HARIANTERBIT.CO – Konflik antar bintang di tubuh Polri mulai terasa getarannya. Saling jegal lewat “mafia jabatan” memanfaatkan oknuk di DPR mulai dilakukan meski masih dilakukan secara senyap. Kini, beredar kabar perpanjangan masa jabatan Kapolri Badrodin Haiti, bertambah santer.
Perpanjangan jabatan itu merupakan upaya yang ingin menggagalkan Komjen Pol. Budi Gunawan (BG), menjadi Kapolri, menggantikan Jenderal Pol. Badrodin Haiti (BH). Sehingga timbul pertanyaan di kalangan wartawan ada apa BH dan BG ?
Ditambah lagi dengan adanya guyonan di DPR dari salah seorang politikus di Komisi III, menyatakan, bahwa Komisi III, tak mau dibilang menolak jika BH jabatannya diperpanjang.
“Komisi III tak memiliki hak menolak untuk suatu perpanjangan jabatan Kapolri. Lain halnya jika Kapolri baru yang harus melalui DPR uji kelayakan dan kepatutannya,” kata salah seorang anggota Komisi III yang belum mau disebut namanya dulu.
Dari dua indikasi tersebut, sangat pas bila Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, langsung menyatakan kabar atau isu tersebut sangat menyesatkan. Dapat membuat kaderisasi kepemimpinan Polri macet total.
Padahal dalam mengimbangi dinamika sosial masyarakat saat ini Polri perlu tampil lebih lincah, dengan kader-kader yang senantiasa berjiwa profesional dan modern.
Neta berharap, Presiden Jokowi yang memiliki hak preogatif dalam mengangkat Kapolri tidak memperpanjang masa jabatan Jenderal Badrodin Haiti, yang akan pensiun Juli 2016 ini.
“Sebab perpanjangan masa jabatan kepemimpinan yang sudah pensiun bukanlah tradisi Polri. Sejak reformasi praktis tidak ada perpanjangan masa jabatan bagi Kapolri yang sudah pensiun,” kata Neta.
Dengan demikian, isu akan adanya perpanjangan masa jabatan adalah sebuah penyesatan bagi masa depan profesionalisme Polri.
Disebutkan, perpanjangan masa jabatan hanya membunuh sistem kaderisasi Polri yang sudah terbangun selama ini.
Dengan diterapkannya sistem assesment bagi calon calon kepimpinan di kepolisian sejak 10 tahun terakhir, Polri sebenarnya punya banyak kader-kader terbaik.
Dari kader-kader terbaik inilah bisa dipilih figur-figur yang punya integritas, dedikasi, pengalaman, prestasi, kepemimpinan, dan jaringan yang bisa diterima masyarakat luas, baik di internal maupun eksternal, untuk kemudian dipilih menjadi pimpinan teratas kepolisian.
Dalam memilih calon Kapolri, Presiden Jokowi diharapkan tidak mendengarkan suara-suara orang yang tidak jelas, yang tidak paham terhadap visi dan misi Polri ke depan.
Ke depan Polri membutuhkan figur Kapolri yang bisa membangun enam hal dengan konsisten. Yakni mampu membangun soliditas organisasi secara utuh, mampu membawa Polri makin profesional dan modern, mampu membuat Polri cepat merespon laporan masyarakat, mampu menjaga keamanan, mampu menumpas kejahatan kelas teri maupun kakap, dan mampu menumpas para penjahat yang berseragam polisi di internal kepolisian.
Keenam hal ini diharapkan Neta, bisa berjalan maksimal dengan kemimpinan Kapolri baru pada. Juli mendatang.