberikan oleh para pemohon itu tidak disertai Berita Acara Sidang Penyumpahan. Padahal faktanya bukti-bukti yang dimaksud itu jelas jelas ada,” papar Gugus, Kamis (11/5).
Sebelum membuat laporan ke Bareskrim, kata Gugus, pemohon PK yang diwakili oleh H Dani Sa,adih telah dua kali melakukan penjelasan melalui surat kepada Ketua MA, M Hatta Ali SH terkait barang bukti yang dipertanyakan itu. “Ironisnya pihak MA melalui Hakim pengawasn MA tidak memberikan jawaban yang memadai,” imbuhnya.
Sehingga proses hukum yang ditempuh oleh kedua Pemohon secara otomatis menjadi terhenti. Atas putusan MA yang sewenang-wenang itulah kedua Pemohon itu harus menderita kerugian mencapai Rp 40 milliar, dengan rincian obyek sengketa (lahan yang belum diganti rugi ) seluas 1 Ha dengan NJOP Rp 4 juta/meter. Berdasarkan pertimbangan itulah terlapor akhirnya melaporkan secara pidana M Hatta Ali SH ke Bareskrim Mabes Polri. Apalagi Terlapor menjadi salah satu Anggota Majelis Hakim Peninjauan Kembali yang memutus perkara tersebut.
Munculnya kasus itu bermula, Pelapor (H Dani Sa,adih) yang menjadi kuasa ahli waris dari Kani Binti Sapeng serta Mena Bin Lamat menggugat pihak Pemprov DKI yang telah membebaskan lahan seluas 37 Ha di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Konon pembebasan itu untuk pemakaman, namun akhirnya lahan yang telah dibebaskan itu diruislag dengan developer PT Grisenda.
Dari lahan seluas itu dua bidang tanah atas nama Kani Sapeng dan Mena Bin Lamat terbukti belum pernah diganti rugi. Berdasarkan hasil investigasi Biro Hukum DKI Jakarta menyimpulkan jika dua bidang itu memang belum pernah terima ganti rugi. Begitu juga halnya ketika Komisi A DPRD DKI Jakarta mengadakan Rapat Kerja tahun 2006 juga menyatakan jika dua bidang itu belum pernah terima ganti rugi. Bahkan hasil Raker itu dibawa dalam forum Sidang Paripurna DPRD DKI Jakarta tahun 2006 juga menyatakan hal yang sama sekaligus mmemerintahkan pihak Pemprov DKI Jakarta untuk segera membayar. Ironisnya, proses hukum justru mengubur harapan kedua pemohon tersebut.